07; gym day

778 133 11
                                    

Terimakasih untuk yang sudah bersedia menunggu dan membaca.
Terimakasih untuk yang selalu meninggalkan jejak vote dan comment.
Here part 7, unedited, 900 words
💕💕

Adreea itu bukan tipikal perempuan yang dengan sukarela mau membuat tubuhnya berkeringat dalam konteks membakar kalori dan lemak membandel. 

Ia tidak pula masuk kedalam jenis perempuan yang suka membatasi dan strict dengan panganan yang masuk ke dalam perutnya. Apapun yang ingin dia makan dan minum, maka ia tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya.

Namun, Adreea sangat benci bila baju dan celana favoritenya sudah memperlihatkan tanda-tanda bahwa mereka kesulitan membungkus tubuhnya. Seperti beberapa hari kebelakang. Agaknya stress karna memikul tanggung jawab yang besar mempengaruhi pola makannya akhir-akhir ini.

Jadwal berolah-raga nya sangat berantakan, bila Adreea memiliki waktu kosong, yang ia lakukan bukanlah melipir ke pusat kebugaran, melainkan club malam untuk meliuk-liukkan tubuhnya dengan dentuman musik berisik.

No no no, seliar-liarnya kehidupan entertain yang sempat Adreea jajah, Adreea masih waras untuk tidak memberikan tubuhnya dengan lelaki asing di lantai dansa.

Ia tahu batasan, ia tahu value seorang "Adreea" yang ia punya. Bukan tipikal wanita yang dengan mudah bertekuk lutut walau salah satu model besar di Amerika dulu pernah memberikan penawaran menggiurkan berupa friends with benefits things pada wanita ini.

Paling kesulitan yang ia kerjakan hanya membuat Papa Gunawan mengirim bodyguard untuk menemaninya "mencari udara segar", selebihnya, perilakunya masih di ambang batas kewajaran walau pernah lama tinggal di luar negeri.

Kembali lagi pada Adreea yang rabu sore ini mulai mengikuti kelas pilatesnya sebab resleting dress merahnya tak mampu sepenuhnya ditarik.

Wanita muda itu keluar dari ruang kelas pilatesnya dengan terengah. Sport bra maroon nya basah kuyup. Wajahnya memerah padam sebab lelah mulai mengambil alih tubuhnya.

Ia berjalan gontai menuju vending machine di ujung koridor. Terduduk lemah dengan menggenggam sebotol teh hijau dingin di atas bangku tunggu tak jauh dari lorong dekat locker dan changing room.

Adreea bukannya baru sekali mengikuti kelas pilates, namun karna prinsip berolahraganya yang berantakan, maka seingat Adreea, empat bulan lalu lah terakhir kali ia menggerakkan tubuhnya.

Nafasnya mulai beraturan, degub jantungnya pun perlahan berdegub sesuai ritme normalnya. Adreea berniat menarik tungkainya meninggalkan lorong, namun seketika suara berat yang memanggilnya membatalkan niatnya.

"Adreea???" Suara yang terdengar ragu itu memanggilnya.

Ia mengangkat kepalanya, menemukan pria itu lagi. Wah apa ini? Apa pria itu juga berolahrga di sini?

"Right. Adreea kan? I thought my eyes was wrong. Kamu olahraga di sini juga?"
Ia tersenyum tipis, membuka tutup botol termos tumblr nya.

"Eumm.. ya... Saya pilates di sini. Bapak di sini juga?"

Ia mengangguk kecil setelah menyelesaikan agenda membasahi kerongkongannya. "Saya seminggu sekali doang sih, tapi saya kok ga pernah lihat kamu ya?"

"Oohh.. i'm new here. Saya juga bukan yang rajin banget olahraga, ini karna baju saya mulai sempit aja."

Darren cukup terkejut dengan balasan Adreea yang terkesan bergurau itu. Bung.. ini Adreea, wajahnya yang angkuh tidak terlihat suka melemparkan senda gurau. Bahkan wajahnya masih terlihat datar.

Adreea tahu Darren memang tampan, tapi Adreea berani bersumpah, partner kerja barunya ini menjadi berkali lipat lebih tampan dalam keadaan seperti ini.

Sebut Adreea berotak dangkal, memang faktanya ia adalah salah satu golongan manusia yang menyukai keindahan dan ehm ketampanan.

Mari diperjelas, yang Adreea lihat sore ini adalah Darren dengan sweat pants hitam dengan atasan long sleeve abu. Surai gelap yang disisir asal dengan beberapa bagian terlihat basah karna keringat.

Kalau saja Darren bukan pria beristri, Adreea pasti tidak akan berpikir dua kali untuk mendekati pria ini. Jujur saja, kelemahan Adreea hanya dua, yaitu; lelaki single tampan, dan permintaan orangtuanya.

Adreea hendak mengangkat bokongnya, menarik tubuhnya menjauh dari Darren untuk membilas tubuhnya, namun sebuah suara menggelikan menginterupsi niatnya.

Pria itu tertawa canggung karna kali ini cacing-cacing dalam perutnya berhasil membuat imejnya rusak, tentu saja Darren malu bukan kepalang.

"It's embarassing. I'm sorry."

Bukan memalukan, justru Adreea merasa terhibur, ia menggeleng tak menyetujui pernyetaan Darren, "Laper, pak?"

"Little bit. Saya belum makan siang."

"Woah.. ini bahkan udah jam tujuh malam?"

"Saya tahu... It's jus a... Habit?? I guess."

"Setelah ini harus makan. You don't know how's your body suffers kalau bapak ga makan kan? Saya pun sering malas makan, tapi saya paksa even hanya sekedar biskuit."

Darren tersenyum tipis di bawah nafasnya. Begitu tipis hingga mungkin tidak akan disadari Adreea. Melihat orang lain memperhatikannya daripada istrinya sendiri rasanya begitu aneh.

Namun Darren menyukainya. Menyukai sensasi kala ada seseorang yang mengomelinya untuk hal yang begitu basic seperti ini.

"Would you like to have dinner?? With me."
Darren mengajak impulsif. Bahkan belum sempat otaknya mencerna ide gila itu, bibirnya sudah lebih dulu mengambil langkah.

Rasanya, menunggu tidak pernah semenyebalkan ini. Wanita itu terlihat berpikir di tempat, bahkan ia sudah bangun dari duduknya.

Netranya terlihat mengawang sesaat, namun di saat menit ke-tiga –kalau Darren tidak salah hitung, Adreea mengangguk singkat, "Sure."

"Saya.. mandi dulu???" Lanjutnya setelah sebelumnya sempat terpesona dengan senyum hangat pria itu.

Sialan.

"Me either, then. Saya tunggu di lobby nanti?"

"Okay.. tapi disclaimer dulu di awal, kalau i always take more extra time buat mandi, you okay with waiting stuff?"

"Waiting is my old friend, Re."

"Good, i'll make you wait forever." Sebelah bibirnya tersungging. Setelah dipikir-pikir perkataannya barusan bagai seorang wanita yang tengah beragumen dengan kekasihnya, menggelikan.

"Then i'm gonna wait for you forever."

Bahkan guyonannya ditanggapi dengan Darren, sepertinya first impresson bahwa Darren seorang yang stiff akan terpatahkan.

Keduanya berjalan beriringan menuju changing room, namun sesaat Adreea berada di depan locker room wanita, suara bariton Darren membuat langkah kakinya tertahan.

"But Re, since kita sedang tidak di working hours, i think 'Darren' or 'Jeon' would be nice instead of 'Pak' ?

"The second one."

"Good choice."

-----===-----

THE CEOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang