"Lo mau sekolah atau ikut gue?" tanya Nopal.
Rupin mendongak menatap si muda yang lebih tinggi.
"Lo nyanyi doang, 'kan? Kalo sekalian debus baru gue tonton paling depan."
"Yaudah, gue berangkat."
Nopal langsung hendak masuk mobil membuat Rupin merengut memanyunkan bibirnya.
"Ajak sekali lagi kekk. Iya, gue ikutt! Mumet sekolah mulu."
"Bolos? Ntar gak lulus, nangis."
"YANG NGAJAKIN TADI SIAPA, GUE TANYA?" sungut Rupin ngegas.
"Tapi lo emang mau, 'kan?" tanya Nopal sedikit menarik ujung bibirnya.
"Iya! Iya! Jingan lo, ngeselin banget!"
"Eh, tapi gue pake seragam."
"Gak pa-pa, gue juga ntar."
Rupin menyipitkan matanya. "Lo bilang gini supaya gue tetep ikut, 'kan? Bilang aja lo yang mauan."
"Festival antar sekolah ya, emang pakai baju seragam. Masa baju renang?"
"Iya! Iya!" sahut Rupin jengkel.
Nopal hanya tersenyum tipis menatap wajah kesal menggemaskan sang kakak.
Setelahnya mereka terlebih dahulu mampir ke rumah Luthfi.
Rupin rasanya makin malu, tapi lebih dominan mau misuh-misuh.
Ternyata ucapan Luthfi 'Jangan lupain gue!' semalam bermakna jangan lupa menjemputnya.
"Motivasi lo nge-alay kek gitu apa, Pi? Gue ampe salah paham anjer!" cerca Rupin pada Luthfi yang duduk di depan sebelah sopir.
"Gue sok ngide aja sih, gataunya lo beneran kegocek," sahut Luthfi.
Rupin langsung mendatarkan ekspresinya.
"Fine, sampe sini aja lo, Pi, turun."
Luthfi langsung menyengir monyet. "Ampun maaf, Bang, tapi lo harusnya makasih ama gue, karna udah bikin lo berdua baikan."
"Baikan pala lo! Ogah gue!"
Nopal yang duduk di samping Rupin pun langsung bertanya dengan wajah tanpa dosa.
"Kenapa?"
Rupin pun makin naik darah. "Make nanya lagi ni bocah! Muhasabah diri lo! Sikap lo ke gue udah kayak mak tiri anjer!" cecar Rupin menggebu-gebu.
"Makanya, Pal, lo goblok banget sih, udah gue bilangin gak gitu caranya," timpal Luthfi.
"Tapi lo juga gak bilang cara lainnya gimana."
"Ya, kan belom kepikiran hehe ...."
Rupin sontak merotasikan matanya. "Pantes begaul, sesama dongo ternyata."
Rupin menyandarkan kepalanya yang mulai pusing ke headrest.
Meski mobil mahal, ternyata yang namanya mabuk darat tetap Rupin rasakan.
"Coba jelasin alasan lo ngejauhin gue, sebelum gue makin mabok."
Nopal terdiam sejenak. Ia menatap pada kursi sopir di depannya. Kemudian beralih pada Rupin yang menunggunya dengan serius.
"He said he has enemies and they could be targeting me or ... my family, you and mama. So I've to stay away and push you away too."
Rupin menyatukan alisnya. "Gitu doang?"
"Adek lo gobloknya emang totalitas, Bang. Makanya Pal, lo kalo bucin jangan pake hati aja, pake otak juga." Luthfi begitu bersemangat mengompori.
"Udah, diem. Makin pening pala gue dengernya. Bentar lagi muntaber, muntah berlian."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Wabi-Sabi; NoPin
De TodoHanya tentang dua kakak beradik yang mencoba untuk akur setelah sekian lama saling benci. Namun, keduanya sama-sama memiliki ego dan gengsi yang tinggi; membuat segalanya menjadi rumit. Si bungsu yang berkepribadian dingin; terkadang terlihat dewas...