jika nanti

1.8K 416 74
                                    

Jovanka Sailendra tidak pernah tau bahwa menjadi sulung pengganti ayah sebegini sulitnya.

Keputusan Yudhis sudah tidak bisa diganggu gugat, pria itu harus menjalankan misi negara di sebuah pertandingan bergengsi yang sudah terjadwal. Entah dia harus bersyukur atau bersedih mendengar bahwa adiknya lebih memilih mengirimkan sejumlah materi daripada menyisihkan separuh waktunya untuk pulang.

Ibu dan Yudhis dalam ingatan Jo memang tidak seakur Ibu dan Jeffry. Dia dan adik pas di bawahnya itu lebih berkiblat pada ayah, setelah kematian beliau dan ibu semakin sibuk, keduanya pun bersikap biasa saja.

Tapi, bagi Jo, ibu tetaplah ibu.

Wanita tua itu yang membuat mereka bisa berdiri di kaki masing-masing sampai saat ini. Mengorbankan waktunya untuk membanting tulang agar dia dan adik-adiknya bisa bersekolah dengan layak, mendapatkan hidup yang lebih baik, mengembangkan sayap di luar kampung mereka yang tidak bisa diharapkan.

Doa-doa yang Wanita itu tuturkan selalu menembus langit, melindungi dan memeluk di manapun mereka berada. Jo tergugu diakhir subuh, mengepak barangnya dalam satu ransel yang penuh.

Dia akan pulang.

Tidak peduli dengan keras kepala adiknya yang masih memilih bertahan, tidak peduli statusnya sebagai anak sulung yang semestinya bisa jadi rantai penyatu di antara mereka, tidak peduli apakah Yudhis, Jeffry dan Kavindra masih bertahan dengan ketidakpedulian mereka.

Yang jelas, Jo akan pulang.

"Mario ..."

"Ya, bang?"

"Gimana ibu?"

Ada hela napas tertahan diujung panggilan yang membuat Jo beku.

"Aku sudah tanda tangan persetujuan tindakan lanjut, bang. Sekarang ibu lagi istirahat, Jevan nemenin Chel ke sekolahnya."

"Abang sudah mau jalan."

"Oh ... jadi pulang bang?"

"Jadi ..."

"Ya sudah, hati-hati ya, bang. Aku tutup teleponnya."

Jo menarik tas travelnya dengan semangat, mengunci pintu apartemen sebelum turun ke basement mengambil mobil. Dia akan berkendara sendirian selama kurang lebih tujuh jam lamanya untuk bisa sampai ke rumah. Tidak apa-apa, adrenalinnya berpacu lebih kuat karena perasaan asing yang tiba-tiba muncul.

Oh, begini ya rasanya kembali.

"Mas Jo ..."

"Eh Kinan ..."

Thenessia Kinanti adalah salah satu pegawai di studio yang tinggal di unit apartemen yang sama dengan Jo.

"Mas mau kemana?"

"Pulang kampung."

"Loh ..."

Satu ungkapan kaget dari Kinan membuat Jo mengangkat alis.

"Kenapa?"

"Mas lupa ya? Hari ini ada pemotretan dengan Locco."

Ah, shit!

Jo lupa dia sudah menandatangani kontrak baru minggu lalu.

***

Mario untuk kali pertama menitikkan air mata saat sampai di rumah sakit tempat ibunya dirawat dan melihat kedua adiknya berpelukan di depan ruang ICU.

Kondisi ibu kembali menurun, Mario duduk dikursi tunggu dengan kedua tangan menopang kepala, dia tidak bisa melihat tatapan Chelsea yang meredup, juga sembab di mata Jevan yang menandakan bahwa pilu yang dia rasa pun serupa dengan apa yang adiknya rasa.

pulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang