PERINGATAN

9.8K 1K 11
                                    

" Ingat perjanjian kita! Jangan kotori tempat ini. Bagianmu diluar masjid. Jika ingin bertarung carilah tempat yang lain, Mutik!"

" Cih! Baiklah, aku akan pergi, dan kau anak muda, aku akan menemuimu lagi!"

Ssssst.....ssssst.....ssssssst....

Sang kakek tersenyum kepada Anggara lalu perlahan menepuk bahu lelaki muda tersebut.

" Anak muda memang lebih berani dalam mengambil sikap, namun cenderung tergesa-gesa. Tidak segala sesuatu itu harus diselesaikan dengan tenaga, terkadang kita harus menggunakan otak dan kepintaran kita!"

Sang kakek melepaskan tangannya. Perlahan langkah kakinya bergerak mundur kebelakang dengan tatapan masih di Anggara.

" Pulanglah nak! Berhati-hatilah dengan perempuan cantik!"

" Hah......!"

Anggara terbangun. Ternyata dirinya tertidur sambil duduk bersila. Entah mengapa mimpi barusan terasa sangat nyata. Lalu apa maksud dari perkataan sang kakek tadi yang menyuruhku agar berhati-hati terhadap perempuan cantik?. Anggara bermonolog dengan dirinya sendiri.

" Aarght....!"

Saat hendak berdiri bahu sebelah kanan Anggara terasa nyeri.

" Hah... Darah!"

Bajunya basah karena darah yang merembes dari luka dibahunya. Saat Anggara sedikit menyibak bajunya, seperti bekas cakaran yang kukunya menancap dalam dibahunya.

" Huft... Sepertinya tugas ini memang berat dan tidak mudah. Apakah aku harus menyerah dan pulang ke pulau seberang"

Anggara keluar dari masjid dengan sedikit tertatih karena menahan rasa sakit dibahu kanannya. Dirinya melangkah menuju rumahnya namun kenapa kakinya justru berbelok kearah sungai, menuruti kata  hatinya yang kini terasa resah.

Anggara duduk di sebuah batu besar yang berada dipinggir sungai. Matanya terbuai oleh riak air sungai yang jernih.

" Jangan berbalik, diamlah, akan aku obati lukamu!"

" Kau!"

Anggara hendak berbalik, namun suara perempuan terdengar mencegahnya kembali.

" Sudah kubilang jangan berbalik. Jika kau masih nekat lebih baik aku pergi dari sini!"

Anggara terduduk kembali..

"Bukalah sedikit bajumu, aku akan mengobati lukamu!"

Anggara menurut. Dirinya menyibak baju yang menutupi bahu kanannya yang terluka. Biasanya jika luka diobati akan terasa perih, tapi entah mengapa lukanya kini terasa sejuk. Entah apa yang dilakukan oleh perempuan dibelakangnya kini.

" Angkat sedikit lenganmu, agar aku bisa membalut lukamu!"

Anggara menuruti semua perintahnya tanpa mengucap sepatah katapun.

" Sudah selesai, aku pergi dulu!"

" Tunggu Sumirah!"

Saat Anggara berbalik, tak ada Sumirah dibelakangnya. Perempuan itu entah hilang kemana. Anggara melihat sepucuk surat yang tergeletak disebelahnya.

PERGILAH DARI DESA KALIMAS SECEPATNYA JIKA INGIN SELAMAT. JIKA INGIN TETAP TINGGAL DI KALIMAS, URUNGKAN NIATMU UNTUK MENGAMBIL ALIH MASJID TIBAN. ANGGAP SAJA INI SEBUAH PERINGATAN.

Dahi Anggara berkerut.

" Peringatan?"

Anggara semakin bingung. Ada apa ini sebenarnya. Sudah 2 orang yang memperingatkan dirinya tentang masjid tiban. Tapi dirinya tidak bisa berhenti sampai disini. Dirinya harus melakukan amanah dari kakek buyutnya. Dirinya tidak boleh menyerah hanya kerena peringatan seperti ini.

" Woii...makanan!"

Anggara kaget saat tiba-tiba ada orang gila berdiri disampingnya. Rambutnya acak-acakkan, tubuhnya penuh koreng yang menimbulkan bau amis yang membuat siapapun menjadi mual.

" Woiii.... Makanan!"

Anggara merasakan keanehan pada orang gila ini. Auranya seperti tercampur. Sakitnya bukan karena penyakit biasa, namun karena ada hal ghaib yang mendalanginya.

" Woii....makanan!"

Pria gila itu masih terus berteriak meminta makanan. Anggara yang penasaran pun mengeluarkan sebuah bungkusan kain yang ada disaku bajunya, lalu membuka bungkusan tersebut dan memberikan isinya kepada orang gila dihadapannya itu.

" Ini kurma ajwa, makanlah!"

Orang gila tersebut dengan cepat menyambar sebutir kurma yang diulurkan oleh Anggara dan memakannya dengan cepat.

Tiba-tiba muka orang gila yang dipenuhi borok tersebut mengeluarkan asap, lalu lukanya perlahan menghilang.

Anggara semakin yakin jika orang gila dihadapannya ini terkena guna-guna. Tapi kenapa? Apa orang gila ini telah menyakiti hati seseorang?

" Kangmas disini rupanya. Kangmas Anggara dicari bapak. Tadi bapak kerumah, tapi kangmas tidak ada dirumah."

Lastri membuyarkan lamunan Anggara. Anggara berdiri dari tempatnya.

" Kangmas berdarah!"

Lastri berusaha menyentuh bahu Anggara, namun tangannya langsung ditepis oleh Anggara.

" Katakan kepada pak Purnomo, aku akan datang kerumah beliau  setelah berganti pakaian. Terima kasih telah mencariku Lastri."

Lastri menganggukkan kepalanya, lalu menatap kepergian Anggara.

Dibalik pohon seorang perempuan yang tangan kanannya tengah sibuk mencekik leher Permana juga ikut menatap kepergian Anggara.

" Sudah kuperingatkan agar kau tidak menganggu masjid tiban. Tapi kau kini justru ikut campur urusanku. Tidak bisakah kau hidup seperti warga Kalimas yang lain agar kau bisa selamat, kangmas Anggara!"

" Aaaargght....."

Sumirah masih terus meletakkan tangan kanannya pada leher Permana. Permana gila terus meronta-ronta.

" Setelah kepergian Paijo, apa yang harus aku lakukan pada ragamu ini kangmas Permana. Haruskah aku bunuh? Tapi aku masih ingin menyiksa sukmamu!"

" Aaaaaarggght.....!"

Bruuk...

"Ohoook..ohoook..!"

Sumirah melempar tubuh Permana yang gila. Permana gila terbatuk-batuk lalu lari tunggang langgang. Sumirah menatapnya dengan mata ularnya.

" Sudah waktunya ku pertemukan kau dengan Gendis istrimu, kangmas Permana!"

SUSUK TERATAI PUTIH ( Tersedia Bentuk Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang