Alya masih geming walaupun sudah 30 menit Anye pergi meninggalkan kantornya. Ia masih tak percaya dengan kejadian barusan. Prasangka buruk terus berputar di otaknya. Apakah Anye mendendam terhadapnya? Atau Anye masih kecewa?
Bahkan Alya tak mampu melihat kedua mata Anye saat berbicara. Ia terlalu canggung sampai terkesan kaku. Padahal, beberapa tahun silam, mereka tak pernah melewati detik tanpa tawa.
Telepon mejanya berdering. Alya menjawab dengan ramah sambil merapikan rambut.
"Iya, dengan Rest To Resto, ada yang bisa dibantu."
"Bu, maaf, ini Tiara. Saya ngehubungin ibu pakai nomor lain karena lagi di luar kantor."
"Eh, iya. Kenapa, Ra?"
"Notulensi rapat dua hari lalu, sudah saya kirim ke email ibu, ya. Rekap penjualan juga saya sertakan. Seperti biasa, sudah ada yang difilter dan ada juga bahan mentahnya. Seperti yang ibu minta."
Alya menarik napas dalam lalu mengembuskannya dengan kentara. "Terima Kasih, Ara," ucapnya dengan senyuman.
Setelah telepon berakhir, ia membaca ulang isi e-mail yang masuk. Memindahkan lampiran e-mail Tiara ke folder berkas pentingnya. Tak selesai di situ, Alya masih menatap laman e-mail yang menampilkan nama pengirim tidak asing.
"Universitas Buana Megantara," ucapnya nyaris tak terdengar.
Melihat notifikasi laptop yang hampir kehabisan daya, Alya sigap meraih pengisi daya dari dalam tasnya. Tanpa berpaling dari layar laptop sedikitpun, Alya meraba colokan listrik yang berada di bawah mejanya. E-mail masuk dari UBM membuat fokusnya tidak teralihkan sama sekali.
Sebuah undangan reuni di awal tahun baru dengan tema 'A Brand New Day, A Brand New Yours'
Alya memincingkan mata. Membaca setiap detail isi undangan. Kenangan masa lalu seperti kembali menancap di dadanya. Spontan membuatnya ngilu. Ia menahan sakit seperti orang kehabisan napas.
Ejekan kembali terngiang di telinga. Alya tak sanggup kembali ke sana, walau sudah sekeras apa pun ia membuktikan diri untuk sukses dengan kedua kaki. Namun, percuma. Keberaniannya menciut, kepercayaan dirinya kembali lindap. Menatap Anye saja tak mampu, apalagi menatap sahabat-sahabatnya yang lain.
Terlebih lagi harus mendengarkan teman-teman lain yang bergunjing.Alya menatap Abian yang terlihat lesu di sisinya. Bau obat sungguh membuatnya mual. Ditambah dengan lift yang dipenuhi orang.
"Masih mau suka telat makan? Masih ngira kalau kamu wonder woman yang nggak bisa sakit?"
"Bian apaan, sih! Udah ah, kita pulang sekarang. Lagian ngapain sih, bawa aku ke rumah sakit segala? Paling istirahat bentar terus minum obat juga bakal sembuh."
Abian menghela napas. Ia memutar bola mata sembari memijat kening. Wanita di hadapannya memang keras kepala. "Ini tuh magh kamu kumat. Terus dehidrasi juga karena kurang cairan. Masih bilang istirahat sebentar bakal sembuh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THEATRICA
ChickLitAlya Indira Biantari tak pernah menyangka dapat menikmati hidup sebahagia ini. Bayang-bayang masa lalu yang ia anggap aib selalu ingin dikuburnya dalam-dalam. Berawal dari satu kebohongan yang tak sengaja ia buat, kini hidupnya lebih sedikit berwarn...