Jessa menatap papanya sayu. Mata panda akibat kebanyakan menangis dan kurang tidur semalaman menghiasi wajah ayu Jessa. Membuat Jessa terlihat sangat berantakan pagi ini.
Jika tubuh Jessi kuning langsat seperti kebanyakan orang indonesia, berbeda dengan Jessa yang putih bersih seperti salju. Membuat warna kulit Jessa dan Jessi begitu kontraks sebagai saudara kembar. Tidak akan ada yang menyangka jika Jessa dan Jessi adalah saudara kembar. Karna begitu tidak ada kemiripan diantara mereka berdua. Hanya bola mata dan bibirnyalah yang hampir sama. Yang membuat mereka terlihat kembar.
"Papa gak tau harus bagaimana lagi, Sa. Mereka orang-orang baik. Mereka sudah banyak membantu bisnis papa."
"Kenapa harus Jessa?" Lirih Jessa dengan kapala menunduk dalam. Menyembunyikan wajah murungnya.
"Kemarin Jessi ijin ke paris. Di sana Mario akan melamarnya. Dan mereka sudah akan menentukan tanggal pernikahan." Cerita Hamdan tanpa Jessa minta. Dan semua itu semakin membuat wajah murung Jessa terlihat jelas.
"Jessa juga punya pria yang Jessa suka, pa." Bisik Jessa tertelan dengan senyuman patah di bibirnya. Membuat Hamdan merasa sedikit tidak tega melihat wajah murung putri bungsunya.
"Siapa?" Bukan Hamdan yang bertanya. Melainkan Nessya yang baru saja muncul dari balik pintu kamar Jessa.
"Pria itu?" Sambung Nessya sinis.
"Mama gak habis pikir kenapa kamu suka sekali membangkang, Jessa. Apa susahnya menuruti kemauan orang tua? Toh, mama dan papa hanya ingin yang terbaik untuk kamu."
"Terbaik untuk ku?" Tanya Jessa dengan senyum yang semakin patah. wajahnya menatap lekat wanita cantik yang berdiri angkuh di depannya. "Apa selama ini Jessa kurang nurut dengan papa dan mama? Di mana, ma? Di mana mama dan papa mau nurutin kemauan Jessa? Kapan, Ma? Kapan mama mau dengerin protesan Jessa? Jessa kamu harus les ini! Jessa kamu harus ikut kursus ini! Jessa kamu harus kuliah jurusan ini! Kamu harus menjadi seperti ini! Kamu harus begini!"
"Semua itu ... Apa belum cukup buat Jessa jadi anak penurut, Ma? Ketika mama gak bisa menjadi seorang desainer. Mama paksa Jessa buat kuliah jurusan itu, biar apa? Biar mama bisa bangga ketemen-temen mama kalau Jessa bisa jadi seorang desainer."
"Tapi nyatanya apa, Ma? Jessa tetap salah di mata mama. Dari dulu Jessa mau jadi seorang dokter. Tapi karna adik mama yang seorang dokter lebih hebat dari mama. Mama larang Jessa-"
"CUKUP, JESSA!!"
"Kenapa, Ma? Mama marah karna mama dengar semua keegoisan mama sendiri? Mama malu?"
"Mama bilang CUKUP, Jessa!" Geram Nessya.
"Jessa benci sama ma-"
PLAK....
Wajah Jessa langsung merah begitu rasa sakit dari tangan mamanya menjalar ke pipi mulusnya. Tapi, rasa sakit itu tidak seberapa dibandingkan rasa luka hatinya. Luka yang semakin menganga karna perbuatan mamanya.
"Mama kecewa sama kamu, Jessa."
"Nessya, cukup." Ucap Hamdan langsung menarik tubuh istrinya menjauh dari putri bungsunya.
"Kecewa?" Lirih Jessa. "Aku bahkan gak pernah hamil di luar nikah seperti putri kesayangan, mama. Aku hanya menolak perjodohan ini, Ma." Ucap Jessa manatap lekat wajah mamanya. Yang langsung membuat Nessya kembali melangkah mendekat ke arah Jessa.
Hamdan dengan sigap langsung menarik Nessya menjauh, memeluk dan menyeretnya keluar kamar. Begitu tahu jika istrinya akan kembali menyerang putrinya.
"Lepas, pa! Biar aku sumpal mulut tidak tau diuntung putri mu itu." Teriak Nessa semakin menjadi-jadi di luar kamar.
"Nessya, cukup!" Teriak Hamdan datar.
"Kenapa kamu mau belain anak kurang ajar ituz pa? Kenapa? Jika bukan karna kebodohannya. Putraku pasti masih hidup! Kamu tidak sadar jika dia adalah pembunuh putra kita? Putra satu-satunya kita, pa." Raung Nessya di luar kamar yang langsung membuat wajah Hamdan terasa kaku dan tubuh gemetar hebat. Bayangan masa lalu mulai memenuhi isi kepalanya.
"Jika bukan karna paksaanmu! Aku tidak sudi menampung anak tidak tau diri itu, pa. Aku gak sudi!" Sambungnya memukul-mukul pelan dada Hamdan, membuat Hamdan ikut merasa sakit luar biasa.
"Semua sudah berlalu, Nes. Semua sudah berlalu." Bisik Hamdan pelan. Sekuat tenaga menenangkan Nessya.
"BERLALU? Kamu ingat dia itu pembunuh? Bagaimana pun dia bersikap, dia akan selalu menjadi pembunuh seumur hidupnya. Jika tahu aku harus mengorbankan putraku. Aku gak akan pernah sudi melahirkannya ke dunia ini."
Jessa semakin erat meremas selimut di depannya. Hatinya hancur ketika mengingat semua ucapan mamanya. Benarkah? Benarkah ia seorang pembunuh? Kenapa Jessa tidak bisa mengingatnya? Kemana perginya ingatan itu?
Dengan tubuh bergetar hebat, Jessa menumpahkan air matanya yang seakan belum habis dari semalam. Menangisi semua alasan kenapa ibunya sangat membencinya dan selalu bersikap sinis padanya.
Memukul-mukul dadanya pelan, Jessa tergugu dengan rasa sesak di dadanya. Menangisi semua beban hidupnya sekuat yang dia bisa. Jessa hanya terus menangis dengan sebelah tangan membekap mulutnya. Menahan suara tangisannya agar tidak terdengar oleh kedua orang tuanya. Dan sebelah lagi, memukul-mukul dadanya yang kian bertambah sesak karna kenyataan yang baru dia ketahui.
°°°
Raka menatap kesal kedua sahabatnya, yang terus tertawa saat mendengar bahwa Raka akan dijodohkan. Dengan wajah merah padam karna malu dan marah. Raka terus menatap kesal Bagas, dan Abi yang tidak berhenti tertawa sedari tadi.
"Gue gak tau kalau di zaman modern gini masih ada aja yang namanya perjodohan?" Ejek Bagas disela-sela tawanya. Yang langsung disetujui oleh Abi dengan cepat.
"Lo kayak cowok gak laku, bro, segala dijodohin." Sambung Abi dengan tatapan mengejek.
Raka mendengus kesal mendengar ucapan Abi, sahabatnya memang kurang ajar. Tidak tau saja bagaimana kesalnya Raka saat itu. Saat mendengar dirinya akan dijodohkan.
"Terserah lo mau ngomong apa, gue lagi gak mood ngeladeni omongan kalian." Ucap Raka cuek.
"Tapi yang jelas gue gak bakalan bucin kayak lo berdua." Sambung Raka dengan nada mengejek. Berhasil membungkam mulut kedua sahabatnya.
"Eh, jangan salah ya. Setelah lo menikah, terus ngerasain yang namanya ena-enak'an, lo bakal berubah jadi bucin. Apa lagi kalau istri lo cantiknya kaya bini gue. Dijamin lo gak bakal ikhlas kalau dia pakek baju."
"Najis, mulut lo, Bi! Isinya cuman tentang kasur." Umpat Bagas kesal.
Raka hanya mengangkat bahu cuek. Tidak peduli dengan ucapan Abi. Tapi yang jelas ia tidak akan mau berubah menjadi pria tolol yang selalu menurut dengan istri.
"Kayak omongan gue salah aja. Lo sendiri ikhlas gak istri lo pakek baju di rumah?" Tanya Abi dengan nada mengejek. Yang langsung Bagas lempar dengan kulit kacang.
"Gue jamin ya, Ka. Seenggak peduli apa pun lo entar sama bini lo. Kalau dia udah bunting, gue jamin lo pasti langsung berubah jadi suami jinak. Lo gak tau aja gimana senengnya ketika lo bisa buntingin anak orang." Sambung Abi dengan nada bangga.
"Terserah lo deh, tapi yang jelas gue gak akan jadi apa yang kayak lo omongin. Gue gak akan mau bucin kayak kalian berdua." Sinis Raka.
![](https://img.wattpad.com/cover/293442449-288-k174892.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Bride (SELESAI)
RandomJessa sama sekali tidak bisa menolak begitu kedua orang tuanya memaksanya untuk menikah dengan Raka. Pria dingin tak punya hati yang di jodohkan oleh kedua orangtuanya dengannya. Awalnya semua berjalan lancar. Semua baik-baik saja ketika Jessa yaki...