Cr @mix/twitter
Jangan lupa vote dan berikan pendapat!
_______________
• Infinity •
Part 6
_______Atsumu POV
"Gue balik dulu ya, Sorry gabisa nganter lu ke RS" Gin memeluk Samu yang duduk disamping kursi kemudi. Samu menerima rangkulan dari Gin dan menepuk punggungnya dengan pelan.
"Sante ae lah. Gue udah punya babu"
Samu menyindirku yang sedang menata tas dan barang barang dibagasi mobil. Menginap dua hari semalam dirumah Suna rasanya seperti seminggu di Hotel. Ada saja barang yang kami bawa kemari yang pada akhirnya tidak dipakai.
"Iya nih. Besok babu waktunya gajian" kataku menyindir kembali omongan Samu.
"Enak aje. Lo kan mengabdikan diri kepada gue" Samu menunjuk ku dengan angkuh. Ekspresi wajahnya mengingatkanku momen dimana dia memintaku untuk memanggilnya 'Baginda Raja' saat dirumah sakit.
"Perang mulu, menang kaga" ucap Gin menutup pintu disamping Samu dan berjalan kearahku, untuk berpamitan pulang. Aku segera menutup pintu bagasi dan menerima jabatan tangannya sebelum akhirnya aku segera masuk kedalam kursi penumpang.
"Hati hati ya Tsum"
"Yoi"
Setelah Gin berpamitan kepada kami bertiga, ia segera berjalan pulang menuju rumahnya. Ya benar, rumah Suna dan Gin tidak terlalu jauh. Jadi Gin hanya perlu berjalan kaki sekitar 10 menit dari rumah Suna.
Sedangkan Suna, hari ini dia menawarkan diri untuk mengantar kami kerumah sakit sebelum kembali ke apartemen esok hari.
"Cuss, berangkat kita" teriak ku pada Suna setelah memasang seat belt dengan baik dan benar. Suna langsung mengganti gigi persneling, menurunkan rem tangan dan melepas kopling mobilnya berhati hatu. Membuat mobilnya mulai berjalan dengan perlahan, membelah jalanan menuju rumah sakit.
Malam ini adalah jadwal Samu untuk melakukan kemoterapi dirumah sakit. Seperti biasa aku selalu menemaninya seperti malam malam sebelumnya, perbedaannya adalah kali ini Suna ikut mengantar kami berdua kerumah sakit. Entah janggal atau tidak, aku merasa Samu menjadi lebih dekat dengan Suna akhir akhir ini.
Angin malam terasa sangat dingin. Seolah menusuk kulit dan menembus kedalam tulang. Hal kecil seperti ini juga membuatku khawatir kepada Samu yang sensitif derhadap cuaca ekstrim. Aku melirik Samu yang berusaha memejamkan mata dengan punggung dan leher bersadarkan bantal.
Pasti Osamu banyak merasakan rasa sakit lagi hari ini.
Aku bangkit dari kursi penumpang dan merogoh rogoh dalam tas dibagasi. Berusaha menemukan dimana aku terakhir kali meletakkan beanie hat hitam milik Samu yang biasanya kupakai saat musim dingin.
Setelah beberapa menit mencari akhirnya aku mendapatkannya. Dari belakang kursi Samu, aku memakaikan beanie ke kepalanya dengan berhati hati agar tidak membuat dia terkejut. Samu yang menyadari bahwa aku ingin memakaikan padanya merespon dengan mengangkat kepalanya berhati hati.
"Nyaman ga?" Tanyaku pada Samu sambil menarik pinggiran beanie nya agar menutupi daun telinganya yang terasa dingin. Tanpa menjawab sepatah katapun padaku, Samu mengangguk tanda ia mengiyakan pertanyaanku barusan.
Wajahnya yang sedikit pucat itu menatapku dari spion mobil. Melayangkan senyuman tipis kearahku.
"Oke"
Namun saat kembali duduk ditempat semula, aku merasakan segumpal rambutnya menyangkut disela sela jari. Aku menatap kedua tanganku yang berisi helaian helaian rambut abu abu milik Samu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [SELESAI]
MizahInfinity (n.) The state of having no end or limit. Platonic Relationship. [Atsumu dan Osamu angst] Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada melihatnya pergi. Terkadang ucapan untuk menjadi anak tunggal hanyalah umpatan belaka. Merenggut seluruh mim...