"Cah Ayu...."
Sumirah mendengar suara halus perempuan memanggil dirinya, tengkuknya meremang matanya semakin dia tutup rapat. Suaranya masih tetap menangis sesenggukkan. Sumirah sudah pasrah dengan apa yang terjadi pada dirinya.
" Cah ayu, ojo nangis, menengo...!" ( Anak cantik, jangan menangis. Diamlah...!"
Sumirah menghentikan tangisnya.
" Cah ayu, bukak o mripat mu." ( Anak cantik, bukalah matamu.)
Sumirah membuka pelan matanya, detik kemudian matanya terbuka lebar, bola matanya membulat sempurna melihat apa yang ada di depannya.
Seekor ular kobra sebesar pohon jati yang berusia ratusan tahun tengah menatap wajahnya, sisiknya yang berwarna putih susu berkilau memantulkan cahaya rembulan. Matanya merah bagaikan batu delima, gigi taringnya tajam bagai sebilah pedang. Ular itu tapi tak beraroma amis khas hewan melata, melainkan ber-aromakan wangi bunga kantil.
Perlahan kepala ular semakin mendekati wajah sumirah, dekat dan semakin dekat hingga sang ular hanya berjarak beberala senti dari wajah Sumirah.
Mata sang ular yang merah memantulkan wajah Sumirah yang seolah ditelan olehnya.Bruuuk...
Sumirah pingsan, sang ular kobra berputar mengelilingi tubuh tak berdaya milik Sumirah, kepalanya berdiri menatap tajam Sumirah yang tengah pingsan.Dari kejahuan tampak sinar obor yang perlahan mendekat kearah sang ular.
Perempuan dengan kemben warna emas dan kain jarik lurik yang senada, rambut hitam lurus sepinggang miliknya ia biarkan tergerai. Perempuan tersebut merapatkan kedua telapak tangannya lalu dia tempelkan didada dan menunduk khidmat." Sugeng dalu ratu, wonten punapa memanggilipun kawula.?" ( selamat malam ratu, ada apa sehingga memanggil saya).
Ssssssst......ssssst....
sssst..." Bawa perempuan ini kepondokmu Mutik, lalu sembuhkanlah dia, aku menyukainya, tapi aku tidak bisa membawanya ke istanaku selagi bukan dari keinginan hatinya sendiri. Aku hanya bisa membawa mereka-mereka yang berhati busuk, atau mereka yang membutuhkan bantuan dariku. Tapi sayangnya perempuan ini datang kesini bukan untuk meminta bantuanku, juga hatinya masih bersih. Setelah dia sadar tanyakanlah kenapa dia sampai ingin mati di rawa ireng, jika dia butuh bantuan akan aku bantu."
"Siap nampi dhawuh gusti ratu."
Sssst...ssst...ssst...
Sang ratu pergi meninggalkan Sumirah dan Mutik.
Mutik menatap tubuh Sumirah lalu menggeleng-gelengkan kepalanya." pantas saja gusti ratu tertarik dengan perempuan ini, auranya sama dengan warna sisik sang ratu, tapi sayangnya aku tak mungkin membopongmu hingga ke pondokku.!"
Mutik memejamkan mata lalu mulutnya komat-kamit, tak lama kemudian muncul lagi ular hitam bertanduk emas sebesar pohon kelapa mendekatinya.
"sssssssssssttt Panganan...!!" ( Makanan....!")
Ular itu berdesis sambil menjulurkan lidahnya kearah tubuh Sumirah.
" Pangan o nek sampeyan pingin mati..!" ( Makan saja kalau kamu ingin mati)
Sssst...ular hitam itu kembali menarik lidahnya.
" Wangi ne enak banget, nggawe luwe. Iki sopo Mutik ?" ( Aromanya sangat enak, bikin lapar. Perempuan ini siapa?)
" Lapar? Bukannya kamu baru saja makan manusia yang mengejar perempuan ini?"
" Kae Ora enak, mambu bacin. Nek iki wangi ne enak. Iki sopo Mutik? Kok ora koe jawab pitakonku ket mau." ( dia tidak enak, baunya busuk. Kalau perempuan ini baunya enak . Dia siapa Mutik? Dari tadi tidak kau jawab pertanyaanku.)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUSUK TERATAI PUTIH ( Tersedia Bentuk Novel)
TerrorSUMIRAH perempuan cantik pribumi yang lahir di era penjajahan Belanda mengalami pelecehan seksual oleh pria-pria di desa tempat dia tinggal. Ironisnya hal itu terjadi setelah mendapati suaminya yang suka main tangan berselingkuh dengan seorang penar...