"Belum baikan nih ceritanya?" Luthfi yang tadi memilih menunggu di motor segera menyamai langkah saat Nopal melewatinya.
Nopal hanya menggumam malas sebagai jawaban.
Luthfi sudah menebak ini dari awal jadi enggak heran-heran amat.
Apalagi saat tadi mereka sampai sekolah berbarengan. Alhasil Luthfi melihat jelas perang dingin antara kedua bersaudara itu, terlihat sulit berakhir.
"Gue paham sifat lo, Pal, tapi yakin dah. Satu kalimat yang lo ucapin bisa--"
"Udah," potong Nopal datar.
"Hah? Serius lo?" Luthfi langsung menatap tak percaya pada sosok di sampingnya yang hanya menatap lurus tanpa ekspresi.
Nopal lagi-lagi hanya menggumam enggan.
Ia memang sudah mencoba berbicara semalam, tapi Rupin tak meresponnya.
Luthfi menyipitkan mata. "Lo ngomongnya kaga bener pasti," tebaknya.
"I'm serious."
Tentu Luthfi paham betul di situasi seperti ini Nopal tak mungkin bercanda, tapi tetap saja, Luthfi yakin yang diucapkan Nopal pasti bukan kata yang bisa membuat mereka baikan.
"Lo coba lagi. Usahakan kata yang keluar pertama kali tuh kata maaf--"
"No more words." Nopal kembali menyela ucapan Luthfi dengan dingin. Ia lalu melebarkan langkahnya meninggalkan sang 'penasihat pribadi'.
Nopal sudah mencoba, tapi sepertinya Rupin masih ingin menghindar. Alhasil dirinya memutuskan untuk diam saja.
Tak jauh di belakang mereka, seseorang juga menjadi saksi perang dingin antara dua bersaudara itu.
"Loh? Beneran lagi ada cold war, ya?"
Di kelas, Rupin hanya duduk menempelkan pipinya di lipatan tangan.
Hal yang sama juga dilakukan kawan akrabnya, sebut saja inisialnya Arkaan Harith Ardhani. Mereka berdua saling berhadapan dengan pikiran masing-masing.
"Lo pernah nggak si, Dhan?" tanya Rupin memang enggak selesai supaya memancing emosi.
Rupin menatap Dhani yang sedari tadi menutup matanya.
"Oi, Dhan." Rupin menusuk-nusuk pipi mochi sahabatnya itu dengan telunjuknya.
"Jingan! Gue dah ketiduran tadi," omel Dhani dengan suara serak ngantuknya.
"Siapa suruh lo sleep call, sleep call tai kucing, ampe lewat tengah malem ama Rama," balas Rupin si iri yang enggak mampu.
Dhani memilih memejamkan mata lagi. Meski begitu, kakinya-lah yang bertindak menyepak kaki Rupin.
"Gada otak! Kita ngerjain tugas bareng," koreksi Dhani.
"Nyenyenye." Rupin tau kalau yang awalnya nugas cuman Rama, tapi Dhani juga ikutan bikin tugas biar ada alasan video call lama.
Makanya Dhani selalu selesai mengerjakan tugas tepat waktu dan enggak ngeluh. Baguslah, Rupin jadi bisa nyontek.
"Lo nanya apa tadi, hah?!" Walau kesal dan ngegas, Dhani juga tetap perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Wabi-Sabi; NoPin
CasualeHanya tentang dua kakak beradik yang mencoba untuk akur setelah sekian lama saling benci. Namun, keduanya sama-sama memiliki ego dan gengsi yang tinggi; membuat segalanya menjadi rumit. Si bungsu yang berkepribadian dingin; terkadang terlihat dewas...