Telinga Shu menangkap suara ayam hutan berkokok saling bersahutan menandakan waktu sang mentari akan segera naik. Setelah sepanjang malam bergelud dengan gelapnya malam serta penjagaan ketat dari anggota Awan Hitam, akhirnya ibu dan anak dapat keluar dari zona bahaya. Shu memutus tali yang mengikat pergelangan tangan sang ibu agar bisa menyiapkan makanan, mengisi energi yang telah terkuras semalaman tanpa istirahat. Sebelumnya memang Shu sengaja berbuat begitu mengikat pergelangan tangan antara dirinya dan ibu agar tak terpisah saat di dalam hutan.
"Putraku kemana tujuanmu?"
"mencari tempat tinggal sementara untuk ibu dan aku menuju Kuil Atas Awan, atau perguruan besar yang bersedia menerima murid baru."
"Baiklah. Setibanya di desa ibu akan mencoba mencari tempat tinngal atau pekerjaan sebagai pelayan di tuan tanah setempat, pasti ada."
Shu memandangi ibu hatinya pedih...
Dengan cekatan ibu dapat menemukan aneka buah yang bisa dimakan, mereka sudah sangat lapar dan kelelahan. Perjalanan masih sangat jauh
Shu memutus tali yang mengikat pergelangan tangan sang ibu agar ibu bisa menyiapkan makanan, mengisi energi yang telah terkuras semalaman tanpa istirahat. Sebelumnya memang Shu sengaja berbuat begitu mengikat pergelangan tangan antara dirinya dan ibu agar mereka tak terpisah saat di dalam hutan.
Dengan cekatan ibu dapat menemukan aneka buah yang dapat dimakan mereka sudah sangat lapar dan kelelahan. Perjalanan masih sangat jauh dari harapan, setidaknya mereka terlepas dari ancaman. Mereka tak memiliki apa-apa untuk dijual jadi hanya bisa mengandal keahlian sang ibu sebagai juru masak untuk bisa bertahan di desa baru. Sementara Shu...nampak sangat menyedihkan.
Ini adalah rencana awal Shu tetap akan melanjutkan perjalanan tak lama setelah sang ibu mendapatkan tempat singgah.
Desa berikutnya bernama Desa Hutan Bambu karena memang memasuki hutan bambu yang rapat dan menyesatkan serta memiliki banyak jalan bercabang. Bukan Masalah bagi Shu sesungguhnya ia telah terbiasa berkelana bersama kawan akrabnya You (dibaca biasa).
Shu teringat You di desa semoga iapun dapat meloloskan diri, orangtuanya dibunuh karena mencoba melawan para kawanan bandit kelompok Awan Hitam.
Pikiran Shu terus terganggu oleh You yang enggan diajak kabur bersama dengan pertimbangan tiga orang terlalu nencolok. You tetap menolak ajakan Shu untuk pergi inilah yang selalu menjadi beban pikiran Shu.
"Ibu mengerti kau memikirkan You, bukan? percayalah dia dalam perlindungan Dewa."
Shu tersentak seketika mendengar ucapan ibunya yang selalu lembut ditelinga. "Ibu, Dewa kali ini tidak memerankan dirinya dengan baik. Di mana Mereka? apa hanya duduk atau berdiri saja di atas langit sambil melihat kekejaman di bawah?!"
Di bawah maksudnya adalah kehidupan di bumi.
"Shu. Semua yang terjadi adalah kehendak langit kehidupan memang tak hanya manis saja tapi yang pahit juga merupakan bagian dari kehidupan." Ibu bijak menasehati putranya.
"Jangan pernah menyalahkan Dewa. Nah sudah cukup waktu istirahatnya mari kita lanjutkan jalan, nak."
Tanpa bicara Shu langsung bangkit dengan harapan baru, ia masih menaruh harapan pada kemurahan hati para Dewa. Untuk mencoba percaya bahwa keadilan bisa ditegakkan.
"Ibu, pernakah berada di hutan bambu sebelumnya?"
"Tidak pernah..."
"Ibu dengar, hutan ini menyesatkan ditambah lagi ada jenis serangga beracun. Katakan padaku dengan segera begitu ibu disengat atau digigit sesuatu, dan perhatikan langkah ibu kemungkinan ada perangkap yang biasanya untuk menjebak makhluk buas."
Ibu tersenyum penuh arti mendengar ucapan putranya. "Ah, Ah baiklah.""Bagaimana orang-orang di desa Shu?"
"Hm, desa hutan bambu? seingatku warga di sana cukup ramah. Aku yakin kita akan diterima dengan baik."
"Semoga saja desa itu jauh dari jangkauan kelompok Awan Hitam." ibu sedikit cemas.
"Tenanglah Ibu...mereka yang punya niat jahat akan disesatkan oleh alam hutan bambu ini, memiliki guardian/penjaga yang terdiri dari ahli bela diri yang sangat tangguh."
"Sebaiknya kita tidak menetap di desa itu Shu."
"Mengapa? kita lihat dulu, siapa tahu ibu langsung menyukainya. Perjalanan ke desa berikutnya masih lebih jauh." Mencoba membujuk ibunya.
Untuk informasi saja hutan bambu dilindungi oleh pendekar yang ahli pedang, pisau terbang, memanah serta keahlian menggunakan racun.
"Shu, perguruan mana yang ingin kau ikuti?" tanya ibu.
"Pertama aku akan mencoba mendatangi aliran Pedang Suci. Jika gagal aku akan menuju aliran setan golok, terkenal dengan kemahirannya dalam menggunakan jurus golok. Dan entah masih banyak lagi ibu." Demikian penjelasan singkat dari Shu.
Ibunya memperhatikan putranya nampak sekali ada keraguan di raut wajah putrannya. Shu sendiri bingung menentukan perguruan mana yang cocok untuk dirinya. Mengkhayal bila mana dirinya menjadi murid dari perguruan ternama sambil menenteng pedang atau golok.
Mereka telah masuk semakin dalam ke hutan bambu. Jalan yang dilalui tidak terlalu lebar dan mungkin hanya bisa dilalui oleh 1 kereta kuda saja. Tidak ada batu atau penanda bahwa ini adalah kawasan desa hutan bambu yang membuat bingung para pendatang.
"Nak! coba perhatikan itu." sang Ibu menujuk ke arah atas sebelah kanan putranya.
(...)
"Itu, lonceng terhubung dengan desa jadi saat kita melewati area dan menjumapai lonceng artinya kita semakin dekat dengan pos penjagaan. Dan kalu kita tersesat cukup bunyikan lonceng itu sampai penjaga menjemput kita."
"Oh! begitu ya, Nah! Nak cepat bunyikan saja lonceng itu hee untuk apa kita terus berjalan seperti tak tahu arah." si Ibu tidak sabaran ingin segera sampai ke desa.
"HiHiHi...Ibu untuk apa melakukan hal itu? Aku sudah tahu arahnya tak usah risau, ibu."
Tidak jauh beberapa langkah ke depan tergeletak sesosok tubuh perempuan jika dilihat dari fisiknya, segera Shu dan Ibunya bergegas menghampiri tubuh tersebut. Penuh luka dan hampir seperti tidak bernapas lagi namun belum mati.
"Shu! Kita harus menolongnya aii, lihatlah betapa malang gadis cantik ini."
"Dia orang luar seperti kita dan..."
Shu memeriksa keadaan perempuan itu dengan hati-hati lalu matanya menangkap bekas sengatan di bagian lehernya.
"Ini, ibu coba perhatikan." Shu menunjuk bekas sengatan yang sekerang membiru dan bengkak.
"Apa dia masih hidup?" tanya si ibu panik.
"Iya. Masih hidup, kita harus membawanya segera ke desa. Aku akan membopongnya di punggungku, karena waktu yang tersisa baginya tipis."
"Apa kita sudah dekat dengan desa?"
"Hanya beberapa langkah lagi, ibu."
Mereka berlari cepat begitu mengetahui desa sudah dekat sambil berteriak minta pertolongan.
"Heyy! apa kalian dengar itu? suara minta tolong. Arahnya dari depan gerbang desa." Kata 4 penjaga yang sedang bertugas menjaga keamanan luar desa. Karena posisi pintu gerbang desa sedikit agak jauh.
"Siapa yang begitu berani membuat keributan?"
"Lihat! itu mereka." Kata salah satu penjaga. Dan mereka bergerak cepat menghampiri ketiga orang yang nampaknya dalam masalah.
"Salam Tuan-Tuan, junior bernama Shu dari desa bukit pelangi."
"Apa yang terjadi dengan kalian? perempuan itu...baiklah cepat bawa dia masuk ke desa dari sini masih berjalan lurus ke dapan beberapa langkah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sumpah Pedang
AdventureDi jaman dulu pedang memiliki banyak kegunaan untuk melindungi diri dari kejahatan serta memberantasnya dan menegakkan keadilan. Mereka yang menyandang pedang bukan untuk gagah-gagahan tapi karena mereka pantas dan telah teruji sebagai Pendekar Peda...