para puan

2K 428 49
                                    

"Papa beneran nggak usah ikut nih?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa beneran nggak usah ikut nih?"

Nahila menggeleng, mengikat tali sepatunya lebih erat sebelum meloncat turun dari mobil sang ayah.

"Inget loh, ke TU terus izinin aku sama Jevan. Yaaaa?"

"Iya sayang. Salam buat Jevano, turut berdukacita dari kita sekeluarga."

"Oke!"

Agung Wiryawan masih menatap putri kecilnya yang sudah tumbuh dewasa, carrier birunya mengembung karena barang bawaan yang dimasukkan Ayunda terlalu banyak. Dia masih di sana saat Nahila menaiki peron kereta yang akan membawanya ke salah satu kota di Jawa Tengah, menyusul pria yang baru saja melepas orang tuanya ke Surga semalam.

"Nana udah gede aja sih."

***

Sejujurnya, ini kali pertama Nahila bepergian keluar kota sendirian, dia pernah naik kereta sebelumnya tapi bersama rombongan anak-anak mapala kampus ke Jogja, juga ke Bandung buat survey lokasi tapi sendirian seperti sekarang? Oh tentu tidak, Agung Wiryawan tidak semudah itu melepasnya.

Namun, rengekan juga bantuan penjelasan dari mama membuat ayahnya luluh, walaupun harus berdebat karena sang ayah bersikeras untuk ikut dengan alasan bahwa Jevano juga mahasiswanya.

Ada rasa excited sekaligus gugup, mama sudah mewanti-wanti untuk tetap siaga, karena Nahila tidak memiliki teman dalam perjalanan, maka dari itu, Nahila sudah menyiapkan playlist untuk menemaninya.

"Misi dek?"

"Iya?"

Kepalanya mendongak, menatap seorang wanita dengan leather jaket hitam  yang menegurnya lembut.

"Kursinya kosong?"

"Kayaknya sih kak."

"Saya di sini, ya. Agak kagok duduk sendiri."

Nahila bergeser, menyilakan perempuan muda itu untuk duduk di sana, bersyukur karena dia tidak harus sendiri menghabiskan kurang lebih enam jam ke depan.

"Saya Helenina."

"Nahila, Kak!"

Perempuan itu tersenyum, memeluk tas ranselnya di dada. Nahila mengalihkan pandangan ke luar jendela, Jakarta yang mulai berkemas untuk memulai hari di pukul enam adalah pemandangan yang jarang sekali bisa Nahila saksikan.

Pepohonan yang mengabur saat kereta mulai melaju keluar Jakarta membuat air matanya ikut menetes, padahal dia belum pernah sekalipun bertemu ibu Jevano, tapi kehilangan yang lelaki itu rasa mengetuk batinnya, membuat Nahila menangis atas perih yang dirasakan Jevan.

"Butuh tissue, dek?"

"Oh, makasih kak."

Perempuan bernama Helenina di sampingnya tersenyum, menyodorkan tissue yang diambil Nahila dengan ucapan terima kasih. Padahal dari sudut mata, dia bisa melihat penampilan yang sama kacaunya.

pulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang