Bagian 12

83.8K 3.6K 224
                                    

Nayra POV

Kesalahan fatal yang aku lakukan siang ini ialah tidak membawa power bank untuk mengisi daya ponselku. Aku tadi hendak menelepon Mas Adi dan memintanya menjemput di kampus tapi ponselku habis baterai sehingga mau tidak mau aku harus ikut Maya datang ke mall langganannya.

Sedari tadi aku berjalan menjauh, tidak mau dekat-dekat dengan Kaffa yang kemungkinan besar bisa melakukan hal buruk padaku. Dia harus aku jauhi.

"Maya laper kak, kita makan dulu yuk," ajak Maya. Kaffa melirikku sebentar lalu dia memberitahu ada restoran yang baru buka di mall ini, jadi kami bertiga pergi ke sana untuk mencari makan siang.

Aku duduk di sebelah Maya, Kaffa duduk tepat di depanku tapi aku tahu sedari tadi dia menatapi ku tanpa henti sehingga membuat aku muak melihatnya.

"Aku ke kamar kecil dulu ya, Nay. Pesen aja samaan sama kamu," ucap Maya lalu meninggalkan ku berdua bersama orang jahat di depanku ini.

Aku buru-buru mengambil buku menu dan sibuk sendiri. Aku tidak mau berbincang dengan Kaffa meski tujuannya ingin minta maaf sekalipun.

"Nayra, kamu inget ya soal kejadian malem itu?"

Tiba-tiba dia menanyakan hal itu kepadaku. Aku menggenggam erat buku menu di tanganku, berusaha untuk tidak terpancing emosi.

"Pak Adi cerita apa sama kamu? Apa kamu dan dia udah berencana buat ngelaporin aku?"

Aku menatapnya marah. Tampaknya Kaffa sama sekali tidak merasa bersalah. Gaya bicaranya sangat sombong karena dia tahu kalau aku tidak akan berani membuat laporan ke kantor polisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan dua bulan lalu.

"Saya gak berminat untuk membicarakan soal apapun dengan kamu, tolong jangan ganggu saya untuk saat ini."

Kaffa tidak lekas menjawab ucapan ku, dia terlihat santai sambil menyeruput kopi yang dia pesan lebih awal.

"Jujur aja, kamu gak ada pilihan. Aku tau cepat atau lambat kamu pasti nuntut keadilan kan? Kamu mau aku terkena sanksi karena mau memperkosa kamu, tapi kamu gak lupa kan?"

Aku menatapnya marah, Kaffa terdengar begitu sombong.

"Kamu tentu gak lupa kalo waktu itu kamu mabuk, Nay. Cewek polos yang nekad minum alkohol demi terlihat keren. Gimana nanti tanggapan orang-orang kalo tau sebenarnya kamu itu belajar jadi jalang?"

"Kamu gak berhak bicara kayak gitu di depan saya!" Aku mulai menaikkan intonasi ku saat bicara dengannya. Kaffa masih memandangku remeh, iris hitamnya menatap ke segala arah seolah memberitahu sesuatu.

"Maya gak akan balik ke sini. Dia udah tau rencana aku buat ngobrol sama kamu dan sebenarnya... Ini restoran punya aku, jadi aku bebas mau ngapain."

Aku sangatlah terkejut. Jantungku berdebar penuh ketakutan dan aku hendak beranjak, tapi Kaffa menahan tubuhku. Dia memaksaku untuk kembali duduk dan melanjutkan obrolan mengerikan ini.

"Kamu mau apa dari saya?!"

"Jangan kaku gitu dong, Nayra. Dulu kamu kalo ketemu aku suka malu-malu, sekarang liar banget," ejeknya. Aku membuang muka, tidak sudi mendapatkan sindiran seperti itu.

"Pak Adi sebenarnya hoki banget dapetin kamu. Coba aja dia gak dateng malem itu, mungkin sekarang aku puas banget. Kamu kira kamu spesial banget ya Nayra? Kamu kira kalo aku jujur dan mengaku salah, lantas aku akan dihukum? Kamu emang naif, padahal walaupun kamu menikah dengan aku, kamu gak lebih dari cewek murahan. Aku bisa dapetin seratus yang kayak kamu, jadi jangan mikir kamu satu-satunya."

Benar-benar pedas sekali kata-katanya. Aku tidak menyangka, orang yang aku kira sangat berpendidikan dan bijaksana bisa mengucapkan hal seperti itu di depanku. Bagaimana bisa Kaffa memiliki sifat yang sangat rendahan dibanding nama keluarganya? Kaffa benar-benar membuat dirinya sendiri terlihat jauh rendahan daripada sampah busuk.

Terjebak Bersamamu [TAMAT] REPOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang