Nopal menutup bukunya setelah selesai mengerjakan tugas.
Matanya kembali menatap pada Rupin yang masih tidur memunggunginya.
Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam dan Rupin sepertinya berniat tidak akan bangun sampai besok.
Nopal pun memilih naik ke ranjangnya.
Saat sudah merebahkan diri, tiba-tiba suara serak Rupin menginterupsi.
"Pal, jam segini warung nasi goreng masih buka gak?"
Sontak Nopal duduk dengan rasa terkejut tak percaya. Apakah Rupin mengigau?
"Lo mau?"
"Hmm."
Rupin tidak mengigau, tapi mengapa ia berbicara pada Nopal? Bukankah dia sedang marah?
"Gue beliin." Nopal langsung beranjak turun.
Ia mendapati Rupin menutup diri dengan selimut sampai setengah wajahnya.
"Sekalian beliin martabak."
"Iya."
"Inget, pakai acar. Jangan saos bungkusan."
"Iya."
"Duitnya di lemari."
Nopal memakai jaket leather hitamnya lalu memasukkan dompet ke saku.
"Nggak usah."
Rupin terdiam mengerjapkan matanya memperhatikan Nopal yang berjalan keluar kamar.
"Pal."
"Mau apa lagi, hm?" tanya Nopal lembut seraya menatap Rupin.
"Hati-hati di jalan," cicit Rupin lalu segera menarik selimut menyembunyikan seluruh wajahnya.
Nopal tersenyum geli kemudian segera beranjak.
Setengah jam berlalu, Nopal sudah kembali dan Rupin menunggunya di meja makan.
"Lo nggak beli?" tanya Rupin karena hanya mendapati satu bungkus nasi goreng.
"Gue udah makan," jawab Nopal sambil mendudukkan diri di seberang Rupin.
Setelah membukanya, Rupin menyodorkan suapan pertama pada sang adik.
Nopal menggeleng. "Lo aja."
"Lo dulu."
"Gue udah sikat gigi."
"Makan. Kalo kepuhunan."
Mau tak mau Nopal membuka mulut membuat Rupin segera menyuapinya.
Setelahnya Rupin makan sendiri dengan lahap. Sedangkan Nopal sesekali mencuri lirik pada sang kakak.
Meski terlihat santai sejak tadi, sebenarnya Rupin berusaha keras menutupi kecanggungannya.
Rupin berdehem. "Lo pindah ke samping gue, gih. Males liat muka lo," dalihnya.
Nopal mengerutkan alis. "Udah dua kali lo ngomong kayak gitu. Utarain maksud lo apa?"
"Ya, nggak ada maksud apa-apa. Udah jelas ya, kan. Enggak enak liat muka lo tepat di depan gue."
"Apa?" tanya Nopal ulang.
Mendapati Nopal yang memasang mode serius, Rupin tanpa sadar meneguk salivanya.
"Lo ngerti canggung nggak sih, hah?" melas Rupin sambil menutup wajahnya. "Gue awkward banget anjerr nggak bisa jelasin."
Sudut bibir Nopal sedikit terangkat. Rupin yang berusaha jujur dengan malu-malu terlihat menggemaskan.
"Kenapa mesti canggung sama gue? Karna yang tadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Wabi-Sabi; NoPin
RastgeleHanya tentang dua kakak beradik yang mencoba untuk akur setelah sekian lama saling benci. Namun, keduanya sama-sama memiliki ego dan gengsi yang tinggi; membuat segalanya menjadi rumit. Si bungsu yang berkepribadian dingin; terkadang terlihat dewas...