14. Senja untuk Zahra dan Keyla

54 32 168
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hai, aku cuma mau pamer foto doang
Udah itu aja!
Btw, kalian suka senja nggak?


Selamat membaca buat kamu
Love you banyak-banyak
💖💖💖💖💖

🐝🐝🐝

D

Dua gadis terlihat bahagia saat berlari-lari di tepi pantai. Ujung kaki mereka sudah tenggelam oleh air ombak yang datang menghampiri mereka. Gelombang laut yang berlari dengan liar ke arah mereka membuat mereka sesekali menjauh ke tepi, takut jika semua pakaian mereka basah.

Langit tampak begitu cerah dan bahagia, gemercik warna jingganya menandakan kehangatan ini akan segera sirna. Matahari pun sudah akan bersiap tenggelam di ujung laut dengan sangat indah.

Kedua gadis itu tampaknya sekarang tengah duduk santai dengan nafas yang masih tidak beraturan akibat terlalu bersenang-senang tadi.

Mereka duduk sambil menatap langit senja yang indah. Entah kenapa senja itu sangat mendamaikan setiap mata yang melihatnya. Warna jingganya memang berhasil menggoda setiap mata manusia, buktinya sekarang Zahra dan Keyla sibuk memotret langit yang jingga itu. Entah untuk mereka bagikan atau hanya untuk sebuah kenangan yang tersimpan rapi sebagai bukti bahwa senja pernah mengobati rasa lelah mereka, ataupun sebagai sebuah kenangan bahwa senja adalah saksi atas hati mereka yang terluka.

"Key, lo kenapa ngajak gue ke sini? " tanya gadis dengan jilbab hitam itu.

"Nggak papa, lagi pengen cari inspirasi aja buat lukisan gue. " balas Keyla santai sambil menatap sang matahari yang sudah setengah itu.

"Temanya apa? "

"Kebebasan. " ucap Keyla sambil tersenyum kepada sang senja, "Lo senang gue ajak kesini, kan Zahra? " tanya gadis itu.

Zahra hanya mengangguk sambil tersenyum, dia menatap matahari yang perlahan tenggelam. Sekarang langit hanya menyisakan sedikit warna jingga yang masih terlihat indah, hingga akhirnya disambut oleh iringan suara adzan maghrib.

"Lo mau sholat dulu, Ra? " tanya Keyla di balik sayup-sayup suara adzan.

Zahra menggeleng pelan, "Lagi ada tamu. " bisiknya. "Lo nggak? " Zahra balik bertanya kepada Keyla.

"Sama, gue juga lagi ada tamu. " jawabnya sambil menampilkan deretan giginya yang putih di balik gelapnya pantai.

•••

Sekarang dua manusia ini tengah asik duduk di sebuah kedai mie ayam yang letaknya tidak jauh dari posisi pantai tadi. Sepertinya bahagia juga bisa membuat manusia lapar, bukankah begitu?

Rasanya perut mereka berteriak histeris seperti monyet yang kehilangan pisang miliknya. Dan, di tempat ini mereka menemukan solusinya. Kedai mie ayam milik bu Musdhalifah ini memang terkenal dengan rasanya yang enak ditambah dengan harganya yang sangat pas di kantong mereka.

Zahra sibuk dengan gawai miliknya, melihat hasil jepretan langit yang terlihat begitu aestestick. Sedangkan Keyla, gadis itu hanya diam memikirkan ide untuk lukisannya.

"Udah lama kita nggak main ke pantai kan, Key?" Zahra membuka percakapan sambil menunggu mie ayam itu datang.

"Iya, seingat gue terakhir kita ke sini waktu kelas 1 SMP. Itupun bareng Abi, Nopal, sama Habib." timpal Keyla mengingat kejadian dulu.

"Iya, kita sering banget ke sini yah, cuma buat hilangin rasa capek." Zahra mengangguk ketika mengingat kejadian empat tahun lalu.

"Neng Zahra sama neng Keyla udah lama nggak kemari. Udah nggak kangen lagi sama mie ayam buatan ibu?" Seorang wanita paruh baya datang membawa dua mangkuk mie ayam untuk dua bocah ini.

"Kangen sih, Bu. Tapi ya gitu lah, Bu. Lagi sibuk sama urusan dunia yang nggak ada ujungnya. " timpal Keyla.

"Jangan terlalu serius, dunia ini emang sering becanda. Jadi, sekali-kali nggak papa lah refreshing atau apa tuh namanya, selep heling? " ucap Musdalifah sambil ikut duduk di samping mereka.

"Self healing, Bu sayang." jelas Zahra membenarkan ucapan dari Musdhalifah.

Sedangkan Musdalifah hanya mengangguk mendengar ucapan dari Zahra.

"Assalamualaikum, Ibu Musdhalifah yang cantiknya natural dan kece badai lagi. Aku pesen mie ayam tiga yah, Bu!" Suara seorang pria yang berasal dari depan pintu.

"Wa'alaikumussalam." jawab Musdalifah dengan senyumannya yang ramah, "Kayaknya itu teman kalian, yah?" tanyanya kepada Zahra dan Keyla.

"Anggap aja bukan, Bu. Zahra nggak kenal mereka, dan nggak mau kenal juga!" jawab Zahra dengan ekspresi datarnya ketika melihat ketiga pria yang baru masuk itu.

Entah itu kebetulan atau memang ini adalah sebuah takdir bahwa Naufal, Abidzar dan Habib sekarang tengah duduk di sebuah deretan bangku yang tidak jauh dari mereka.

Zahra dan Keyla berusaha tidak menggubris keberadaan para tiga manusia titisan cabe rawit itu.

"Ra, lo kenapa? Judes amat mukanya." ucap Naufal sambil berteriak dengan sengaja, padahal jarak mereka duduk hanya beberapa meter saja.

"Nggak usah teriak-teriak juga kali! " ucap Habib kepada Naufal.

"Lagian tuh cewek nggak ada anggun-anggunnya kalau makan. Liat noh!" ucap Naufal membuat mata Habib dan Abidzar menatap ke arah mereka.

Terlihat di sana Zahra dan Keyla menyendok mie ayam dengan sangat lapar dan lahap. Seperti orang yang belum makan satu bulan.

"Apaan liat-liat, mau gue congkel tuh mata terus gue ganti sama mata sapi? "

"Santai, Ra. Kalem bro, kalem." Keyla berusaha menenangkan gadis ini dengan memberikan secangkir teh es kepadanya.

"Lagian, bikin kesel aja."

"Dih, lama-lama Zahra udah kayak psikopat aja nggak, gengs?" bisik Habib kepada dua sahabat sejatinya itu.

"Kebetulan banget nggak, sih? Kita ketemu di sini bareng dua tuyul itu." ucap Naufal dengan sorot mata yang mengarah kepada Keyla dan Zahra.

"Gue jadi keinget waktu dulu." timpal Abidzar dengan suara serak miliknya.

"Iya, kita sering banget main ke pantai ini, cuma buat melepaskan rasa capek." sambung Habib, pria itu tersenyum ketika mengingat masa kecil mereka.

"Hm, nggak kerasa waktu udah berjalan dengan begitu cepat, yah?" ucap Naufal.

Tidak lama setelah kegiatan mengingat sebuah sejarah, akhirnya mie ayam datang membuat tiga biawak ini berhenti berbicara, kemudian beralih menyantap makanan yang sudah dihidangkan oleh Musdhalifah.

"Sumpah gue kangen banget sama mie ayam Bu Musdalifah, loh," Habib bersemangat menyambut mie itu.

Abidzar dan Naufal hanya mengangguk menyetujui ucapan Habib. Jujur saja, mereka benar-benar rindu dengan mie ayam buatan Musdalifah ini.

•••

Selamat menikmati hari-hari yang melelahkan

Jangan nyerah, ingat tujuan awal kalian apa!

Bismillah dulu :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ruang Kosong (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang