Pesan itu sampai ketika Yudhistira Nara Arya baru saja menyelesaikan sesi latihan sore bersama tim nasional. Dilayar ponsel jelas tertulis nama adik bungsunya yang mengetik dengan singkat padat dan jelas. Yudhis tidak tahu pada siapa saja pesan itu disampaikan karena si kecil sepertinya lupa bahwa mereka punya grup keluarga yang menampung semua kakak-kakaknya.
Nafas dihela panjang, bulan ini dia belum bisa pulang, ada banyak jadwal latih tanding yang harus dia lakoni sebagai penyerang utama tim nasional sepak bola sebelum menghadapi kejuaraan Asian Games enam bulan lagi.
"Yudhis, duluan ya."
Teman-temannya keluar satu persatu, menaiki bus yang akan membawa mereka kembali ke asrama. Yudhis menutup ponsel, mungkin yang lain akan pulang, kehadirannya tidak akan terlalu dibutuhkan.
***
Tidak ada yang tidak mengenal sosok Jeffry Rasendriya di ibukota ini, semua orang juga tau bahwa lelaki itu adalah cerminan pria mapan yang sempurna.
Wajahnya terpahat seperti Dewa Yunani, senyumnya bisa melelehkan gunung es. Oke, itu berlebihan. Tapi, lelaki itu memiliki semua hal yang orang-orang impikan.
Menjadi pemimpin sebuah perusahaan yang bergerak dibidang kuliner dan frozen food membuatnya sukses sebagai salah satu pengusaha muda yang cukup berpengaruh.
Booth makanannya tersebar dimana-mana, bahkan sudah melebarkan sayap ke luar kota, terhitung sekitar tiga ratus cabang dengan ribuan reseller yang sudah berkerja di bawah naungannya.
"Hari ini bapak ada jadwal bertemu dengan Mas Angga dari Media Nusantara. Mau diundur. Pak?"
Diundang sebagai pembicara bukan lagi hal yang baru, Jeffry menikmati kesuksesannya setelah berjuang bertahun-tahun, jatuh bangun dengan kaki tertatih.
"Saya bisa," katanya.
"Baik pak, saya akan menghubungi Mas Angga. Permisi."
Tubuhnya disandarkan ke kursi tunggal, menatap papan nama bertuliskan CEO yang terpasang di meja dengan senyum lebar.
Akhirnya.
"Maaf mengganggu pak, ada yang mencari bapak di luar."
"Siapa?"
"Mario Mahavira, katanya."
"Suruh masuk aja."
Pintu lebar itu terbuka lebar, menampilkan sosok lelaki dengan kacamata bulat dan kemeja digulung sesiku.
"Bang, kamu nggak baca pesan Chel?"
Kening Jeffry mengerut, "Bilang apa dia? Uang bulanannya habis?"
"Bukan. Dia minta kita pulang."
"Abang nggak bisa. Banyak jadwal bulan ini sampai bulan depan. Kamu aja pulang, nanti abang belikan tiket kereta dan kirim uang."
"Bang, bukan itu masalahnya."
"Abang sibuk, Mario."
Kalimat itu sudah cukup bagi Mario untuk segera undur diri, keluar dari perusahaan milik kakaknya yang berdiri megah di jantung kota.
Tubuhnya berpapasan dengan sosok perempuan yang sering kali dia lihat menghiasi laman sosial media sang kakak, perempuan itu membawa bungkusan makan siang dari restoran terkenal, buru-buru menahan lift, mengabaikan tatap Mario yang memerhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
***
"Yaudah pulang aja. Minggu depan kuliahnya nggak padat kan, Je?"
Tidak semudah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
pulang
Fanfictionseberapa jauh orang bisa melangkah pergi? seberapa lama orang bisa bertahan untuk tidak kembali? pulang menjadi kata asing bagi mereka yang sudah lama melupakan jalan menuju rumah. (c) ganymedeworks