Setelah berbincang dengan ibundanya segera Shu mempersiapkan diri untuk memulai perjalanan baru, dirinya tidak ingin berlama~lama berdiam di desa hutan bambu. Sudah hampir satu bulan dan Shu merasa ini sudah cukup untuk memulai perjalanan panjang menemukan perguruan yang dia minati meski tidak tahu apakah dirinya nanti diterima atau tidak Shu tidak menghiraukan ujiuan seleksinya. Dia hanya perlu yakin pada kemampuan diri serta keajaiban langit. Ibunya berpesan apabila tak dapat diterima jangan memaksakan diri cari saja pekerjaan di kota besar yang penting punya penghasilan untuk memulai hidup baru di sana.
Shu menemui salah satu ketua desa yang sebelumnya pernah menerima dan membantu Shu saat baru pertama kali masuk desa. Ia adalah ketua Khan, begitulah panggilannya pria gagah berbadan agak besar namun berwajah lumayan tampan. Khan pria yang kesepian dia hidup sendiri namun terkenal dengan wataknya yang ramah suka bercanda jangan salah ia juga sebagai salah seorang yang terpilih untuk memimpin desa pria yang kuat dan bijak. Shu tentu tak perlu ragu untuk mendatangi pria ini.
"Permisi, Tuan Khan apa Anda di rumah?"
(...)
"Tuan Khan! ini aku Shu". Berteriak di luar rumah
"OH! jadi itu kau, masuklah anak muda".
"Shu, bukan?"
"Rasanya aku sudah menyebut namaku beberapa kali di luar". Balas Shu
Khan mempersilakan Shu dan ia masuk dengan gerakan lambat ke dalam rumah, pencahayaan ruangan kurang begitu bagus jika hari sudah mulai gelap nampaknya Tuan Khan bergegas ingin menyalakan penghangat dalam rumah. Shu duduk dekat dengan perapian yang belum dinyalakan masih ada sisa pembakaran di situ.
"Duduklah tak perlu ikut repot kau adalah tamuku".
Shu kembali duduk setelah Khan berkata demikian, ia sangat ingin mengulurkan bantuan tetapi kembali terpaku begitu Khan memelototinya. "Tuan Khan apa kau sendirian saja, di mana keluarga Anda?"
"Aku tinggal sendirian dan belum pernah menikah".
Balok kayu yang telah dibelah ke ukuran kecil di letakkan di perapian berbentuk segi empat kemudian mereka duduk berdua sambil menghangatkan tubuh begitu tuan Khan telah menyalakan api.
"Aku senang kau mau mengunjungiku, bagaimana dengan ibumu?"
"Ibu sangat berterima kasih kepada tuan Khan". Tangan Shu menyodorkan sesuatu yang diduga buatan sang ibu. "EHM! ini tuan titipan dari ibu beliau memaksa agar tuan bersedia menerimanya."
"OHH! hahaha baik-baik sampaikan rasa terima kasihku kepada ibumu nanti". Girang sekali Khan mendapat perhatian dari seseorang seperti ini mungkin dikarenakan terlalu lama hidup menyendiri atau bisa dikatakan pria kesepian.
"Apa ada hal lain yang ingin kau katakan padaku?" Khan sudah merasa kedatangan Shu pasti karena sesuatu yang lain bukan karena disuruh ibunya untuk menghantar makanan.
"Tuan Khan, Aku ingin memulai perjalanan baru dan meninggalkan ibu di sini".
(...)
"Kaukan belum lama singgah di desa mengapa ingin cepat pergi memulai perjalanan baru, apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
"Tidak Tuan. Hanya saja aku harus melakukannya".
"Ceritakan padaku. Aku punya banyak waktu malam ini".
Sesaat Shu nampak ragu bingung harus mulai dari mana yang bisa ia ceritakan adalah kondisi desa asalnya beserta penduduknya yang menderita dan ia ingin berguru kepada dewa pedang, Boya yang menetap di Kuil atas awan. Lalu setelah itu dirinya dapat kembali mengusir para penjahat yang menduduki desa kelahirannya. Begitulah penuturan dari Shu pada akhirnya ia dapat bicara dari hati ke hati meluapkan semua ganjalan di dadanya.
Khan mendengarkan hingga termenung baginya hal yang menimpa Shu sudah umum terjadi penyerbuan oleh kompolotan Awan Hitam terjadi di mana-mana terutama di kawasan pinggiran. Jelas Awan Hitam ingin kembali membangun kerajaan yang dulu sempat berkuasa dan mendominasi.
"Aku tidak akan menghentikan langkahmu tapi jangan terburu-buru, tinggallah aku bersedia melatihmu".
"Daripada mengaharapkan bantuan orang lain akan lebih baik mengandalkan diri sendiri". Kata Khan
"Tuan, bukan begitu hanya saja waktu seleksi penerimaan murid baru akan segera dimulai, perguruan ini sangat jarang menerima murid ditambah lagi mereka punya banyak sekali aturan".
"Begitu, Memangnya kau hendak kemana?" Khan mengernyitkan dahi penasaran.
"Kuil Atas Awan, Tuan".
"OOH! Kuil itu. Tapi seleksinya sangat berat. Di desa ini, ada burung Walet yang akan dengan tangan terbuka menerimamu tanpa syarat! Aku menjaminmu. Bagaimana?!"
"Tidak. Tuan, aku tetap akan melanjutkan perjalananku. Terima kasih atas kebaikan dan perhatianmu". Shu menolak dengan sopan sambil menendukkan kepala meski dalam posisi duduk santai.
"HMMM~ya sudahlah aku tak bisa mencegahmu lagi tapi aku akan pastikan keselamatan Ibumu selama kau pergi".
"Terimakasih banyak Tuan!!" Shu langsung bersujud penuh kerendahan hati, ia sangat bersyukur dalam hidup ini masih ada orang yang peduli.
Malam semakin larut kesunyian terdengar jelas di luar, suara angin malam dingin mendesir kencang serasa membuat tubuh membeku. Shu ingin cepat kembali teringat Ibundanya sendirian dan pagi-pagi buta ia harus memulai perjalanan. Khan ingin mengenal Shu lebih dekat lagi entah perasaan aneh apa yang dirasakan sehingga membuat Khan perhatian terhadap pemuda yang belum lama ia kenal. Malam yang singkat untuk sebuah obrolan yang begitu panjang mereka berdua tanpa disadari telah memulai hubungan batin.
Seperti yang sudah direncanakan pagi-pagi sekali Shu berangkat dan hanya diantar oleh Ibu serta tuan Khan sampai ke perbatasan desa hutan bambu. Dan mulailah perjalanan yang akan mengubah nasib si pemuda lugu ini. Ibunya tak kuasa menahan air mata dilihatnya anak lelaki satu-satunya berjalan kian menjauh dari pandangan mata, dalam hati si Ibu berkata 'putraku sudah besar dan menjadi anak pemberani, pergilah anakku Dewa akan selalu menyertaimu.'
Khan menatap punggung Shu ingatannya kembali saat dirinya masih di bawah usia 20-an di mana saat itu iapun memulai petualangannya di dunia persilatan. Perasaan haru ia mengingat betapa sangat tersiksanya harus meninggalkan orang terkasih. Khan berjanji dalam hati bahwa Shu adalah bagian dari hidupnya. 'Kau tidak sendirian ada aku yang akan selalu mendukungmu.'
Hingga punggung Shu tidak terlihat lagi barulah Khan bersama Ibunya Shu putar badan untuk kembali ke desa. Keluar dari hutan bambu artinya masuk lebih jauh lagi ke dalam hutan melewati berbagai macam rintangan seperti, berhadapan dengan hewan buas yang lapar akan tetapi hal ini tidak membuat Shu takut karena ia juga seorang pemburu yang cerdik dan berpengalaman. Sebelum itu, di desa Bukit Pelangi bukan hanya Ibu dan anak yang berhasil meloloskan diri namun ada seorang lagi yang berani mencoba mempertaruhkan hidupnya untuk dapat keluar dari cengkeraman jahat kelompok Awan Hitam. Hanya saja ia memilih arah yang berlawanan dari Ibu dan anak yang berhasil lolos itu. Namun masih ada seorang lagi yang mencoba peruntungannya untuk keluar dari cengkraman jahat kelompok Awan Hitam. Hanya saja dia memilih arah berbeda yang diambil ibu dan anak untuk meloloskan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sumpah Pedang
PrzygodoweDi jaman dulu pedang memiliki banyak kegunaan untuk melindungi diri dari kejahatan serta memberantasnya dan menegakkan keadilan. Mereka yang menyandang pedang bukan untuk gagah-gagahan tapi karena mereka pantas dan telah teruji sebagai Pendekar Peda...