Rahasia?

0 0 0
                                        


Berada di tengah-tengah antara banyaknya manusia dengan keadaan yang sangat panas dan juga berdesakan membuat Fadil berulang kali menghela nafas. Dia kira, saat dia pergi dengan naik bus semua akan berjalan mudah, taunya malah susah.

"Ck, panas banget sih," gerutunya saat suasana semakin panas akibat banyaknya manusia yang kembali berdesakan.

"Tau gini, mending gue naik taksi," ucapnya dalam hati.

Aroma masam, minimnya udara menembus celah jendela seakan tidak memungkinkan tubuhnya tenang. Sepoi angin dari luar jendela tampak begitu menentramkan, namun percuma tak mungkin dapat ia hirup semudah itu. Kerumunan dengan desakan mahluk tak satupun dapat ia hindari.

Bahkan riuh para wanita paruh baya dengan aneka dagangan kian membuat tempat itu semakin terasa sempit dan membuat tidak nyaman. Ban bus terus saja melaju kencang menerabas jalan bebatuan yang sering kali mengombang-ambingkan tubuh Fadil.

“Pak, berhenti depan!” ucap Fadil menyibak kerumunan untuk mendekati kenek yang berdiri didepan pintu utama bus.

Beberapa lembar uang ia beri, tidak lupa dengan kembalian uang perak yang kemudian Fadil simpan didalam saku celana miliknya.

“Akhirnya!” ucap Fadil usai turun dari bus.

Bangunan megah dengan nuansa kesehatan terpampang jelas di hadapannya, dengan plan bertuliskan Argantara Hospitals. Untuk apa cowok itu kesana? Bukannya harusnya ke sekolah?

Pohon rindang begitu menyejukkan mata berdiri kokoh  meski tampak tua menyambut cowok itu pada bibir gerbang. Angin sedikit kencang menggoyang dahan menggugurkan dedaunan yang menguning.

Cowok itu mulai bergegas memasuki tempat itu, berjalan pelan menyusuri lorong demi lorong mencari ruang tujuan. Siapa yang sedang sakit?

Sekiranya dua puluh menit cowok itu berjalan menaiki dua kali anak tangga, kini ruang berwarna putih dengan dinding berhiaskan kaca membuatnya terhenti.

Wajah lemas dengan banyak selang oksigen tertempel pada tubuh terlihat begitu mengenaskan dari balik kaca tempat Fadil berdiri. Embun pada netranya tidak lagi mampu ia tahan, ketika rintihan cewek itu menembus kaca menusuk telinganya.

“Mas, ngapain!?” ucap salah satu pegawai pengantar makanan untuk pasien.

“Bapak mau masuk?” tanya Fadil usai menyeka air mata.

“T-tolong titip ini, Pak!” lanjut Fadil dengan menodongkan kotak makan yang telah susah payah ia keluarkan dari ranselnya.

Setelah mendapatkan anggukan dari si bapak tadi yang Fadil temui di depan kamar inap Wika, Fadil langsung pergi dari sana. Entah dia mau kemana, yang pasti tidak ke sekolah.

Seorang cewek bangun dari tidurnya dengan tangan yang di infus. Sunyi, satu kata yang menggambarkan ruangan itu, tidak ada siapapun kecuali cewek itu. Dimana orang tuanya? Mereka sedang mencari makan di kantin rumah sakit.

Dirasa dirinya lapar tetapi makanan dari rumah sakit belum diantarkan, tak sengaja cewek itu melihat kotak makan yang berada di nakas, lalu dia mengambil kotak makan itu sambil berfikir _"Punya siapa? Mama kayaknya gak punya tempat makan kayak gini deh"_. batinnya mengingat perabotan milik mamanya.

Setelah berfikir cukup lama dan dia tidak tahan dengan cacing yang terus memberontak ingin diisi asupan. Akhirnya dia memilih memakan roti tawar yang di olesi selai coklat tersebut.

"Gue makan aja kali ya, laper banget," ucap Wika dalam hati. Ya, cewek itu adalah Wika.

"Alhamdulillah, lumayanlah buat ganjel nih perut," ucap Wika lalu membersihkan mulutnya dengan tisu.

G O S T I N GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang