Tamat (21+)

143K 3.1K 252
                                    

Nayra POV

Kehidupan pernikahan ku dengan Mas Adi memang penuh lika-liku. Rasanya selalu ada saja masalah yang datang baik itu karena perselisihan kecil, atau sebuah kesalahpahaman. Perlahan kami berdua mencari jalan keluar bersama-sama, tentu saja dengan pikiran yang terbuka dan keadaan yang tenang. Tidak pernah sekalipun Mas Adi membentak ku atau anak-anak kami. Dia selalu memberi teguran dengan nada yang lembut dan hampir tidak bisa dianggap seperti teguran. Aku menyukai setiap sikap manisnya itu.

Juga, semakin hari ekonomi keluarga kami pun kian membaik. Rumah yang sekarang aku tempati jauh lebih baik dari kontrakan pertama kami. Jika dulu hanya ada kipas angin kecil di dalam kamar, perlahan Mas Adi mampu menggantinya dengan pendingin ruangan. Ranjangnya juga empuk dengan selimut tebal yang cukup untuk tiga orang.

Mungkin ada sebagian yang mengatakan rumah yang sekarang kami tempati masih agak kecil, tapi bagiku ini sudah lebih dari cukup. Aku senang sesuatu yang tidak berlebihan, jadi aku syukuri semua yang aku dapatkan. Asal tetap bersama Mas Adi dan anak-anak, semuanya akan terasa nyaman bagiku.

Untuk pekerjaan Mas Adi pun berjalan sangat baik. Sejak restoran diambil alih oleh Pak Rino, suami Bu Amanda, karir Mas Adi menanjak. Dia telah dipercayai untuk mengatur dan memberi arahan dua restoran cabang. Aku bangga dengan hasil yang dia capai. Mas Adi bekerja keras untukku dan anak-anak kami.

Aku tidak menyesali masa lalu yang pernah terjadi padaku karena pada akhirnya aku menemukan tujuan hidupku bersama Mas Adi. Aku bahagia menikah dengannya karena aku bisa merasakan ketulusan hati dan cinta dari seorang pria yang selama ini tidak pernah aku tahu itu ada. Setidaknya Mas Adi membuatku percaya kalau masih ada lelaki baik di dunia ini.

Sekarang, yang perlu aku perhatikan ialah keluargaku saja. Tidak ada hal lebih penting dari kebahagiaan di dalam keluarga dan aku berjanji akan terus mempertahankan kebahagiaan ini.

"Mama, adek nangis." Aku segera tersadar dari lamunan indah ku saat Adira menarik pelan pergelangan tanganku. Ku pandangi wajah Adira yang agak panik sebelum akhirnya aku beranjak dari depan tv dan mengikuti dia ke dalam kamar.

Benar saja, sesampainya di kamar, Barra sudah menangis di atas ranjang. Putraku yang kini sudah berusia satu tahun setengah itu langsung menggerakkan tangannya meraihku dan melanjutkan acara menangisnya.

"Oh sayang, kamu kaget ya bangun gak ada mama?"

Barra menempelkan pipinya di pundak ku, dia mulai tenang dan sepertinya kembali mengantuk. Tidur siangnya jadi sedikit terganggu karena merasa kehilangan aku.

"Adek kenapa nangis sih, ma?" Adira duduk di sebelahku sambil ikut mengusap-usap kening Barra yang agak berkeringat itu.

"Gak apa-apa, adek kamu kaget aja soalnya mama gak di samping dia. Udahan kok ini nangisnya, adek Barra kayaknya mau bobok lagi."

Adira mulai paham dengan rutinitas sehari-hari kami. Jika sudah siang hari, itu artinya waktu tidur mereka. Tidak jarang Adira naik ke kasur sendiri dan menarik selimut untuk lekas tidur. Dia baru berusia tiga tahun, tapi nyatanya sangatlah cerdas. Aku bangga sekali kepada putriku.

"Mama gak bobok?"

"Iya mama nanti boboknya, kamu sama adek dulu ya?" jawabku. Adira mengangguk, dia kembali mengambil posisi tidur lalu memejamkan matanya.

Setelah kedua anakku tidur, aku pelan-pelan keluar kamar untuk melakukan kegiatan lain.

Sebelum itu, aku menyempatkan diri untuk berkaca di cermin seluruh badan. Ku letakkan kedua tangan ke atas perutku yang tengah hamil tiga bulan. Ini adalah calon bayi ketiga ku bersama Mas Adi.

Haha, sebenarnya kali ini kami benar-benar kebobolan. Kami berdua sama-sama belum ingin menambah anak, tapi juga sama-sama lupa diri jika bercinta. Mas Adi yang selalu lupa kondom dan aku yang hampir tiap hari melupakan pil pencegah hingga akhirnya aku pun hamil tanpa rencana.

Terjebak Bersamamu [TAMAT] REPOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang