KEMBANG TERATAI PUCUK SUKMA

16.2K 1.4K 34
                                    

Blubup....blubup..blubup...

Nyai Mutik semakin pias, tanda-tanda keberadaan Sumirah sudah tidak ada.
Matikah dia? Atau masih hidupkah?
Mutik melirik ratunya yang tengah tersenyum penuh misteri. Senyuman yang mengerikan namun mempesona secara bersamaan.

Mutik tahu betul betapa sulitnya menyeberangi danau jelmaan rawa ireng dihadapannya itu, sesungguhnya danau yang kelihatan jernih tersebut tetaplah sebuah rawa yang hitam pekat dan berbau busuk, hanya rupanya saja yang berubah, namun tak merubah kenyataan bahwa Sumirah kini tengah masuk kedalam rawa yang berbau busuk.

Dirinya pernah melewati proses seperti yang dilakukan Sumirah saat ini, menyeberang danau yang jernih demi mendapatkan sesuatu yang bersinar ditengah danau tersebut, awalnya dia mampu menyeberang dengan mudah, namun saat hatinya meragu tiba-tiba danau yang dikelilingi air yang jernih berubah menjadi rawa yang lengket, bau, dan menyesakkan nafas.

Dirinya hampir menyerah, namun bayangan luka dan penghinaan yang dia terima mampu membuat hatinya yang sempat ragu kembali yakin dan terus menyeberangi rawa ireng yang lagi-lagi menjelma menjadi danau dengan airnya yang jernih.
Akankah Sumirah mampu melewatinya, banyak yang gagal melewati ritual ini, terbukti dari banyaknya bangkai manusia yang ada didasar rawa ireng.

Hanya keteguhan hatinya lah yang mampu membantunya melewati ritual ini.
Tapi Sumirah sama sekali tidak terlihat muncul dari danau, nyai Mutik merasa sangat kasihan jika Sumirah gagal melewatinya, padahal ini hanyalah awal dari ritual yang sangat menyakitkan.

Bluubup...blup...blupp
Gelembung air terlihat ditengah danau.

"Haaaaaaahhhhhh.."

Sumirah sudah sampai ditengah danau yang ternyata airnya sangatlah dangkal, hanya setinggi lutut orang dewasa, padahal sebelumnya airnya sangat dalam.

Sumirah menatap cahaya yang ada didepannya, ternyata cahayanya berasal dari bunga teratai putih yang sedang mekar, dan anehnya hanya ada satu buah bunga beserta daunnya.

Sumirah berusaha menyentuh bunga tersebut dan ingin memetiknya untuk dibawa kehadapan sang ratu.

"Wussssshhhhh...."

Setiap kali Sumirah hendak memetik kelopaknya, bunga tersebut langsung berubah menjadi asap, namun tatkala tangannya dia angkat, bunga teratai putih kembali ketempatnya semula.
Entah kenapa setiap kali Sumirah gagal, maka airnya semakin dingin, tubuh Sumirah seakan membeku.
Nyai Mutik menggelengkan perlahan kepalanya.

Ini adalah tantangan kedua yang harus dihadapinya, bukan Sumirah yang memilih bunga tersebut, justru sebaliknya, sang teratai lah yang justru memilih siapa yang akan menjadi tuannya. Jika Sumirah gagal meyakinkan tanaman tersebut, maka dirinyalah yang akan menjelma menjadi teratai putih penghuni rawa ireng selanjutnya yang berarti dirinya gagal dan sama saja dengan kematian.

Sumirah berusaha tenang, memikirkan cara agar dirinya mampu memetik bunga dihadapnnya kini.
Sumirah menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya perlahan. Sumirah menutup pelan kedua matanya.

" Wahai bunga teratai yang indah, lihatlah luka dihatiku, aku sungguh membutuhkan dirimu, maka jadikanlah aku tuanmu."

Sumirah kembali membuka matanya, tangannya kembali terulur hendak memetik bunga tersebut.

"Wuuusssssssh....."

Kembali sang teratai menjadi asap. Air danau semakin dingin, bahkan perlahan airnya membeku, kaki Sumirah perlahan menjadi es.
Sumirah tersenyum lalu kedua tangannya mengarah kebawah tanaman tersebut, dimana akarnya menancap didasar danau.

" Ikutlah denganku, aku akan merawatmu, akan ku pastikan kamu selalu segar dalam tubuhku"

Huup...

Tangan Sumirah berhasil mengambil pohon teratai, dia tak hanya mengambil kelopaknya, tapi Sumirah mengambil beserta daun dan akarnya. Tubuhnya yang telah diselimuti oleh es perlahan mampu dia gerakan dengan normal.

Siiiiiiiiingggggg...

Bunga yang dia pegang mengeluarkan cahaya terang, Sumirah terpaksa menutup kedua matanya. Saat cahayanya meredup Sumirah membuka kembali matanya, namun alangkah terkejutnya dia saat tahu bahwa dirinya kini telah berdiri dihadapan sang penguasa rawa ireng. Tubuhnya kering sama sekali tak terlihat baru saja melintasi dalamnya air danau.

Sumirah langsung menyerahkan apa yang telah dia dapatkan. Tapi sang ratu tidak menerima uluran tangannya. Sumirah bingung, bukannya sang ratu menginginkan bunga ini, tapi kenapa dia hanya diam saja.
Mutik datang sambil membawa sebuah bejana yang terbuat dari emas.

" Letakkan disini Sumirah. Lalu bersujudlah kamu dihadapan sang ratu."

Sumirah menuruti perkataan nyai Mutik, meletakkan bunganya di bejana lalu dirinya bersujud dihadapan sang ratu.

" Kau tahu apa nama bunga ini Sumirah?"

" Tahu kanjeng ratu, ini bunga teratai."

Ratu Lintang Pethak tersenyum, lalu menyentuh lembut bahu Sumirah.

" Bunga teratai ini bernama KEMBANG TERATAI PUCUK SUKMA Sumirah...!"

...................................................

" hmmmmmm......"

Kie Lawu kini sudah berada di kediaman Permana, kepalanya mengangguk-angguk seperti burung pelatuk, bibirnya yang hitam karena sering menghisap rokok tembakau tengah berkomat-kamit, sementara itu sang tuan rumah terkapar pingsan di atas ranjangnya.

Entah kenapa ki Lawu mempunyai firasat buruk dengan keadaan pelanggan setianya yaitu Permana, dirinya langsung menuju desa Kalimas. Ki Lawu terkejut saat mendapati desa Kalimas diserbu ribuan ekor ular dari berbagai jenis. Ki Lawu menutup matanya sebentar lalu melanjutkan langkahnya untuk menemui Permana. Entah kenapa ular-ular tersebut menyingkir dan memberikan jalan untuk ki Lawu.

" Suami saya kenapa ki..."

Gendis tampak khawatir melihat keadaan Permana suaminya.

" Suamimu melanggar pantangan."

" Pantangan? Pantangan pa ki?"

" Kau tidak perlu tahu, ini urusan aku dan Permana"

Suara serak milik ki Lawu membuat Gendis ketakutan.

" Appa bbbissa sembuh ki?"

" Bisa, tapi ada syaratnya."

" Syarat? Apa syaratnya ki?"

Ki Lawu menyeringai lalu membisikkan kalimat yang membuat Gendis terlonjak kaget.

" Apa ki? Tapi.... Ttapii..."

" Kalau kamu menolak, maka suamimu akan mati perlahan Gendis..!"

Gendis menundukkan kepala, berfikir apa yang seharusnya dia perbuat.

" Bagaimana Gendis?"

Suara ki Lawu membuyarkan konsentrasinya.

" Paaannnaaaaas....pannass...!!"

Rintihan Permana kembali terdengar, semakin pelan tapi semakin pilu, tanpa berfikir terlalu lama Gendis menyanggupi keinginan ki Lawu.

" Baik ki, sembuhkan suami saya, maka saya akan menuruti perintah ki Lawu "

Ki lawu tertawa senang. Tangannya mulai meraba tubuh Permana, dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian tangannya dia gerakkan lagi dari arah kaki ke kepala, berhenti di daerah kejantanan Permata.

Pluuuuk.....

Seekor ulat sebesar paha bayi yang terbakar jatuh dari alat seksual Permana, Gendis melotot melihat hewan yang menurutnya sangat menjijikkan itu.

" Hiiiiiiy......"

SUSUK TERATAI PUTIH ( Tersedia Bentuk Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang