F?

0 0 0
                                    

Selamat Membaca🌻

Suara langkah para murid memenuhi seisi sekolah mengingat sekarang sudah jamnya untuk pulang. Mereka dengan cepat berbondong-bondong keluar dari kelas masing-masing, ada yang langsung pulang dan ada juga yang masih tinggal untuk keperluan di sekolah.

"Eh, kalian udah dijemput?" tanya Wika yang sedang menunggu jemputan di kursi taman yang berada di lapangan.

"Belum nih, Wik." jawab Dira, Mira, dan Naya. Yang lain kemana? Mereka sudah pulang duluan, karena sudah dijemput.

Wika yang mendengar jawaban itu lantas mengangguk-anggukkan kepalanya dengan sedikit tersenyum.

"Eh, udah gak sakit lagi kan, Wik?" tanya Naya yang paling heboh sendiri.

"Iya, lo gapapa kan, Wik?" tanya Dira dan Mira serempak.

"Alhamdulillah, gue gapapa kok. Nih, perut juga udah aman," jawab Wika dengan cengengesan.

Sepoi angin mengantar nada dering ponsel menusuk telinga, yang ternyata adalah notifikasi penting, cewek itu segera membukanya lalu bergegas menyimpannya kembali "Eh, gue duluan ya. Tuh gue udah dijemput," pamit Wika kepada tiga temannya itu.

"Yoi, hati-hati, Wik!" ucap Naya si paling kepedean dan sukanya ghibah.

***
Dua puluh lima menit dari perjalanan yang lumayan panjang, mobil yang ditumpangi kini telah terparkir didepan rumah miliknya. Begitu terlatih sopir itu mengantar tuannya, hingga selamat pada peraduan megah dengan sambutan taman mini bunga indah.

Krekk...

Gesekan pintu menyajikannya pada kamar  yang beraroma khas wangi kesukaannya, aroma itu begitu menenangkan bahkan akan membuat siapapun rileks saat berada didalamnya. Terasa sedikit gelap memang ruang kamar berukuran sedang itu, terlebih Wika selalu mematikan lampu saat tidak berada didalamnya. Sepoi kipas angin tiada henti menggerakkan gorden berwarna coklat yang menutupi jendela. Sinar mentari jingga yang akan kembali pada peraduan masih mampu menembus celah pada jendela, yang kemudian kini telah memberi kesan remang.

"Huhh"

"Eh, iya. Bentar deh mau ngecek ini baju, siapa tau ada namanya," ucap Wika pada dirinya sendiri.

"Mending sekalian gue cuciin deh ini baju," ucap Wika lalu berjalan menuju kamar mandi.

Eits, sebelum Wika masuk ke kamarnya. Mama Wika menanyakan kenapa anaknya bisa memakai baju cowok dan kenapa bisa terjadi. Wika menjelaskan secara detail agar sang Mama tidak salah paham.

Disaat Wika mencuci baju yang kebesaran kalau dipakai olehnya, ternyata ada sebuah tanda inisial nama.

"Eh, kok ada inisial namanya. Eh, eh, huruf F? jangan-jangan ... ah, gak mungkin deh," ucap Wika bermonolog sendiri sambil sesekali membolak-balikkan baju itu.

"Huft, jemur dulu deh mumpung masih ada panas," ucap Wika lalu keluar dari kamar menuju ke halaman belakang untuk menjemur satu baju tadi dan dilanjut menuju ke dapur.

Brukk

"Hehehe, maaf mama. Wika gak sengaja senggol meja," ucap Wika yang baru saja sampai di dapur untuk melihat sang Mama sedang memasak apa.

"Hati-hati lain kali. Eh, mama ada salad tuh di kulkas, ambil gih." ucap mama Wika.

Wika yang mendengar itu pun diam sejenak memikirkan. _"Tumben Mama bikin salad, kan Mama gak suka salad?!"_

"Hei, itu tadi teman Mama yang kasih. Sudah, sana ambil gih!" ucap Mama Wika tau apa yang dipikirkan oleh anaknya.

"Iya, Mama .."

Cewek itu segera mengikuti permintaan wanita itu, terlebih ia begitu menyukai salad. Pelan ia membuka pintu kulkas lalu mengambilnya dengan ekspresi seolah telah menemukan hal berharga. Ia bergegas untuk menikmati hidangan kesukaannya itu diatas meja makan sebelah kanan tempat Mamanya memasak. Disela-sela Wika memakan salad pemberitahuan dari teman si Mama, Mama Wika bertanya tentang baju itu milik siapa.

"Terus, besok kamu mau kembaliin ke siapa, nak?" tanya Mama Wika dari dapur sedangkan Wika di meja makan.

Wika berfikir sejenak. "Iya juga ya, gue kembaliin ke siapa?!"

"Em, gak tau Ma. Nanti deh Wika cari tau dulu," jawab Wika yang sempat memberhentikan suapan ke mulutnya.

"Yaudah, lain kali hati-hati kalau bawa makanan atau minuman gitu," ucap Mama Wika yang masih setia di depan kompor.

"Iya, Ma"

Wika berdiam sejenak dan bermonolog dengan dirinya sendiri. "Apa gue tanya Fadil ya? Eh, tapi... kan, F ada dua. Ada Fadil sama Fadhlan .. yaudah deh lihat besok aja."

***

Di keesokan harinya, terdapat seorang cewek yang sedang mengendap-endap berjalan di kegelapan koridor sekolah, seolah dia telah memiliki rencana besar dimatanya. Bel masuk jam pelajaran telah berdering dari beberapa waktu lalu, namun apa yang akan dia lakukan? Apa mungkin dia membolos? Iya, cewek itu memiliki rencana untuk bolos kelas sendiri, tanpa sepengetahuan terlebih sekedar mengajak teman-temannya. Dira orangnya, dia sedikit mencibir saat melihat Wika sedang berduaan dengan Fadil di kantin. "Dih sakit apaan, malah pacaran."

"Ngapain?"

Tiba-tiba seorang remaja laki-laki memegang pundak Dira dan membuat nya kaget. "Ayam!"

Dira menoleh pada orang itu, dan ternyata temannya sendiri, Aqthor. "Sialan lo Thor. Lo yang ngapain?!"

"Gue?" Aqthor sadar, kenapa dia berada di sini? Entahlah dia juga tidak tau, dia tadi hanya ingin ke parkiran, tapi tidak sengaja melihat Dira seperti seorang maling, jadi dia menghampirinya.

"Lama-lama lo aneh deh Thor, berobat sana, kelamaan jomblo dih," ucap Dira dengan nada mengejek.

Aqthor sedikit meringis mendengarnya. "Lo juga jomblo!"

"Ah iya..."

Aqthor melihat suasana sekitarnya, sepi. Tanpa sengaja dia mendengar langkah kaki, dengan sepatu yang berbeda. Sudah dipastikan itu suara langkah kaki guru perempuan yang memakai sepatu berhak tinggi. Aqthor pun menarik Dira ke koridor sebelah.

Mata Dira membulat sempurna. apa-apaan ni pegang-pegang?!batinnya.

Saat sudah aman Aqthor bernafas lega tapi lupa melepaskan genggamannya. Dira pun memukul tangan Aqthor. "Apaan pegang-pegang! Bukan mahram!"

Mata Aqthor terbelalak. "Astagfirullahaladzim, maafin Aqthor Ya Allah, maafin Aqthor, Aqthor lupa kalo belum sah," ucapnya dengan tangan seperti orang berdoa.

Dira yang melihat itu menaikkan satu alisnya. "Selalu aneh."

Tanpa pikir panjang Dira berjalan meninggalkan Aqthor yang menurutnya aneh. "Heh mau kemana?"

"Jalan-jalan."

"Nggak ikut pelajaran?" tanya Aqthor. Ya... mereka beda kelas, beda perasaan juga.

"Gue lagi bosen liat guru."

"Lo emang langka," ucap Aqthor tulus.

"Hinaan atau pujian?" tanya Dira menghadap Aqthor dengan menatap netra cowok di depannya ini.

Aqthor sedikit kikuk saat ditatap serius seperti ini. "Hmm anggap aja pujian."

Dira mengangguk. "Oh makasih." Dan berlanjut berjalan. "Ngapain lo ngikutin gue?"

"Biar ada temennya, jalan-jalan sendirian gak enak, anak IPS biasanya pada nongki di sana, lo mau di ganggu?"

"Serius?! Berarti lo harus di belakang gue, biar gue gak ketinggalan."

"Kenapa di belakang kalo bisa disamping?"

Dira berfikir. "Ah benar juga..."

Mereka berjalan beriringan, Aqthor terus menanyakan hal-hal yang kurang penting, sedangkan Dira dia merespon antusias.

G O S T I N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang