" Bunga ini bernama kembang teratai pucuk sukma Sumirah..."
" Kau tahu kenapa disebut pucuk sukma Sumirah?"Sumirah menggelengkan kepalanya, pertanda tidak tahu. Kanjeng ratu penguasa rawa ireng tersenyum penuh misteri.
" Disebut pucuk sukma karena dia adalah jelmaan dari sukma seseorang yang menjadi tuannya, Sukma mu perlahan akan bercampur dengan bangsa kami melalui bunga teratai itu Sumirah, saat kelopak pertama masuk ketubuhmu, maka sukma mu tak lagi milikmu, tapi milikku sang penguasa rawa ireng, namun kamu jangan khawatir, sebagai gantinya kamu akan memiliki kecantikan yang kekal, semakin sering kelopak teratai menyatu dengan sukma mu maka kau akan semakin cantik. Seperti bunga teratai yang indah walau hidupnya dirawa-rawa. Lambang dari kecantikan sejati."
" Bagaimana dengan nasip jabang bayi yang ada didalam perut saya kanjeng ratu"
" Itu sudah bukan urusanmu lagi Sumirah, aku tegaskan, jangan lagi kamu bertanya soal anakmu, dia sekarang milikku."
Tubuh Sumirah bergetar hebat, bola mata sang ratu yang tadinya berwarna hitam berubah menjadi merah dan berpupilkan mata seekor ular, perlahan sang ratu merubah tubuh cantiknya ke bentuk seekor ular kobra berwarna putih.
Kresek...krrtekkk....kreseek... Gedebug.
Suara pohon yang tumbang karena ditabrak tubuh ular sang ratu yang semakin lama semakin besar. Rawa ireng kembali ke wujud asalnya, hamparan rawa yang hitam dan berbau busuk.
Tapi anehnya kini penciuman Sumirah seakan tak lagi menolak harum khas dari rawa ireng ini, justru dia cenderung menyukainya.Ssssssssst.....sssssssst.....sssst...
Sang ratu menjulurkan lidahnya, menjilat wajah Sumirah.
" Aku ingatkan sekali lagi Sumirah, jangan sekali-kali kau bertanya tentang sesuatu yang bukan lagi milik mu,,,kau dengar Sumirah....!!"
" Iiiiyyyyyaaaaa. Kanjeng rrattuu....."
Sssssssst ....sssst....ssssssst ...
" Ikutlah kau bersama Mutik, dia akan menjelaskan ritual selanjutnya!"
"Siap nampi dhawuh kanjeng ratu..."
Ssst.....ssst....sssst...
Penguasa rawa ireng tersebut pergi meninggalkan Sumirah yang menggigil ketakutan. Nyai Mutik mendekati Sumirah yang kini terduduk lemas ditanah.
" Jangan ulangi lagi Sumirah, kau harus menahan perasaanmu jika didepan gusti ratu, atau nyawa mu sebagai gantinya."
Sumirah masih gemetaran, tatapan sang ratu seolah menembus jantungnya, Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Nyai Mutik meremas perlahan bahu Sumirah, hawa hangat mengalir perlahan seolah mengisi kembali tenaga milik Sumirah.
" Ikutlah dengan ku, kamu bawa bejana yang berisi bunga teratai ini."
Sumirah menggangguk kemudian bangkit mengikuti langkah nyai Mutik yang tangan kanannya membawa sebuah obor.
" Mau kemana kita nyai?"
Srek...srek....sreek...
Langkah kaki Sumirah dan nyai Mutik menyibak gelapnya malam rawa ireng." Goa pitutur Sumirah, disana kau akan menjalani ritual selanjutnya. Berusahalah.!"
Sumirah terdiam, dirinya tidak berani bertanya lebih banyak lagi, pengalamannya menghadapi amarah gusti ratu Lintang Pethak membuatnya sangat berhati-hati dalam menggunakan lidahnya. Dirinya mengikuti kemanapun nyai Mutik melangkah.
" Sumirah....!"
Nyai Mutik memanggilnya lembut, langkah kakinya mantap menuju goa pitutur, tangan kanannya memegang erat obor yang nyala apinya bergoyang-goyang karena hembusan angin malam.
" Nggih nyai, ada apa?"
" Nanti disana kau harus meyakinkan hatimu, jangan ragu atau kau tak akan bisa melihat kembali matahari. Mantapkan hatimu, ingat tujuan mu datang kemari. Jangan kalah. Apa yang tak memiliki rupa justru sesuatu yang sangat mengerikan daripada yang menampakkan rupanya."
" Nggih nyai..."
Sumirah semakin penasaran setelah mendengar kata-kata nyai Mutik barusan. Apa itu goa pitutur? Apa apa didalamnya? Kenapa dirinya harus menuju ke goa pitutur?
Srek...srek...srek...
" Kita sudah sampai Sumirah, ayo kita masuk!"
Sumirah ragu melangkahkan kakinya, goa yang ada dihadapannya sangat jauh dari apa yang dia bayangkan.
Goa ini sangat bersih, tidak ada kotoran sedikitpun, suasana terang karena banyak obor yang tertancap di dinding goa. Sumirah berfikir kalau goa pitutur tempat yang begitu gelap, pengap dan penuh dengan kotoran kelelawar, ternyata dugaannya meleset. Goa ini sungguh bersih.
" Kanjeng ratu sangat suka keindahan, sangat suka kebersihkan, jangan samakan gusti ratu dengan mereka yang bersembunyi dipohon-pohon atau tempat kotor, Gusti ratu berada di tingkatan yang jauh dari mereka.
Ingat Sumirah, tidak sembarangn orang bisa bertemu dengan gusti ratu, hanya mereka yang membuat gusti ratu tertarik yang bisa bertemu dengannya, termasuk kita berdua Sumirah, entah ini sebuah keberuntungan atau justru sebuah malapetaka karena kita telah bertemu dengan penguasa rawa ireng yang kecantikannya tidak tertandingi."Sumirah menapakkan kaki polosnya di lantai goa, dingin. Nyai Mutik meletakkan obornya disudut goa.
" Duduklah dimeja batu itu, lalu pejamkan matamu. Letakkan bejana yang berisi bunga teratai ini dihadapanmu, jaga jangan sampai kelopaknya berguguran, jika sampai bunga ini mati berarti kamu juga mati Sumirah."
" Bbaaaik nyai.."
" Ingat Sumirah, aku akan menjemputmu dihari ke-13, jangan sampai mati. Ingat petuahku tadi."
" Nggih nyai."
Sumirah duduk dimeja batu, bejana emas dia letakkan di depannya. Nyai Mutik menatap sekilas lalu perlahan meninggalkannya.
" Jangan sampai mati Sumirah...!"
Pesan terakhir dari nyai Mutik sebelum meninggalkan Sumirah sendirian.
Wusssssssssssssh....
Tiba-tiba angin bertiup membelai wajah penuh luka milik Sumirah, api dalam obor bergerak gerak seperti menyambut kedatangan seseorang.
_Såpå temen bakal tinemu_
*(BARANG SIAPA BER-SUNGGUH2 AKAN MENEMUKAN)*Tiba-tiba terdengar suara lelaki tua menggema diseluruh penjuru goa.
Sumirah merapatkan matanya, tangannya memegang bejana dengan bergetar, nampak riak air didalam bejana.
_Såpå temen bakal tinemu_
*(BARANG SIAPA BER-SUNGGUH2 AKAN MENEMUKAN)*Suara serak lelaki tua kembali terdengar.
Wussssssh. ...
Angin kembali menerpa, kini seluruh penerangan dalam goa padam.
_Såpå temen bakal tinemu_
*(BARANG SIAPA BER-SUNGGUH2 AKAN MENEMUKAN)*
KAMU SEDANG MEMBACA
SUSUK TERATAI PUTIH ( Tersedia Bentuk Novel)
TerrorSUMIRAH perempuan cantik pribumi yang lahir di era penjajahan Belanda mengalami pelecehan seksual oleh pria-pria di desa tempat dia tinggal. Ironisnya hal itu terjadi setelah mendapati suaminya yang suka main tangan berselingkuh dengan seorang penar...