Hinata terus menggedor-gedor pintu memanggil neneknya untuk membukakan pintu. Bagaimana bisa dia dengan tega mengunci Hinata di dalam ruangan sempit nan gelap itu sendirian. Hanya 3 lilin yang menyala untuk menerangi Hinata saat membaca buku yang ada di perpustakaan.
"Nenek kumohon biarkan aku keluar dari sini "
Nenek Hinata mengacuhkan Hinata meskipun dia masih sangat muda, tidak ada belas kasih yang tampak dari wajahnya.
"Ibu, jangan terlalu keras padanya"
Nenek Hinata langsung mencengkram dagu Ibu Hinata. "Kalau saja kau melahirkan anak laki-laki pasti tidak akan seperti ini"
"Bu, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka punya hak yang sama, tidak ada yang lebih baik maupun lebih buruk.. mereka setara Ibu "
"Kamu tahu apa soal itu?! Aku ini jauh lebih tua darimu! Jangan lancang hanya karena kamu istri anakku."
Ibu Hinata menepis tangan mertuanya dengan kasar. "Ibu, Jika Ibu berpendapat seperti itu bukankah itu sama saja dengan mengatakan kalau Orangtua Ibu menyesal atas kelahiran Anda karena terlahir sebagai perempuan"
Tamparan keras di wajah Ratu membuat para dayang bingung dan ragu untuk melindungi sang Ratu, otoritas Nenek Hinata yang menjadi Ibu sang Raja cukup kuat dan berpengaruh di Istana dalam penyetujuan kebijakan klan Hyuga namun disisi lain Ibu Hinata adalah Ratu dari kerajaan mereka.
Konflik berkepanjangan diantara mereka tidak berhenti sampai disitu saja, suasana memanas saat raja secara resmi akan memberikan Istana dan otoritasnya pada Hinata saat dia dewasa kelak. Seluruh menteri dan pejabat di Istana menyambut keputusan Hiashi dengan senang kecuali Nenek Hinata dan para tetua Hyuga yang masih berpikiran sangat konservatif dan tidak menerima perubahan.
"Bukankah lebih baik menunggu Ratu mengandung seorang putra?" Ucapnya sembari mengipasi wajahnya dengan angkuh.
"Ibu, apa ada yang salah dengan Hinata? " Hiashi sangat tersinggung dengan ucapan Ibunya.
"Apa kamu tidak menyadari kalau Hinata sangat minim pengetahuan dan tingkah lakunya yang immoral?"
"Hinata masih anak-anak, bagaimana bisa Ibu berkata seperti itu?! Perkataan Ibu sangat tidak masuk akal" Hiashi menggebrak meja dengan sangat keras dan berdiri dari kursinya. "Ibu! Hinata itu anak kandungku, Aku tidak habis pikir Ibu bisa membeda-bedakan anakku hanya karena dia perempuan?"
"Aku memikirkan keberlangsungan kerajaan kita"
"Tidak Ibu, Ibu hanya memikirkan keserakahan dan ego Ibu"
"Kamu tidak tahu apa yang kamu ucapkan Hiashi! Aku tahu yang terbaik untukmu"
"Kerajaan Hyuga adalah tempat yang aman bagi siapapun, tidak ada diskriminasi dalam segi apapun disini "
Para leluhur Hyuga membicarakan perilaku Hiashi seolah Hiashi bukan anak yang baik karena membentak Ibunya meskipun setelah Ibunya berkata kasar padanya dan Hinata.
Tampak seringai diwajah Ibu Hiashi seolah rencananya telah berjalan dengan mulus. Dia ingin membuat rakyat memberikan kepercayaan dan otoritas padanya melebihi sang raja itu sendiri dengan memanfaatkan tradisi, dia rela menginjak harga diri anaknya.
Hiashi tampak geram melihat sikap Ibunya yang berubah sangat drastis. Hiashi menatap Ibunya dengan sangat kecewa. Fugaku melihat Hiashi lalu menghampiri tetua Hyuga. "Saya harap kalian segera meninggalkan ruang perjamuan, demi kenyamanan tamu yang hadir disini "
"Jika kami tidak mau?" Sanggah mereka.
"Jika kalian melawan, aku tidak akan tinggal diam " Fugaku menarik pedangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boundaries of Us
Fanfiction⚠️ Trigger Warning ⚠️ Mohon dibaca. ⚠️Cerita ini mengandung sedikit Bromance, Kekerasan, Darah, polemik, kata-kata kasar, One sided love dan hal-hal yang mungkin akan membuat pembaca tidak nyaman. Diharapkan kepada pembaca yang tidak nyaman denga...