tiga belas

4.2K 278 39
                                    

Langit gelap jadi teman di sore hari yang kelabu. Rasanya ini masih seperti mimpi. Aku tidak percaya dengan yang terjadi sejak pagi sampai akhirnya aku bisa berdiri lemas di sini.

Mata menatap nanar ke arah sana. Lutut semakin tak kuat menopang, rasanya aku ingin pingsan, tapi kakak iparku mencoba menguatkanku dengan rangkulan lembutnya.

Tak ada yang bisa aku lakukan lagi. Semuanya sudah terlambat. Melihat seseorang yang begitu aku sayangi berada di bawah sana.

"Enggak apa-apa. Nangis aja."

Tangisku pecah, tapi aku mencoba agar tidak bersuara. Menutupi mulutku untuk menahannya. Tapi air mata terus meluncur tanpa henti. Apalagi saat orang-orang mulai menurunkan tanah galian tadi ke bawah sana.

Ayah dan Kak Andri ikut andil dalam proses penguburan kali ini.

Mas Candra sangat rindu pada keluarganya juga Diandra yang telah pergi lebih dulu beberapa tahun silam. Mas Candra lebih memilih menyusul. Dan tidak akan kembali lagi.

Tempat tinggal baru Mas Candra hanya berjarak 10 meter dari makam Diandra juga om dan tantenya. Mas Candra ingin berada di dekat mereka.

Ibu dan kakak ipar terus menguatkan aku. Sampai akhirnya lubang yang tadi digali sudah benar-benar tertutup dengan tanah merah, menjadi gundukan tinggi yang sudah diberi nisan juga ditaburi bunga setelah orang-orang membacakan doa.

Candra Rahadian
Lahir : Jakarta, 21 September 1986
Wafat : Jakarta, 16 November 2021

Secara tiba-tiba, Mas Candra pergi. Tadi pagi adalah pelukan terakhir yang Mas Candra berikan padaku. Kalau aku tahu, aku akan menahannya. Aku akan membalas pelukannya dengan begitu lama.

Aku tidak sadar perkataan aneh yang Mas Candra ucapkan sebulan terakhir.

Aku lagi kangen Diandra.

Aku kangen Diandra.

Kita adopsi anak, yuk? Supaya kalau aku kerja dan lembur, kamu enggak kesepian di rumah.

Vira bentar lagi ulang tahun kan? Aku mau beli hadiah buat dia.

Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Mas Candra. Ketika aku membangunkannya sesuai waktu yang dia inginkan, Mas Candra sudah pergi lebih dulu. Tubuhnya yang kaku tadi pagi membuat aku sadar kalau aku terlambat membangunkannya.

Masih dengan mata memerah juga tangis yang masih ada. Aku merapikan bunga-bunga, menyirami air dari sebuah botol yang ibu berikan untuk gundukan tersebut.

Lagi-lagi, kakak ipar mengusap lembut punggungku yang membuatku semakin terisak.

Sampai akhirnya tetangga juga teman-teman lain pergi meninggalkan kami sekeluarga di sini.

"Han, yang sabar. Kita semua harus kuat." Sepupu Mas Candra yang sudah menikah juga datang dari jauh. "Dia udah tenang, jangan ditangisin," katanya begitu.

Padahal ia juga masih menangis, tapi malah menyuruhku untuk berhenti.

Aku mengusap gundukan tanah yang berada dalam hadapanku. Yang lain terus merapalkan doa, akupun ikut.

Aku masih ingat, kemarin sore Mas Candra bilang kalau aku tidak boleh pergi meninggalkannya. Aku pun menjawab iya. Tapi ternyata Mas Candra yang meninggalkan aku dan tidak akan kembali lagi.

Mas Candra bilang ingin tidur bersama lagi denganku sampai seterusnya. Justru Mas Candra membuat aku dan dia tidak akan bisa tidur bersama bahkan walau terpisah dalam rumah.

Aku masih menangis. Apalagi saat menatap nama nisan putih di hadapanku.

Candra Rahadian.

Aku menikah dengannya karena nasib yang sama. Ditinggalkan oleh orang terkasih.

Lelaki terbaik yang aku kenal setelah ayah juga kak Andri.

Lelaki yang begitu setia bersanding dengan segala kekuranganku.

Lelaki baik yang selalu menjaga sikap dan lisannya menghadapi keegoisanku selama ini.

Awalnya, kami memang tidak menikah karena saling mencintai, tapi kami berjanji akan setia dan tidak akan saling menyakiti sampai akhir hidup kami.

Sebelum Mas Candra pergi, ia sudah jujur kalau ia mencintaiku dengan sangat.

Mas Candra sudah menepati janjinya untuk setia sampai akhir hidupnya. Tinggal aku di sini menunggu ajal menjemput agar bisa menepati janjiku padanya.

"Kak, saat nanti giliran aku yang dipanggil Tuhan, aku mau liang lahatku di sebelah Mas Candra."

Tunggu aku, ya. Aku bakal tetap bertahan di sini sampai akhirnya Tuhan izinin aku untuk ketemu lagi sama kamu.











































Selesai.

Sampai AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang