"Nopal, bangun, Jingann!" seru Rupin sambil menggoyangkan kaki Nopal.
"Bangun, oi! Capek gue bediri gini!" keluh Rupin yang hanya bisa berdiri di tangga sambil berpegangan pada pembatas ranjang.
"Gue hitung satu ampe satu kalo lo kaga bangun gue kepret, ye!"
Nopal terlihat tak terusik sedikit pun membuat Rupin mencebik kesal.
"SATU! ... nah! Bangun lo anjerr!"
"Berisik, Pin," sahut Nopal dengan suara seraknya yang terdengar lebih berat.
"Siapa suruh lo kaga bangun-bangun, hah?! Simulasi alam sebelah lo?!" omel Rupin dengan bibir yang monyong-monyong kayak biasa.
"Ribut lo, ini gue bangun." Dengan malas Nopal mendudukkan dirinya.
Masih mengumpulkan nyawa beberapa detik, tiba-tiba tawa Rupin pecah.
"Anjer! Baru kali ini gue liat lo belekan!"
Nopal langsung mengusap-usap matanya. "Tetep aja gue ganteng."
Seketika Rupin mendengkus julid. "Ganteng lo mah sisa gue," sahut Rupin berbangga diri.
"Lo percobaan," balas Nopal.
"Jingaann! Ngajak ribut lo! Masih pagi juga!"
"Lo yang mulai."
"Au ah!" Rupin langsung turun sambil menggerutu.
"Gue mah kaga peduli lo dihukum gegara telat. Masalahnya kita berangkat bareng! Cepet mandi sana lo!"
Nopal menatap punggung sempit Rupin yang hilang di balik pintu.
Marahnya kenapa, ngedumelnya apa.
"Gak jelas," gumam Nopal seraya beranjak turun.
Setelah Rupin selesai menata makan, Nopal belum juga keluar dari kamar.
"PAL! MAKAN CEPET LO!" teriak Rupin.
Rasanya Rupin udah kayak emak-emak yang nyiapin sarapan buat anaknya terus ngomel-ngomel biar cepet makan supaya enggak telat.
Semenjak Rubi bekerja di warung makan, Rupin-lah yang menyiapkan sarapan. Terkadang Nopal juga membantu.
Beberapa saat kemudian Nopal akhirnya keluar.
"Dih, napa lo make itu?" tanya Rupin begitu Nopal duduk di hadapannya.
Matanya tertuju pada plester luka yang ada di dekat rahang tegas sang adik.
"Menurut lo?" Nopal bertanya balik dengan wajah dingin menyebalkannya.
Rupin mengerucutkan bibirnya kesal. "Tinggal jawab aja ribet lo!"
"Ya, lo tinggal mikir aja susah."
"Jingaann! Ngeselin lo!" Rupin langsung menyuap makanannya dengan jengkel.
Nopal melirik sebentar ke arah Rupin. Pipinya yang menggembung dengan raut marah terlihat menggemaskan.
"Kegores," jawab Nopal kemudian.
Rupin mengangkat pandangannya, menatap tepat ke manik bak jelaga milik Nopal.
"Kaga nanya gue!" sahutnya ngegas. Untung enggak muncrat.
"Terus tadi apa?"
Rupin mengerutkan hidungnya. "Alay lo! kegores doang pake Hansaplast."
"Gue gak pake merk Hansaplast," ujar Nopal polos.
"Bodo amat! Sama aja!" Seketika Rupin dibuat tambah dongkol.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Wabi-Sabi; NoPin
De TodoHanya tentang dua kakak beradik yang mencoba untuk akur setelah sekian lama saling benci. Namun, keduanya sama-sama memiliki ego dan gengsi yang tinggi; membuat segalanya menjadi rumit. Si bungsu yang berkepribadian dingin; terkadang terlihat dewas...