Kini sudah empat bulan sejak tahun ajaran baru. Hari ini sekolah mulai menambahkan jam pelajaran untuk kelas dua belas dalam rangka menghadapi ujian-ujian kelak. Dari hari Senin sampai hari Kamis.
Sekarang Nopal berjalan sendirian di teras pinggir lapangan. Matanya tertuju pada pintu kelas yang terbuka di depan sana.
Ia masih tak percaya kakinya membawanya melewati jalan ini.
Saat sudah dekat, tiba-tiba Rupin keluar kelas. Sontak pandangan kakak beradik itu langsung bertemu.
Nopal sedikit terkejut karena merasa tertangkap basah. Untung wajah datarnya tetap bergeming.
"Napa?" tanya Rupin heran.
Nopal menggeleng, karena ia memang tak ada keperluan.
"Mau ke parkiran."
"Biasa lewat samping juga. Tumben amat lo muter lewat depan."
"Suka-suka gue," sahut Nopal sambil berlalu.
"Dih." Rupin memasang wajah julid campur kesal.
Ia pun ikut beranjak, tapi baru beberapa langkah kembali berbalik.
Terdiam sedetik menatap punggung sang adik.
"Oi! Gue pulang jam empat!" ujarnya kemudian.
Nopal berhenti lalu menghadap Rupin.
"Gak nanya," jawabnya sukses membuat Rupin melotot sambil manyun. Matanya pun mengerjap cepat.
"GEER LO! Maksud gue ... maksud gue kasi tau mama!"
Nopal terdiam memandangi wajah kesal sang kakak yang malah terlihat imut.
Pulang sama siapa? Mau gue jemput? Pertanyaan yang hanya sampai di tenggorokan.
"Bilangin juga gue pulang sama temen!"
Temen yang mana? Lagi, lidahnya terlalu kelu untuk berucap.
"Ya," balas Nopal sambil berbalik. "Kalo inget," lanjutnya.
"Jingaan!!"
Sudut bibir Nopal otomatis terangkat. Entah mengapa umpatan sang kakak selalu terdengar menyenangkan untuknya.
Sesampainya di rumah, Nopal mendapati Rubi seperti biasa sedang menjahit tepat di depan jendela.
"Ma, katanya Rupin pulang jam empat sama temennya." Nopal langsung saja menyampaikan amanat.
"Iya, tadi malam Rupin udah bilang," sahut Rubi menaruh atensi sepenuhnya pada si bungsu.
Reflek Nopal mengernyit. Kalau sudah disampaikan, mengapa tadi Rupin menyuruhnya lagi?
"Kenapa?" tanya Rubi karena wajah Nopal yang terlihat bingung.
"Aneh aja, Rupin malah nyuruh ngasih tau mama lagi."
Rubi pun tersenyum penuh arti. "Kayaknya bukan ngasih tau mama, deh."
Nopal hanya menatap sang mama dengan tatapan tak mengerti.
"Mending makan dulu sana, udah siap di meja," ujar Rubi sambil menahan tawa.
"Iya, nanti." Nopal segera berlalu masuk ke kamar.
Sekitar jam empat sore, Nopal beranjak keluar sambil membawa gitar dan segelas es kopi.
"Mau ke mana?" tanya Rubi.
"Ke teras." Nopal menjawab sembari menunjuk kursi di depan.
Rubi mengangkat kedua alisnya sedikit heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Wabi-Sabi; NoPin
RandomHanya tentang dua kakak beradik yang mencoba untuk akur setelah sekian lama saling benci. Namun, keduanya sama-sama memiliki ego dan gengsi yang tinggi; membuat segalanya menjadi rumit. Si bungsu yang berkepribadian dingin; terkadang terlihat dewas...