9. Puisi Untuk Ayah (2)

25 12 9
                                    

Happy reading gaes



Keyla menarik napasnya dalam-dalam mencoba bersikap sedikit lebih tenang sebab sekarang tangannya sudah cukup gemetar. Bukan karena gugup, tapi karena dia merindukan sosok pria yang amat dicintainya.

"Sekian, terimakasih! " ucap Keyla yang dibalas dengan tepuk tangan oleh beberapa penonton kecuali pria dengan kacamata hitam.

Pria itu hanya menatap Keyla dengan mode diam. Begitupun Keyla gadis itu menatap pria dengan kacamata itu dengan beban pikiran yang kian bertambah.

•••

"Ra, lo tau sama pria yang pakai kacamata itu nggak? " bisik Keyla ketika telah duduk di samping Zahra.

"Enggak, emang naon? " matanya langsung mengamati sosok pria yang ditunjuk Keyla.

"Aneh nggak sih? Masa iya kesini pakai kacamata hitam, terus pas semua orang tepuk tangan ke gue dia malah diam aja. " bisiknya sambil mengamati pria itu.

"Siapa tau dia buta, jadi nggak dengar kamu baca puisi. " jelas Zahra santai.

"Lo kalau ngomong jangan ngebug, Ra. Kalau buta itu artinya dia nggak bisa lihat. Kalau budeg baru nggak bisa dengar, gimana sih! " ucap Keyla ngegas namun masih dengan suara yang pelan.

"Apaan sih, Key. Nggak jelas lo! "

"Lo yang nggak jelas, ah males, bikin kesal aja nih setan! " ucap Keyla dengan wajah kesalnya

"Nggak boleh ngomong kasar, Key! " sahut Zahra yang tidak digubris oleh Keyla.

Sekarang mereka berdua hanya saling terdiam  mengamati siswa yang membacakan puisi di depan sana. Hingga ketika salah seorang yang amat mereka kenal tampil di depan sana.

Pria itu adalah Abidzar, sosok pria dengan sorot mata yang tajam setajam silet. Aura dingin dari sikapnya menular kepada lingkungan sekitarnya. Terlihat menawan tapi sangat mematikan, wajah datarnya terpapar di depan sana.

"Abi kalau udah kayak gini, vibesnya kayak horor nggak sih, Key? " bisik Zahra.

"Tapi Abi tuh auranya mempesona banget, kan? " ucap Keyla ngawur.

"Apasih, Key." ucapnya menjitak kening milik Keyla.

"Baik, saya akan menbacakan sebuah puisi "

Untukmu
_______
Karya Abidzar Alghifari

Digelap malam
Angin menyapa tubuhku yang kecil dan lemah
Aku berharap di malam itu
Akan ada sebuah pelukan
Pelukan yang membuat tubuhku hangat

Tapi sayang
Aku tidak mendapatkan pelukan itu
Aku memeluk tubuhku sendirian
Menatap sang rembulan yang samar-samar terlihat

Untukmu
Yang telah lebih dulu meninggalkanku
Terimakasih telah menitipkan hati yang kuat
Terimakasih telah membuat aku ada di bumi ini

Dan untuk engkau
Pria yang selama ini disampingku
Terimakasih telah merawatku
Terimakasih telah menjadi sosok pengganti ayah
Meskipun
Aku tak pernah menemukan kehangatan dari dalam dirimu

Abidzar menghembuskan nafasnya kemudian bersikap dengan amat tenang. Dia menunduk enggan menatap kedepan, karena di sana ada sumber kecewa.

Perlahan dia mengangkat kepalanya ketika mendengar sebuah tepukan yang teramat keras yang bersumber dari kaum hawa. Matanya menatap kepada dua gadis yang tersenyum lebar kepadanya.

Abidzar mendengus sebal ketika melihat Zahra dan Keyla tersenyum dengan menaik turun alis mereka. Entah apa maksud mereka namun hal itu berhasil membuat Abidzar tersenyum dengan tipis. Senyuman yang tadi tidak dilihat oleh siapapun kecuali dua tuyul itu, yap dia Zahra dan Keyla.

"Wiiih, gileee! Abi senyum, Key! " ucap Zahra tidak terkontrol.

Keyla dengan sigap menutup mulut Zahra, takut jika perempuan berhijab ini melakukan atraksi tidak wajar, "Ngomongnya jangan keras-keras, Ra. Ingat kata pak Sirka 'Jangan buat keributan! '. Nanti gara-gara lo gue juga kebawa-bawa, Ra! " bisik Keyla sambil melirik pak Sirka yang masih belum sadar dengan suara yang dikeluarkan Zahra barusan.

Zahra melepaskan tangan Keyla dengan kasar dari mulutnya, "Santai aja, kelleees! " ucap Zahra dengan santai.

"Kalian berisik amat sih, lama-lama gue santet juga kalian mah! " ucap salah seorang siswi yang duduk dibelakang Zahra.

"Nggak boleh gitu, Sinta. Itu namanya syirik, dan syirik itu termasuk sesuatu yang dibenci oleh Allah. Kalau udah dibenci Allah berarti masuk neraka. Kalau masuk neraka berarti menderita, kalau mende-"  ucapan gadis berhijab itu terhenti ketika si tomboy sudah membukam mulut Zahra dengan sebuah tisu.

"Ribet amat hidup lo, Ra. " ucap Keyla yang dihadiahi cubitan kecil oleh Zahra.

"Oke assalamualaikum, sebelumnya saya mohon maaf jika puisi ini tidak ada sangkut pautnya dengan tema sekarang ini. Karena jujur jika membahas masalah ayah saya sendiripun tidak tahu dimana keberadaan beliau. Masih herpijakkah di bumi atau sudah terbaring di dalam bumi, namun pesan singkat untuk engkau

Dimana pun sekarang ayah berada, aku harap engkau bahagia. Jika sekarang kau masih menghirup udara yang segar, semoga saat ini engkau sedang tersenyum. Dan jikapun engkau tengah menghirup bau tanah, aku harap kau dalam ketenangan.

Puisi saya ini saya serahkan untuk engkau perempuan yang memiliki hati sebaik hati malaikat.

Malaikatku
___________
Habib Alghairy

Matamu bersinar cerah
Secerah mentari pagi yang menyapa bumi dengan kehangatannya

Kemaren aku datang kepadamu dengan sebuah tangisan
Lalu kau menyambutku dengan kehangatan
Setiap malam aku selalu membuatmu terjaga
Namun, kau tidak marah

Belaianmu membuatku terbuai indah
Kemudian esoknya kau menyambutku dengan senyuman manismu
Kau tidak pernah marah
Ketika aku nakal

Ummi
Malaikatku
Maaf jika aku menjengkelkan
Maaf jika aku membuat dirimu lelah

Ummi
Malaikatku
Terimakasih karena telah menjagaku
Terimakasih telah merawatku
Terimakasih telah memberikan apa arti bahagia
Meski aku sendiri belum bisa menemukan apa itu kebahagiaan
Tapi denganmu hadir dihidupku
Setidaknya aku tidak kesepian lagi

•••

Jangan lupa tinggalin jejak kalian yah guys
Biar aku semangat up nya




Jangan lupa ibadah❤
Aku sayang kalian

Ruang Kosong (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang