Kisah cinta di dunia hiburan memang tidak selalu berjalan mulus.
Dia mungkin bukan lelaki yang bisa kukenalkan pada ibu dan ayahku. Bukan lelaki yang bisa leluasa membuat janji temu dengan kesayangannya tanpa takut dilihat orang-orang.
Michieda Shu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
5.
"Midnight Call"
Aku baru selesai dengan pemotretanku tepat tengah malam. Kurenggangkan ototku yang kaku. Helaan napas keluar dari mulutku. "Hmm... Dia lagi apa ya...?" gumamku pelan, tersenyum sendiri. Tepat setelah aku menggumamkan hal itu, aku merasakan getaran di saku celanaku. Aku terkejut mendapati nama Keiko di layar ponselku. "Heee... Tumben sekali."
Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung menjawab panggilan itu. "Halo, Keiko?" Tidak ada jawaban diseberang sana. Keningku mengkerut dalam. "Keiko...?" panggilnya sekali lagi tapi tidak ada balasan. Rasa penasaranku berubah menjadi cemas kala dia tidak mendapatkan balasan dari orang diseberang sana. "Keiko, kamu gapapa?"
"Ah, Shun... Gomen. Nomornya tertekan... Aku tutup ya." Sebelum aku sempat memberikan balasan, telepon itu sudah diputus oleh Keiko diseberang sambungan. Ada yang aneh. Keiko tidak biasanya menelponnya tengah malam seperti ini. Apa terjadi sesuatu pada gadis itu?
Aku tidak suka tenggelam dalam kecemasan dan langsung mengeluarkan suaranya kembali. "Tolong berhenti di depan. Aku akan naik taksi!" ujarku sembari memakai penyamaran. Masker, topi dan kacamata. Manajerku terlihat kebingungan dengan perintahku barusan namun tetap menghentikan mobilnya. "Mau kemana, Michieda?" tanyanya. Aku mengerjap beberapa saat. Aku nyaris lupa kalau manajerku ini belum tahu kalau aku sudah punya kesayangan. Aku mencoba tersenyum kearah manajer. "Hmm... Aku... mau nyusul Ryusei!" ujarnya. Kuabaikan manajerku yang mengernyit bingung. "Kenapa harus naik taksi? Aku bisa mengantarmu kesana." Aku langsung menggeleng dengan kedua mata terbelalak. "Aku tidak mau merepotkanmu. Sudah yaa!" Kuhentikan taksi terdekat dan melompat ke dalamnya tidak lupa mengatakan tujuanku.
Semoga kamu baik-baik saja...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kutekan bel di sebelah pintu unit nomor 728 itu. Butuh 3 kali tekanan pada bel agar pintu itu terbuka dan menampilkan Keiko yang sudah terselimuti oleh selimut dan matanya yang menyipit. "Shun? Ngapain kesini?" tanyanya bingung. Aku melongo. "Loh! Tadi kamu kenapa nelpon?" Keiko terdiam sesaat sebelum akhirnya tertawa pelan. Tawa yang sebenarnya baru pertama kali kulihat. "Keiko..."
"Apa?"
"Itu... tawa pertama kali yang kulihat..."
"Gosah berlebihan, ah. Ini bukan pertama kali aku ketawa," balas Keiko, menyembunyikan wajahnya yang meranum. "oh iya, telepon tadi ya? Sorry tadi kontak Shun tertekan." Lanjutnya. Dia tersenyum geli. "Maaf ya, sampai repot-repot kemari."
Aku berdecak. "Bikin cemas saja," gumamku. Keiko memutar kedua bola matanya. "yaudah aku pulang dulu." Lanjutku hendak beranjak dari sana dengan langkah berat. Sebenarnya aku berharap Keiko menahanku, aku terlalu malas untuk menyetop taksi lagi. "Ga mau nginep disini aja? Aku ada futon di lemari. Kayaknya gak berdebu." Aku langsung tersenyum, kembali ceria.
Mataku pura-pura menyipit dan senyumku mencoba menggoda Keiko. "Apa?" balas Keiko.
"Bilang aja kamu mau aku bermalam disini. Iya, 'kan? Segitu kangennya~"
"Berisik! Mau apa enggak?! Mumpung aku lagi baik!" gerutu Keiko. Aku langsung mengangguk cepat dan masuk ke unit Keiko. Perempuan ini kadang menyeramkan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.