Saat membuka mata untuk pertama kalinya, Jessa merasa kepalanya berdenyut nyeri. Tubuhnya begitu lemas tak bertenaga, juga dia merasa pandangannya berputar layaknya roller coaster. Ada banyak berbayang dan berputar, membuat perutnya terasa mual dan kembung.
Memaksakan diri untuk membuka matanya, pandangan pertama yang Jessa temukan begitu dia membuka mata adalah keadaan yang tampak asing di depannya.
Angin yang berhembus dari jendela dan pintu terasa lebih kencang dan juga dingin. Membuat dia meremas selimut yang membungkus tubuhnya.
"Kamu sudah sadar?" Teguran dari arah samping, di susul dengan punggung tangan seseorang menyentuh keningnya membuat Jessa menoleh.
Kedua matanya mengerjab saat menemukan Raka yang menatapnya khawatir.
Tidak ada wajah jutek dan tak bersahabat di sana, yang ada hanya tatapan khawatir bercampur cemas. Yang mau tidak mau membuat Jessa mengerjab terkejut.
"Bagaimana? Apa kamu merasa ada yang tidak nyaman di tubuh mu?"
Mengabaikan pertanyaan Raka begitu saja, Jessa memilih bangkit dari berbaringnya. Sedikit meringis saat rasa pusing kian mendera, hingga dia merasakan sentuhan seseorang di lengannya membuatnya menoleh. Lagi-lagi dia menemukan Raka yang membantunya, membuatnya pun merasa kian bingung.
Tumben sekali pria di sampingnya, yang biasanya tampak ketus nan tak bersahabat kini tampak peduli padanya.
Jangan lupakan juga tatapan khawatirnya, membuat Jessa sedikit tidak yakin jika kini yang berada di sampingnya itu adalah Raka.
Berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, juga penyebab perubahan sikap tak biasa Raka. Jessa tertegun saat sebuah bayangan juga ingatan berputar di kepalanya, membuat dia pun menoleh ke arah Raka. Di tatapnya pria yang kini juga tengah menatapnya itu dengan tatapan khawatir bercampur panik.
"Kamu gak papa, Raka? Apa kamu baik-baik saja? Kamu, apa ada yang terluka? Kamu-"
Raka mendengus, menghentikan pertanyaan Jessa yang cepat dan tergesa.
"Bodoh." Tegur Raka. Menyentil kening Jessa pelan, membuat wanita yang kini masih tampak pucat dan juga seharusnya lebih mengkhawatirkan itu kini diam mengerjab-ngerjab. Dia tampak terkejut dengan apa yang baru saja Raka lakukan itu.
"Ketimbang mengkhawatirkan aku, kenapa kamu tidak mengkhawatirkan dirimu sendiri, bodoh?!"
Jessa tergagap, masih mengerjab dengan wajah menatap Raka lurus.
"Sudah tahu tidak bisa berenang, tapi kamu malah masuk ke dalam air? Apa kamu sudah bosan hidup?"
"Kamu ... Tadi tenggelam, kan?" Tanya Jessa yang sebenarnya wajar, namun entah mengapa, Raka malah menatap lama wanita itu.
Wanita yang nyaris semalaman tidak bisa membuatnya tidur lantaran keadaan wanita itu.
Yah, Jessa mengalami demam tinggi nyaris semalaman. Dan Raka, yang tidak pernah merawat orang sakit pada akhirnya pun kewalahan dan bingung. Tidak! Bukan tidak pernah, dia pernah merawat ibunya saat sakit. Namun bukan bentuk merawat seperti yang dia alami semalaman ini. Yang benar-benar dia melakukan segalanya sendiri. Karna jika ibunya yang sakit, dia hanya akan duduk diam di samping ranjang ibunya. Atau di sofa bersama ayahnya. Menatap ibunya yang tertidur di ranjang setelah melakukan serangkaian pengobatan. Bukankah jika begitu dia bisa dikatakan jika dia tidak bisa merawat orang sakit?
Belum lagi di villa hanya ada mereka berdua. Tidak ada tenaga medis, obat-obatan, juga orang yang bisa dia mintai tolong untuk merawat keadaan Jessa. Dia juga tidak bisa membawa Jessa pergi mengingat kondisi wanita itu yang tidak memungkinkan untuk menaikkan kendaraan laut. Dia juga tidak bisa meminta orang untuk datang ke tempat mereka saat ini, mengingat jika mereka sedang melakukan honeymoon. Ayah dan ibunya bisa murka jika sampai tahu apa yang terjadi pada mereka sebelum ini, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Bride (SELESAI)
RastgeleJessa sama sekali tidak bisa menolak begitu kedua orang tuanya memaksanya untuk menikah dengan Raka. Pria dingin tak punya hati yang di jodohkan oleh kedua orangtuanya dengannya. Awalnya semua berjalan lancar. Semua baik-baik saja ketika Jessa yaki...