06 - How It Started

2.1K 382 246
                                    

One year ago ....

.
.
.

Nopal membuka pintu kamar Rupin dengan kasar seperti biasa.

Sorot dinginnya menatap sang kakak yang tidur di lantai. Sepertinya Rupin berguling lagi dari kasurnya. Untungnya mereka tidak memakai ranjang.

Nopal segera menggedor-gedor pintu untuk membuat kebisingan.

"Oi! Bangun." Suaranya terdengar sangat dingin dan enggan.

Rupin yang terusik segera membuka mata. Ia meringis dalam hati saat merasakan sakit di kepalanya.

Mengabaikannya, Rupin mendudukkan diri lalu menatap nyalang ke arah sang adik yang berdiri menjulang.

"Bangsat! Lo nggak bisa liat gue tidur bentar, hah?!" tanya Rupin dengan alis yang mengerut tajam.

Hari ini minggu. Waktunya beristirahat, barang setengah hari.

"Masak sarapan sana," perintah Nopal tak berperasaan.

Sontak saja Rupin merasa teramat marah. Binar kebencian makin kentara di keping kembarnya.

"Sialan lo! Masak sendiri, Anj! Jan ganggu gue!"

Rupin segera berpindah ke kasurnya dan membelakangi Nopal.

Ia masih sangat mengantuk. Malam tadi dirinya baru pulang kerja lewat tengah malam.

Terlebih kepalanya makin terasa sakit nyut-nyutan.

"Ck. Lo tau tidur doang."

"Pertahanin sampai mama pulang. Enggak usah masak."

Setelah mengucapkannya, Nopal segera beranjak, meninggalkan Rupin yang menutup matanya rapat-rapat.

Ia berusaha mengatur napasnya yang memburu. Dadanya terasa sakit. Sulit untuk menahan emosinya yang berada di ujung tanduk.

Rupin mencoba untuk tidur lagi, tapi tak bisa.

Ia meringis samar sembari memegangi kepalanya. Rasa sakit ini cukup mengganggu.

Rupin terus memaksakan matanya, sampai pada akhirnya ia berhasil tertidur.

Setelah beberapa saat, Nopal kembali ke kamar Rupin.

Ia menatap datar Rupin yang tidur meringkuk seperti udang.

Kaki jenjangnya melangkah mendekat lalu menendang-nendang kaki Rupin.

Rupin yang tak benar-benar terlelap segera membuka matanya. Kelopak matanya masih terasa berat.

"Oi. Bagi duit," ucap Nopal enteng.

Benar-benar tak ada empati di dirinya.

Rupin menghela napas dalam lalu meletakkan kepalan tangannya di dahi; kepalanya masih terasa sakit.

"Buat apa, Jing?" tanyanya dengan suara serak datar namun, sarat akan emosi.

"Bensin, Sat," balas Nopal sama datarnya, tapi jelas menunjukkan rasa antipatinya.

Rupin melayangkan tatapan penuh kebencian dari sorot dinginnya. "Lo nggak bisa isi sendiri, hah? Toh, kan elo yang make."

"Lo juga."

[✓] Wabi-Sabi; NoPinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang