Beberapa hari kemudian.
Jessa mematut pantulan dirinya di depan cermin. Tanpa di minta, bibirnya tertarik. Terkekeh kaku.
Meski bibirnya terkekeh, tapi kedua matanya tidak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Dia terlihat sangat menyedihkan kali ini.
Hari ini dia telah resmi menjadi istri Raka. Sudah sah menyandang status sebagai nyonya Abichandra. Tapi bukannya senang dengan sebutan baru untuknya, Jessa merasa dunia begitu kejam padanya.
Padahal, baru beberapa waktu yang lalu dia mengenal pria berstatus calon suaminya itu. Meski dia tidak menolak pria itu, tapi Jessa juga belum yakin untuk menikah dengan Raka, mengingat bagaimana sifat pria itu. Setidaknya, dia masih ingin memikirkan semua matang-matang, apa dia harus benar-benar menikah dengan Raka? Atau dia harus berusaha mencari cara untuk terlepas dari hubungan ini. Tapi nyatanya apa, segala rencananya berantakan. Dia malah terjebak dalam pernikahan dengan Raka seperti sekarang ini.
"Nyonya, sudah waktunya anda keluar. Semua orang sudah menunggu anda."
Jessa melirik pintu toilet di belakangnya lewat cermin di depannya. Hanya sekilas, tanpa mau repot-repot untuk sekedar membalas kata-kata orang di balik pintu.
"Nyonya, anda baik-baik saja?"
Tidak.
Rasanya Jessa ingin berteriak seperti itu. Membalas kata-kata mereka dengan apa yang ada di dalam hatinya. Sejak statusnya telah berubah, sejak saat itulah dia merasa tidak baik-baik saja. Seperti ada sesuatu yang menekan dadanya, layaknya beban di pundaknya kian terasa berat.
Tok Tok Tok
"Nyonya,"
Jessa menghela nafas panjang, sepertinya akan percuma jika Jessa hanya berdiam diri di dalam toilet. Mereka tidak akan membiarkan Jessa tenang sebentar saja. Dan mereka pun tidak akan diam sebelum Jessa mengikuti apa yang mereka inginkan.
Mengusap kasar pipinya, Jessa pun akhirnya melangkah keluar toilet. Menatap malas pada beberapa wanita yang berdiri di depan pintunya toilet dengan wajah sungkan.
"Tuan Raka sudah menunggu anda di luar, nyonya, mari kami antar."
Tawar wanita setengah baya, yang tanpa menunggu jawaban dari Jessa langsung menghampit lengannya. Menuntunnya menuju pintu kamar yang diikuti oleh Jessa dengan pasrah.
Hal pertama yang Jessa temukan ketika membuka pintu adalah wajah jutek Raka, lengkap dengan tatapan sinis pria itu padanya.
"Kenapa lama sekali?"
"Maaf, tuan,"
Dengan gerakan tak peduli, Raka memberi isyarat kepada semua wanita di sekeliling Jessa untuk menjauh. Pergi meninggalkan mereka berdua.
"Tinggalkan kami!" Perintahnya otoriter. Yang diangguki semua pelayan wanita di sekeliling Jessa dengan patuh.
"Aku tidak peduli dengan apa yang kamu rasakan sekarang. Tapi satu hal yang harus kamu ingat! Kamu setuju dengan pernikahan ini dari awal. Jadi, jangan coba-coba untuk mempermalukan aku, apalagi ada niatan untuk mencoreng nama baik Abichandra. Karena kamu tahukan, jika sekarang kamu sudah masuk ke dalam keluarga Abichandra? Jadi, jangan coba-coba untuk pergi dariku!"
Jessa hanya diam, membuat Raka berdecak kesal karna tak mendapat respon dari wanita itu.
"Kamu dengar apa yang aku katakan?!"
"Hmm."
"Bagus." Angguk Raka puas. "Sekarang, aku mau kamu berhenti memasang wajah sok tidak ikhlas mu itu. Bersikaplah biasa-biasa saja, karena aku sama sekali tidak tertarik untuk berlagak menjadi suami yang romantis yang harus menghibur istrinya."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Bride (SELESAI)
AcakJessa sama sekali tidak bisa menolak begitu kedua orang tuanya memaksanya untuk menikah dengan Raka. Pria dingin tak punya hati yang di jodohkan oleh kedua orangtuanya dengannya. Awalnya semua berjalan lancar. Semua baik-baik saja ketika Jessa yaki...