Bab 2

10.8K 493 3
                                    

Jessa menatap pintu di depannya dalam diam. Menimbang-nimbang apakah ia harus masuk atau kembali berbalik dan pergi dari rumahnya. Karna Jessa yakin setelah ia masuk mama dan papanya tidak akan tinggal diam dan membiarkan ia istirahat lebih cepat dari biasanya.

Setelah memikirkn cukup lama, akhirnya dengan setengah hati Jessa membuka pintu utama rumahnya. Dan pandangan pertama yang ia lihat adalah rumah yang tampak sepi dari biasanya. Maklum, ini sudah sangat larut. Pantas saja semua orang sudah tidak terlihat, mereka semua pasti sudah sibuk dengan dunia mimpinya.

Dengan langkah kaki sepelan mungkin, Jessa melangkah masuk ke dalam rumah. Menaiki anak tangga dan berjalan menuju kamarnya di lantai atas. Tapi saat kaki jenjangnya baru menginjak empat undukan tangga. Suara datar mamanya langsung masuk ke dalam gendang telinganya. Membuat langkah pelan Jessa langsung terhenti seketika.

"Apa begitu caramu masuk ke dalam rumah? Tanpa mengucap salam seperti seorang pencuri." Ucap Nessya datar.

"Kenapa diam? Biasanya kamu hanya bisa berbicara sinis pada mama? Dan selalu menjawab semua ucapan mama dengan kata-kata kasarmu itu. Lalu kenapa sekarang kamu hanya diam seperti seorang tuna suara?" Sambungnya sarkas.

"Jessa lelah, ma. Jessa ingin langsung istirahat." Jawab Jessa dengan nada lemah. Rasa lelah semakin ia rasakan ketika ucapan datar mamanya lah yang menyambutnya pertama kali. Membuat wajah murung Jessa kian menjadi-jadi.

Kapan sih mamanya akan memperlakukan Jessa seperti Jessi? Begitu baik dan juga ramah.

"Kenapa? Ingin menghidar dari mama dan papa?" Sinis Nessya. Kian menatap Jessa dengan wajah angkuh.

"Selamat malam, ma." Ucap Jessa mengabaikan pertanyaan sinis mamanya.

"Jessa. Mama belum selesai bicara!!" Teriak Nessya lantang dari lantai satu, membuat Jessa menulikan telinganya dan menutup pintu kamarnya kuat.

Jessa duduk di atas kasur dengan perasaan campur aduk. Antara marah, benci dan kesal pada dirinya. Benci kenapa Jessa tidak bisa seperti Jessi yang selalu bisa mengambil hati mamanya? Dan kenapa mamanya begitu membenci Jessa, bukankah mamanya juga yang mengandung Jessa dan melahirkannya? Lalu kenapa sebegitu tidak sukanya mamanya pada kehadiran Jessa? Hingga selalu bersikap sinis dan kasar?

Dengan hati remuk redam, Jessa meremas dadanya yang mulai terasa nyeri ketika ia selesai bertengkar dengan mamanya. Jessa menyayangi mamanya, sangat. Tapi kenapa ia selalu membuat mamanya marah dan sinis padanya? Kenapa Jessa tidak bisa bersikap manja pada mamanya?

Kenapa harus begini? Dengan air mata yang terus mengalir, Jessa tergugu dengan perasaan yang sulit diartikan. Melampiaskan rasa sakit dan marahnya lewat air mata dan tangisnya. Dan berharap jika mama dan papanya tidak akan mendengar suara tangisan memilukan Jessa di dalam kamarnya.

***

Raka diam ketika mendengar semua deretan kata yang keluar dari mulut mamanya. Menjelaskan tentang perjodohan yang akan ia alami saat ini. Dengan wajah cuek, dan tatapan datar, Raka seakan menutup rapat-rapat mulutnya. Seakan ada lem yang saat ini sedang menutup mulut Raka rapat, dan membuat mulut Raka seakan terkunci.

"Mama tidak ingin yang lain, sayang. Mama hanya menginginkan kamu menerima perjodohan ini."

"Mama sudah bertemu dengan calon mertua kamu. Mereka dari keluarga baik-baik dan ramah." Sambungnya lemah.

Jika saat ini mamanya tidak sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit. Raka yakin, ia tidak akan mau membahas perihal pernikahan dengan mamanya. Dan lebih menyedihkan lagi di jodohkan? Ck,

"Raka, Kamu mau kan, sayang?" Tanya Ayu lembut. Dengan berat hati, Raka mengulas senyum di bibirnya. Mencoba mengabaikan deretan kata konyol mamanya yang sedari tadi terasa mengganggu.

The Perfect Bride (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang