Dadakan

1 0 0
                                    

Selamat Membaca🌻

Beberapa hari ini gerak-gerik Yanuar ke Wika sedikit berbeda dari sebelumnya.

Mulai menawarkan Wika untuk pulang bareng, sering jalan bareng, apa-apa selalu bareng. Bahkan, entah mengapa Wika tidak pernah mampu menolaknya, sehingga ia lebih sering berbohong pada sopir yang biasa menjemputnya dengan ribuan dalih kegiatan sekolah.

Pagi yang cerah ini Wika tengah sarapan bersama Mama dan Papanya. Tentunya Wika tidak bisa kalau pagi-pagi makan nasi, dan alhasil Wika sarapan dengan roti bakar serta segelas susu coklat kesukaannya.

Dentingan garpu serta pisau kue terus mengisi hidangan pada piring miliknya, sendok dan garpu milik kedua orangtuanya seolah tidak ingin kalah darinya, suara nyaring saling bersahutan menciptakan nada indah saling beriringan.

"Ma, Pa, Wika berangkat dulu ya, Assalamualaikum," ucap Wika lalu keluar dari rumah setelah mengecup punggung telapak tangan kedua orang tuanya.

"Waalaikumsalam, hati-hati, Nak!" ucap Mama dan Papa Wika secara bersamaan dengan nada sedikit berteriak.

"Ayo, pak!" ucap Wika setelah duduk dengan tenang di kursi belakang sopir.

"Siap Non," ucap supir itu.

Empat roda mobil yang ditumpangi dengan cepat membawanya menuju gedung megah tempatnya menyerap ilmu. Seragam rapi dengan uraian rambut lembutnya memberi kesan anggun padanya, terlebih dengan warna merah alami pada bibir tipis miliknya.

Tidak begitu lama, seperti biasa kurang lebih dua puluh lima menit seperti waktu yang semestinya, empat roda mobil telah sampai pada bibir sekolah. Sesampainya di sekolahan, cewek itu segera turun dan berjalan menuju tempat yang kemudian menemukannya dengan Naya dan Fadil yang sedang berbincang, dan tentu saja siapa yang banyak ngomong? Naya jawabannya.

"Pagi, Wika .." ucap Naya dengan heboh lalu menggandeng tangan Wika dan bergegas menariknya pelan menuju ke kelas.

"Woi!” Teriakan seorang murid cowok dengan nada sedikit berteriak, usai dua cewek itu pergi dan berlalu.

"Ngelamun mulu sih lo," ucap Fadhlan yang tiba-tiba muncul di hadapan Fadil.

"Hayoo, ngelamunin apa sih?" tanya Fadhlan kembali dengan tangan mencolek bahu Fadil.

"Gak!" jawabnya singkat.

"Eh, bro apa kabar?" tanya cowok yang mempunyai sifat sedikit humoris, siapa lagi kalau bukan Aqthor. Namun, lima detik memberi jeda tanpa memberi jawaban dari mulut sasaran pertanyaan itu.

"Kantin dulu, yuk!" ajak Aqthor dengan tangan yang dimasukan ke saku celananya.

"Kuy!" seru Fadhlan. Iya, bukan Fadil yang menjawab, melainkan Fadhlan yang seolah mewakili segala perasaan Fadil tanpa persetujuan. Dan anehnya Fadil mengikuti saja hal itu tanpa bergeming sedikit pun. ia terus saja berjalan dengan menundukkan kepalanya karena dia begitu risih terhadap para kaum wanita yang kebetulan berada di sekitarnya.

Ya memang seperti itu kan, wanita ke sekolah kalau tidak karena belajar, terpaksa ya, sudah pasti untuk cuci mata.

"Gue tadi di rumah sama bunda ga di kasih makan, jadi nya laper," ucap Aqthor dengan mengelus perut nya dengan ekspresi yang menyedihkan,

"Iya, bukti nya sampai bunyi gitu perut nya," ucap Fadhlan mengejek dengan tertawa terbahak-bahak.

Karena mereka terus berbincang-bincang pada saat menuju ke kantin, mereka pun tidak sadar jika sudah sampai ke tempat tujuan, yaitu kantin.

Bau harum masakan ibu ibu kantin memang tidak perlu diragukan lagi, masakan nya sangat enak sekali, pantas kantin selalu ramai bahkan siswa siswi sering berdesakan agar mereka segera mendapatkan makanan.

G O S T I N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang