Bagian 1

381K 5K 339
                                    

Author POV

Suasana kota yang ramai seperti metropolitan memang tampaknya merupakan hal yang tidak diinginkan beberapa orang. Setiap pagi di hari kerja, jalanan akan ramai, suara mobil dan motor bersahut-sahutan, dan toko-toko mulai menjalankan bisnisnya. Orang-orang dengan rambut klimis dan jam tangan mahal, akan berada di kursi penumpang mobil mereka sambil mengukur waktu sampainya ke gedung perusahan karena terjebak macet di tengah jalan.

Seperti yang tengah dihadapi oleh keluarga Handoko. Sang kepala keluarga bernama Jaya Handoko, beberapa kali berdecak kesal karena dia kemungkinan akan melewatkan rapat penting di perusahaan. Beberapa waktu belakangan perusahaannya sedang menjalankan proyek besar, jadi dia terlihat sibuk sekali.

"Macetnya masih panjang ya, Adi?" tanyanya kepada sang supir.

Adi atau lebih tepatnya Adinata Kalindra, meliriknya dari kaca spion dengan mata hitamnya yang pekat. Dia hanya tersenyum simpul dan mengangguk. "Sebentar lagi, Pak Jaya. Saya akan coba mengambil jalan pintas. Kira-kira 15 menit lagi kita sampai."

"Kalo bisa lebih cepet ya, saya gak mau ketinggalan meeting," titahnya.

Adinata hanya diam, sebelah tangannya fokus memegang stir mobil sambil memikirkan jalan alternatif mana yang akan dia ambil. Perlahan-lahan mobil yang dia kendarai pun berhasil mengambil jalur kiri kemudian mengambil jalan pintas yang sangat kebetulan tidak terlalu ramai.

"Syukurlah di sini gak macet. Adi, nanti siang jemput anak saya dulu ya di kampusnya. Malem ini kan ada acara ulang tahun, jadi mesti cepet."

"Baik, Pak." Adinata sekali lagi mengangguk paham.

Dia bekerja di keluarga Handoko sejak 12 tahun lalu. Adinata adalah satu-satunya supir kepercayaan Jaya dan keluarganya meski usia Adinata sudah mencapai 41 tahun. Dia masih sangat berenergi dan loyal kepada orang lain. Itu adalah penyebab mengapa Jaya tetap mempekerjakan Adinata sebagai supir keluarga.

Tak lama kemudian, mobil pun sampai di depan gedung kantor. Setelah membukakan pintu untuk majikannya dan membiarkannya berlari cepat menuju perkantoran, Adinata pun kembali ke dalam mobil. Dia belum sempat sarapan, jadi tujuannya sekarang adalah mencari makan.

Adinata adalah pria dewasa yang hidup sendirian di kota besar. Tadinya dia memiliki seorang ibu, tapi enam tahun lalu ibunya meninggal dunia karena penyakit. Saat itu Adinata tidak punya uang untuk biaya operasi, sedangkan dia tidak berani meminjam kepada siapa-siapa karena takut berutang. Gaji yang dia dapat sebagai supir keluarga Handoko pun masih belum cukup untuk menutupi biaya operasi sebesar itu sehingga Adinata harus bisa memasrahkan segalanya kepada Tuhan sampai akhirnya ibunya meninggal dunia.

Dia pun belum menikah, Adinata tidak pernah berencana untuk menikah karena keterbatasan biaya penghidupan. Dia bukan lulusan S2 atau S3, sekolah pun belum tamat SMA. Adinata hanya seorang lelaki biasa tanpa menyimpan banyak harta sehingga jarang ada perempuan yang meliriknya pula.

Meski begitu, Adinata memiliki wajah yang cukup tampan. Dia punya pesona sampai-sampai keluarga Handoko seringkali memintanya untuk menjadi model pakaian saja.

Jika disanjung begitu, Adinata hanya akan tersenyum. Dia sudah hidup nyaman seperti ini, jadi dia tidak akan mengubah apapun.

"Buk, nasi uduknya satu."

Adinata duduk di kursi panjang, menunggu sarapannya datang sambil memandangi mobil majikannya yang terparkir di depannya. Keluarga Handoko memercayakan mobil mereka kepada Adinata bahkan untuk urusan perbaikan dan semacamnya. Bisa dibilang dia termasuk bagian dari keluarga Handoko karena kedekatan mereka.

"Abis nganter Pak Jaya ya, nak Adi?"

"Iya, buk. Tadi Pak Jaya lagi buru-buru, jadi gak sempet nyari sarapan dulu."

Terjebak Bersamamu [TAMAT] REPOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang