─ CHERISH 04 : JEALOUS.
Pagi sekali Kahiyang terbangun. Lantas terbingung sebab tak tahu masakan apa yang akan ia sajikan sebagai menu sarapan. Lemari pendingin kosong tak terisi bahan makanan satu pun. Mau pergi mencari keluar Iyang masih belum tahu-menahu lingkungan sekitar perumahan.
Suami Iyang masih terlelap. Kembali menyambung mimpi selepas ibadah subuh terlaksana. Iyang tak keberatan, karena sudah tidak di ragukan Jabar sangat penat, selepas bergantian menyetir dengan Pak Lek Nan kemarin, sesampainya di Malang harus memindahkan barang-barang.
Daripada menunggu hingga matahari semakin meninggi, mau tak mau Kahiyang harus mendapat bahan masakan. Perkara bersosialisasi bersama masyarakat perumahan bukanlah permasalahan berarti. Iyang pandai bergaul, dalam artian mudah berbaur dengan siapa saja.
Rencananya ia akan berjalan menyusuri setiap blok mencari pedagang yang barangkali menjual bahan masakan. Ternyata tak jauh dari rumahnya, anggap saja berjalan kaki sekitar 8 menit sudah sampai. Berdiri sebuah toko kecil-kecilan di kerubungi segerundung ibu-ibu. Selain menjual bumbu dapur, tempat itu juga juga menyediakan sayur serta lauk.
Lantas Kahiyang tersenyum dari balik kain masker. Sebab tak perlu repot-repot berjalan jauh untuk membeli sayur setiap harinya. Melihat sayuran yang ada terlintas pemikiran Iyang akan membuat sayur asem, tempe goreng, dan sambal tomat sebagai pendamping. Cukup sederhana.
"Buk e ini kacang panjang satu ikat berapa, nggih?"
"Seribu lima ratus aja mbak."
Kahiyang mengangguk paham. Saat ia memindai bahan lain yang di butuhkan, salah satu perempuan berhijab hitam disana mendadak berceletuk, "pindahan baru ya mbak?"
Tanpa mengurangi rasa ramah Iyang tersenyum sampai-sampai kedua netra menyipit, "iya bu. Baru pindah kemarin."
Tiba-tiba wanita lain turut menyelip percakapan, "istrinya Jabar bukan?"
Kahiyang sedikit terkejut. Selain populer di kampung halamannya, ternyata Jabar juga terkenal dalam kalangan ibu-ibu pagi pembeli sayuran. Berusaha menepis rasa terkaget, Iyang paham melihat dari sifat ramah Jabar di kampung halamannya sendiri. Selain itu suaminya 'kan tampan bukan main, di tambah berlabel pekerjaan mapan. Sudah pasti menjadi idaman menantu para ibu-ibu.
Namun yang membuat Iyang terbingung, mengapa Jabar bisa di kenal hingga disini? Bukan kah perumahan ini juga menjadi ruang lingkup baru bagi suaminya?
Kedua sudut bibir Kahiyang tertarik tipis ke atas, "iya bu. Saya istri Mas Jabar."
"Wis seng lanang nggantengi. Bojone ayu sisan! Nggak kebayang aku anaknya bakal jadi kayak gimana."
Kalimat ibu-ibu berdaster batik coklat itu membuat Kahiyang tersipu. Padahal sekarang dirinya tengah mengenakan masker. Belum juga di buka, sudah mendapat pujian lebih dulu.
"Samean bingung ya saya kok kenal Jabar padahal kalian pindahan baru?"
Kahiyang tersenyum meringis, "nggih bu..."
Ibu yang sempat memuji Kahiyang itu maju, menepuk ringan pundak Kahiyang.
"Saya Titik, ibuknya Tito."
Itulah mengapa sedari awal bentukan wajah ibu-ibu satu ini nampak tak asing. Sempat pernah melihat namun entah dimana dan kapan. Sekarang Iyang paham proposi wajah Tito memperoleh gen milik siapa.
"Walah! Ibuknya Mas Tito. Buk Titik rumahnya perumahan sini juga?"
Bibir Ibu Titik melengkung naik. Parasnya masih terlihat jelita, kalau Iyang tak salah menebak umurnya berada di atas 40.

KAMU SEDANG MEMBACA
CHERISH
FanfictionBagi Triawan Jabar Randika yang akan segera memasuki usia berkepala tiga, satu-satunya lembaran putih kosong tak tergores tinta kehidupan hanyalah titik halaman romansa hidup Jabar. Pertemuan tak terencana dengan sosok Kahiyang beberapa kali menumbu...