11 - Their Brothership pt.2

2K 321 94
                                    

Sesampainya di parkiran, keduanya berjalan berdampingan memasuki sekolah. Masih tak ada kata, seolah hanya ingin menikmati keberadaan satu sama lain.

Rupin melirik ke arah Nopal namun, hanya dapat melihat pundaknya. Seketika ia memanyunkan bibirnya kesal karena sang adik yang terlalu tinggi.

Merasa Nopal tak memperhatikan, Rupin coba-coba mendongakkan kepala. Tak disangka pandangan mereka langsung bertemu.

Sontak Rupin melebarkan pupilnya, cukup terkejut karena dirinya tertangkap basah.

"Apa liat-liat?!" Rupin langsung memasang mode judes.

Nopal mengernyit. Yang duluan liat-liat siapa, yang nanya siapa.

"Liat jalan noh, ntar nyusruk!" sungut Rupin sambil monyong-monyong.

Segera Nopal kembali menatap ke depan sembari mengulum senyum gemasnya.

Tak seberapa detik, tiba-tiba Rupin hendak terjerembab, untungnya Nopal dengan sigap menggaet lengannya.

"Makanya liat jalan," balas Nopal membuat Rupin auto mencak-mencak.

"Jingan! Ni salah tali sepatu!" Sambil manyun; Rupin mengangkat kaki kirinya guna menunjukkan tali sepatunya yang lepas.

"Tetap aja berarti lo nggak liat-liat, makanya keinjak."

"Diam! Tau apa lo soal," sahut Rupin dengan kebiasaan kalimat tak rampungnya.

"Gue tau." Nopal menyahut cepat lalu menghentikan langkahnya.

Rupin pun menyamai. "Apa?? Tau apa?? Tau Sumedang?" tanyanya sewot dengan ekspresi minta ditakol.

Nopal tak menjawab, melainkan langsung berlutut di hadapan Rupin.

Yang lebih tua sontak bergerak mundur. "Apa?! Mau lo lepas lagi talinya?? Sekalian aja ama sepatunya!"

"Cepat habis umur lo buruk sangka mulu," sahut Nopal sembari bergerak maju.

"Lo doain gue cepet mati?!" Rupin melotot menatap Nopal yang dengan telaten mengikat tali sepatunya.

Ujung bibir Nopal samar-samar terangkat. "Nggak mungkin gue doain diri sendiri mati juga," sahutnya rendah.

Walau begitu, Rupin masih mendengarnya namun, ia tak paham. "Apa si, gak jelas lo," cibirnya.

Bersamaan dengan itu sebuah suara muncul menginterupsi.

"Kenapa juga pagi-pagi gue ngeliat yang kayak ginian di koridor," ujar Dhani sembari berlalu melewati mereka.

Rupin yang kena julid temannya langsung menepuk pundak Nopal yang lagi proses berdiri setelah selesai mengikat tali sepatu Rupin.

"Kayak ginian apa maksud lo anjerr??" Rupin langsung berlari menyusul Dhani meninggalkan sang adik.

Nopal ikut berjalan lamban di belakang mereka. Memperhatikan punggung kecil itu, tanpa sadar senyuman tipis terbit di wajahnya.

Mereka yang tiba-tiba 'asing' selama seminggu, sekejap menjadi akrab lagi dalam hitungan detik.

Tanpa ada kata maaf ataupun membahas hal yang membuat mereka saling diam. Semuanya secara alami berjalan seperti biasa.

Saat Nopal masuk kelas, suara Luthfi langsung menyapa pendengaran.

"Heh?! Lo kerasukan??" tanyanya karena tak mendapati wajah suram si sahabat triplek.

Nopal hanya menggeleng seraya mendudukkan diri di kursi. Matanya tertuju pada bungkusan di atas meja.

"Dikasih Somi, tadi dia ke sini. Katanya lagu lo bagus. Semoga 'kita' yang lo maksud bisa cepet bergandengan tangan." Luthfi langsung saja menyampaikan amanat dengan lancar.

[✓] Wabi-Sabi; NoPinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang