"Gue atas, lo bawah."
"Kaga! Gue yang atas!"
"Gue."
"Guelah! Kalo elo mah entar rusuh!" protes Rupin.
Dua bersaudara itu berdiri di depan pintu kamar, mengamati ruangan yang tak seberapa luas.
Sebenarnya takkan cukup untuk mereka berdua, tapi apa boleh buat.
Mereka baru saja pindah ke rumah kontrakan yang hanya memiliki dua kamar. Alhasil mereka harus sekamar dengan ranjang tingkat dua.
"Gue di atas. Males di bawah liat muka lo mulu," sahut Nopal dengan tampang dingin bawaannya.
Yang lebih tua sontak merengut kesal. Rupin mendongak menatap jengkel ke arah Nopal--sang adik--yang sialnya lebih tinggi darinya.
"Nopal jingan!" umpatnya syahdu.
"Lo pikir gue seneng hah, liat muka lo entar mondar-mandir naik-turun grasak-grusuk?!"
"Bacot."
Nopal melangkahkan kaki jenjangnya namun baru beberapa langkah, Rupin menarik belakang hoodie-nya.
"Pokoknya gue yang di atas!" ujar Rupin langsung mengambil langkah seribu menuju ranjang.
Tapi Nopal cukup gesit membalas Rupin dengan menahan kepalanya. Telapak tangannya yang besar pas sekali di kepala Rupin.
"Anjerr! Akhlak lo mana, Jingan??!!" misuh Rupin sembari menepis kasar tangan Nopal.
Adek kurang ajar emang, main cengkeram kepala orang aja kayak mau ngerukiah.
"Gue di atas. Titik," final Nopal tak ingin diganggu gugat.
"Lo bongsor, Jingan! Entar kalo papannya enggak kuat, gue yang kena tiban!"
"Lebay."
"Gue sumpahin tinggi lo nambah terus ampe kek tiang sutet. Mampus lo diburu Babinsa!"
Nopal hanya menatap datar Rupin yang misuh-misuh dengan bibir monyong seperti biasanya.
"Gak jelas," cibir Nopal lalu segera beranjak.
"Anjerlah! Gue di atas pokoknya!" Rupin gerak cepat melompat ke arah Nopal lalu memiting batang lehernya.
"Lepasin bege!"
"Kaga! Sebelum lo ngalah!" Rupin sekuat tenaga menahan agar tubuh bongsor Nopal tetap membungkuk di bawah tekanannya.
"Enggak. Gue tetep di atas," kekeuh Nopal.
Ia menarik-narik lengan Rupin dan kakinya melangkah sembarangan berusaha melepaskan diri dengan cara baik-baik.
"Lo ngalah kek! Gue di atas udah, titik!" ucap Rupin disela kesusahpayahannya menekan tubuh sang adik.
Tentu saja kekuatannya tak sebanding dengan Nopal.
"Enggak. Gue atas. Lo bawah."
Tiba-tiba Nopal langsung menegakkan tubuhnya sambil mendorong Rupin membuat Rupin terlontar hingga punggungnya membentur dinding kamar lalu kehilangan keseimbangan.
"ANJJ!!" umpat Rupin begitu pantatnya mendarat keras di lantai.
"Punggung gue ... astaga." Rupin meringis memegangi pinggulnya. "Pantat gue, anjer, aduh sakit banget ...."
Nopal hanya menatap Rupin datar, yang sakit yang mana, yang dipegang yang mana.
Rupin mencebikkan bibirnya menatap kesal ke arah Nopal.
"Jingan lo, ye!" hardik Rupin lalu dengan kecepatan cahaya menggerakkan kakinya.
Niatnya ingin menyepak kaki Nopal agar titan itu ikut tumbang bersamanya namun, lagi-lagi Rupin kalah cepat dengan reflek Nopal. Alhasil pergelangan kakinya malah membentur keras kaki ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Wabi-Sabi; NoPin
RandomHanya tentang dua kakak beradik yang mencoba untuk akur setelah sekian lama saling benci. Namun, keduanya sama-sama memiliki ego dan gengsi yang tinggi; membuat segalanya menjadi rumit. Si bungsu yang berkepribadian dingin; terkadang terlihat dewas...