MISTERI-US

1 0 0
                                        

  Aroma udara kebebasan kini terasa di depan mata, setelah ketakutan yang begitu dalam. Kini Wika berhasil keluar dari 'Wahana Dunia Lain' dengan buliran keringat yang bercucuran, serta kejadian di dalam sana yang masih terbayang dalam pikirannya.

"Duduk!" titah seorang cowok dengan suara beratnya. Wika yang tidak fokus pun terperanjat saat indra pendengarnya mendengar suara tersebut.

"Ha?" tanyanya, dengan tampang cengo membuat siapapun yang melihatnya serasa ingin menampol wajahnya.

Sosok yang mempunyai suara berat yang merasa kesal lantas menarik tangan Wika tanpa persetujuan dari sang empunya.

"Duduk!" tekannya seraya menatap Wika dengan tatapan tajam. Wika yang di tatap seperti itu menelan ludah secara kasar dan segera mendudukkan diri pada tempat duduk dekat wahana tersebut.

Sosok cowok pemilik suara berat yang melihat Wika sudah mendudukkan diri dengan anteng di tempat itu pun, segera berbalik badan dan melangkahkan kakinya. Tapi langkahnya tertunda karena tangannya ditarik oleh Wika.

Helaan nafas keluar dari bibir cowok tersebut, lantas tanpa minat dia membalikkan badan menatap Wika dengan alis mata yang terangkat satu seolah bertanya 'kenapa?'

Wika yang mengerti dengan arti tatapan itu pun membasahi bibirnya yang terasa kering sebelum berbicara.

"M-mau kemana?" tanyanya, dengan suara yang serak dan terbata khas seorang anak kecil yang habis menangis.

"Pulang," jawabnya singkat dan tanpa minat. Sedangkan Wika hanya diam tanpa mengeluarkan suara lagi, karena takut merepotkan sosok cowok pemilik suara berat tersebut.

Sosok cowok itu yang melihat Wika seperti ingin menyampaikan sesuatu pun menunggu dengan perasaan yang amat teramat dongkol.

Hening menyelimuti keadaan keduanya. Karena diantara keduanya tidak ada yang membuka suara.

"Apa lagi?" tanyanya, jengah karena telah lebih dari 5 menit tapi Wika tak kunjung membuka suara.

"Ehhh," kagetnya seraya melepas tangannya yang tanpa dia sadari masih setia menggenggam tangan cowok pemilik suara berat tersebut.

"Gak ada," jawabnya salah tingkah.

Sosok pemilik suara berat itu mulai melangkahkan kaki dan pergi meninggalkan Wika di tempat duduknya.

"HEI, NAMA LU SIAPA?" tanyanya sedikit berteriak tapi tak digubris oleh sosok tersebut.

"Dihhh, sok banget," kesalnya kembali mendudukkan bokongnya di tempat yang diduduki tadi.

"Ehhh,,, apa ini?" tanyanya entah pada siapa, saat dirinya merasakan bahwa ada sesuatu di genggamannya. Lantas dia melihat genggaman tangannya yang saat itu ada gelang hitam berinisial huruf F .

"Mungkin milik orang itu," batinnya.

Dengan detail netra coklat miliknya mengamati gelang tersebut, perlahan Wika mengingat tatapan mata sosok cowok pemilik suara berat yang barusan menolongnya. Dengan keras ia mencoba mengenali siapa gerangan seseorang yang telah menolongnya, tapi sia-sia saja pertemuan singkat tidak kunjung membuatnya ingat terlebih lagi menebak siapa namanya.

Bukan mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang ada di pikirannya, kepalanya malah semakin pusing. Ditambah lagi rasa pusing karena kelamaan menangis.

Suasana tempat itu memang terlihat sangat terang, seolah hari masih tetap fajar tanpa mengenal petang. Teriakan serta beranekaragam musik yang menghiasi setiap wahana, masih saja bekerja seperti semestinya. Netra coklat Wika kini mulai menangkap serta mencoba merasakan satu per satu suasana di tempat itu, tunggu, dimana ketiga temannya?

Kini jemarinya mulai meraba tas ransel berwarna abu-abu kombinasi putih yang ia kenakan, wajahnya kian panik usai teringat dengan ketiga temannya yang entah kemana.

"Ketemu," gumamnya pelan. Benda kotak berukuran 6.5 inci, kini seolah membuatnya tenang mengembalikan goresan sketsa lengkung tipis seketika menghiasi bibirnya, meski hatinya berulang kali ingin memaki diri atas keteledoran.

"Ih ...'' desisnya dengan menggigit ujung jari telunjuknya. Ketenangan seolah kini kembali memicu kegelisahan hebat menerpanya. "Gue kan belum sempat meminta kontak mereka! Wika, bodoh banget sih lo!'' ujarnya pelan memaki diri.

Wika yang bingung mau mencari temannya kemana akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat dimana dia membeli tiket Wahana dunia lain.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ada suara seseorang yang dia kenali  memanggilnya dari arah belakang.

"Wik, dari mana aja lu?" tanya Mira seraya menatap Wika dengan intens membuat detak jantung Wika berdegup kencang.

"Mira!" ucap Wika dengan senyum sempurna.

"Akhirnya ketemu juga, yang lain mana?" tambahnya, dengan rasa kian lega.

Mira pun akhirnya mengajak Wika untuk menghampiri teman-teman yang lainnya.

"Heh, lu habis nangis, ya?" tanya Dira dengan khawatir. Entah kenapa Dira seketika menjadi cerewet seperti saat ini. Namun Wika hanya terdiam seolah mengabaikan pertanyaan tersebut, jemarinya kembali disibukkan dengan menata kembali isi tas tidak lupa menyimpan gelang hitam berinisial F kedalam kotak pensil miliknya.

"Wik! jawab, malah diem aja," ucap Mira yang dari awal memperhatikan penampilan Wika yang berantakan dan gerak-gerik Wika seperti orang ketakutan dan habis nangis.

"Ah, gapapa kok. Udah ayok makan!'' ucap Wika beranjak dari tempatnya terduduk lalu menarik lembut pergelangan Mira, ia berlagak seolah tidak ada kejadian apa-apa. Padahal, dari raut wajah Wika terlihat jelas seakan-akan telah terjadi sesuatu dengannya.

"Sebentar, deh. Lu tadi nyimpen apa di kotak pensil?'' tanya Mira curiga. Namun, Wika hanya membalasnya dengan senyum ramah diikuti kedipan dari bulu mata lentik yang menutupi mata coklatnya, seolah meminta Mira untuk segera pergi dan bergegas menuruti cacing di dalam perutnya yang kian kelaparan.

"Ho'oh, lo tadi nyimpen apa?" tanya Dira ikut-ikutan.

Wika tersenyum kikuk. "Oh gapapa kok, gak penting. Makan aja ayok."

Namun Mira masih curiga, dan juga kenapa Wika keluar sendiri dari wahana itu, apa dia bersama orang lain?

"Oh ya, tadi kenapa lo keluarnya ga bareng. Terus tadi lo sama siapa?" Mira semakin melemparkan banyak pertanyaan yang membuat Wika gugup. Yang lain hanya menyimak, mereka tidak mengerti apa yang ditanyakan Mira pada Wika, yang jelas 'kenapa Wika bisa sendirian?' itu yang ada dibenak mereka.

"Kan t-tadi waktu di wahana kita udah terpisah Mir," jawab Wika dengan senyum paksa. Namun, Mira belum puas dengan jawaban tersebut.

"Ooo, jadi lo nangis tadi karna takut," celetuk Dira. Diana langsung menyenggol lengan Dira menyuruhnya untuk diam.

"Terus tadi lo bareng siapa? Kalo lo takut, pasti sulit nemuin jalan keluar bukan? Karna lo pasti ga fokus," ucap Mira. Wika merasa Mira sengaja menanyakan hal-hal yang tidak penting saat ini, Mira seperti mengulur waktu.

Wika kesulitan menjawab nya sekarang. "G-gue bareng orang yang lewat tadi," jawab Wika dengan tersenyum.

Mira hanya mengangguk. Wika bernafas lega sekarang, semoga tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang membuat jantung nya tidak aman.

"Mending kita makan," ucap Wika mengalihkan suasana.

Mereka semua mengangguk setuju. Dira memimpin jalan menuju tempat makan. Tapi, Wika merasa sedikit tidak nyaman karna atensi Mira selalu kearahnya.

G O S T I N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang