01 ; Meet Darren Jeon

1.3K 158 5
                                    

Namanya Darren Jeon. Biasa dipanggil 'Darren' oleh kawan dan keluarganya, 'Sir' oleh bawahannya, dan 'Jeon' oleh istri tercintanya.

Pria berparas sempurna bak ukiran patung keramik Italy. Terang saja, sebagian gen dan darah yang mengalir dalam tubuhnya berasal dari pria asli berkebangsaan Korea Selatan, dan sisanya ia dapatkan dari ibunya yang keturunan asli pribumi.

Darren terlahir dari keluarga yang cukup berada, namun posisi dan jabatan yang ia dapatkan pada karir nya saat ini bukan serta merta karna ia-lah pewaris utama. Darren pernah merasakan kerja dibalik kubikel sebagai staff biasa, pernah juga dimarahi ayahnya karna merekrut pegawai yang kurang berkompeten saat ia mengisi jabatan sebagai kepala HRD.

Tepat saat usianya menginjak angka kepala tiga, Darren dilimpahi beban dan tanggung jawab yang semakin berat di pundaknya, yaitu sebagai direktur utama pada perusahaannya sendiri.

Berbicara mengenai Darren Jeon sepertinya kurang afdol tanpa membicarakan siapa wanita beruntung yang berada di belakang shaf nya.

Jeanette Tamadiwirja, wanita cantik dengan sebagian darah Melayu mengalir dalam tubuhnya. Pemilik beberapa outlet boutique yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, dan negara lainnya.

Wanita berusia 31 tahun yang telah dipersunting Darren dan menjadi isterinya selama 4 tahun terakhir dari sebuah perjodohan kolot orang tua.

Bukan, bukan karena perusahaan Jeon diambang kebangkrutan sehingga membutuhkan suntikan dan sokongan dana dari investor dadakan, hanya saja Darren yang terlihat tidak pernah menggandeng wanita di depan orang tua dan keluarganya membuat sang ibu khawatir dan berprasangka anak semata wayangnya memiliki disorientasi seksual.

Darren memang tak pernah membawa seorang gadis ke rumahnya, terang saja karna lelaki itu terlanjur memiliki trust issue kepada wanita. Sebab begini, saat Darren berusia dua puluh dua, gadis yang ia cintai dengan sangat telah mengkhianatinya dan hanya menjadikannya ATM berjalan.

Tidak, bukan karena Darren pelit, baginya, materialistis di jaman sekarang sangat diperlukan, tetapi harus dibarengi dengan kualitas diri yang mempuni. Bukan hanya sekedar ongkang-ongkang kaki lalu kamu tidak melalukan apapun, kan?

--===--

Kegiatan Darren menyeruput kopi panasnya pagi ini harus terhenti kala terdengar pesan masuk ke ponsel nya. Pesan dari Personal Assistent nya --Farhan, yang berisi pemberitahuan bahwa Farhan telah mengirimkam email rentetan schedule Darren seharian penuh hari ini, rutin seperti yang sudah-sudah.

Usai membaca email, Darren membuka laman koran yang sempat ia anggurkan beberapa saat lalu, membaca pojok berita bisnis dengan headline berita besar di atasnya, "Diyaksa Group Is Preparing Their New Future Boss."

Darren bergumam singkat, membaca lebih jauh isi berita yang baru saja ia tengok tajuknya. Pria itu sangat mengenal siapa Diyaksa Group, sebuah kerajaan bisnis yang memiliki banyak anak usaha di Indonesia. Kerajaan bisnis yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari pengembangan properti hingga sarana kesehatan dan pendidikan.

Ia menyesap kopi pahitnya sekali lagi, "Sshhh... jadi Pak Gunawan sudah berhasil membujuk anaknya? Hmmm interesting." Katanya sambil menambahkan senyuman kecil di akhir.

Omong-omong soal Diyaksa Group, perusahan yang tengah dipimpin oleh lelaki paruh baya bernama Gunawan Natadiyaksa. Perusahaan Konstruksi yang sudah Darren pimpin selama 3 tahun --Jeon Construction, sudah menjadi partner Diyaksa Group dalam membangun property mereka selama beberapa periode, bahkan sebelum diambil alih Darren pun, perusahaan konstruksinya sudah lama menjadi mitra Diyaksa Group.

Darren membuka kuncian ponsel nya, memeriksa nya lagi karna suara dentingan singkat mengalihkan atensinya dari tumpukan kertas berisi informasi terkini itu. Ia menghela nafas pelan, membaca rangkaian kata dari Farhan yang mengatakan ia tidak bisa masuk kerja sampai beberapa hari ke depan, usut punya usut dikarenakan sang istri sudah waktunya melahirkan anak mereka. Darren tersenyum kecut di akhir.

Darren bukanlah seorang bos yang otoriter, berlaku semaunya sendiri dan semena-mena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darren bukanlah seorang bos yang otoriter, berlaku semaunya sendiri dan semena-mena. Tidak, jangan harap. Walau ia selalu tegas dalam bertindak, tapi ia tidak pernah berlaku tidak manusiawi pada siapapun, terlebih lagi pada bawahannya.

Beralih menekan angka 9 pada speed dial panggilan hp nya, ia menelpon sekretarisnya --Karenina.
"Morning Nin, saya mau semua schedule saya kamu cancel ya hari ini, saya tidak ke kantor." Katanya tanpa bertele-tele setelah panggilan tersambung.

"Baik sir, akan saya reschedule semua kegiatan anda hari ini. Apa ada lagi, sir?"

"Kirimkan perlengkapan bayi ke rumah Farhan, istrinya mau melahirkan." Katanya lagi sambil bangkit dari duduknya. "Itu saja, kamu bisa lanjutkan pekerjaan kamu."

Panggilan terputus. Hilang sudah niatnya untuk sarapan pagi ini. Darren melangkahkan kakinya ke kamar tidurnya yang terletak di lantai 2.

Seolah bagai kaset rusak, pikirannya dipaksa kembali pada pesan Farhan yang mengatakan istrinya akan melahirkan anak pertama mereka. Anak pertama setelah 1 tahun pernikahan mereka.

Moodnya berantakan, pantas saja ia tidak menyentuh roti panggangnya dan langsung membatalkan semua agendanya hari ini pada Karenina.

Darren mendengus kesal. Ia bukanlah seorang yang hipokrit, tentu saja ia kesal dengan keadaan. Keadaan yang sampai saat ini membuatnya belum dapat memiliki keturunan. Keturunan yang kelak akan melanjutkan langkahnya meneruskan perusahaan keluarga yang sudah berjalan turun temurun. Bukan hanya menginginkan anak untuk melanjutkan perusahaannya, Darren-pun sama seperti pria pada umumnya yang bila malam tiba, pria itu ingin membacakan dongeng bagi buah hatinya.

Ah.. sialan betul. Mau merutuk pada siapa bila sudah seperti ini? Pada orang tuanya kan tidak mungkin.

Darren membuka pintu kamar, mendapati istrinya --Jeannette, yang baru saja selesai mandi dengan handuk melingkar di atas kepalanya serta bathrobe putih menutupi tubuh telanjangnya.

"Loh, belum berangkat kerja?" Tanya nya bingung melihat Darren masuk ke kamar sambil setelahnya melihat jam dinding di atas televisi menunjuk ke angka 9.

Sang suami bergumam singkat, memilih menggeleng menjawab pertanyaan singkat istrinya, lantas ia beralih ke walk in closet nya hendak berganti pakaian rumahan yang lebih nyaman ketimbang ketatnya untaian dasi yang melingkar di lehernya dengan kemeja kantoran.

Annette memicing dan mengedikkan bahu acuh melihat jawaban tidak bersemangat yang ia dapat dari suaminya. Berjalan cepat ke arah ponsel nya yang tergeletak di atas tempat tidur untuk menghubungi seseorang.

..To be continue..

THE CEOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang