CHERISH 08 : LUNCH BOX

374 80 25
                                        

Halo, ada yang masih menyimpan cerita ini?

— CHERISH 08 : LUNCH BOX.

"Kahiyang. Bangun."

Pipi kanan Kahiyang sempat di tepuk beberapa kali. Ia menyipitkan pandangan. Terpaan cahaya lampu kamar mereka menyilaukan netra. Jabar telah rapi mengenakan pakaian dinas. Bahkan tas gendongnya tersampir siap di balik punggung.

Kahiyang beralih posisi duduk, gadis itu mengusap wajah penuh sesal. "Ya Allah, maaf. Kesiangan.." gumamnya.

Ini akibatnya jika gadis itu tidur tidak sesuai jadwal. Maksudnya Kahiyang payah dalam hal tidur terlalu larut. Ia pasti akan bangun pada jam-jam matahari telah naik tinggi. Kemarin selepas ia berpeluk manis sebagai tanda perpisahan dengan sang bunda di depan halaman teras rumah, Ibu dari Tito datang mengajak Kahiyang berkeliling kota. Ibu Titik bilang sebagai teman mengobrol di mobil. Dan juga beliau baru tahu dari suami Iyang, kalau dirinya belum benar-benar mengenal kawasan Malang.

"Nggak terbiasa bangun pagi kalau begadang?" Kahiyang menggeleng lesu. Yang ia pikirkan hanya satu, Jabar pasti belum sarapan.

"Mas belum sarapan?"

"Nanti bisa beli. Sekarang aku mau berangkat." laki-laki itu menyodorkan tangan kanan lantas kemudian Kahiyang salami.

"Aku antar bekal nanti siang ya? habis ini aku langsung masak deh."

"Aku beli di kantin aja Ay. Kamu ke tempat aku ngajar malah kejauhan."

"Nggak papa. Sekalian jalan-jalan. Jadi hari ini mas naik mobil dulu ya? sepedanya aku yang pakai." Istri Jabar itu tetap bersikeras. Melihat itu senyuman Jabar tidak dapat di tahan. Dengan rasa gemas ia menangkup kedua pipi gembil Kahiyang, mencuri kilat beberapa kecupan bibir yang menurut Jabar itu manis.

"Aku jalan!" segera pemuda jangkung itu berdiri, lari terbirit.

Kahiyang merasa rautnya merona. Ia menyentuh kedua pipi, terasa hangat. Bodohnya ia tersenyum bahkan tertawa bak orang pertama kali tahu akan cinta. Padahal ini bukan kali pertama Kahiyang mengenal rasa menggelitik perut. Memang kalau yang halal itu rasanya berbeda ya. Perempuan itu kembali terpingkal jenaka.

Menyadari kebodohan kian menjadi, Kahiyang lebih memilih bergegas pergi menuju dapur. Masakan hari ini ia memilih sup jamur disertai lauk tempe. Sangat amat sederhana. Jikalau mengikuti selera makan sang suami, Jabar tak pernah protes dengan masakan yang ia buat sejauh ini.

"Assalamualaikum. Dek Kay?"

"Waalaikumsalam." Iyang berjalan cepat menuju ruang depan. Ia membersihkan tangan pada apron hitam yang ia kenakan.

"Kenapa Mbak Git?" Gita balas menatap Kahiyang heran.

"Kamu lupa kalo bilang sama aku hari ini beli papan tulis?"

"Oh? iya ya." gadis berapron hitam itu menyeringai merasa tak ada yang salah. Ia membuka daun pintu lebih lebar, "masuk dulu Mbak Git. Nunggu aku mandi, nggak papa? suer aku lupa kalo ada janji sama mbak."

Gita berjalan masuk. Lantas berleha tanpa sungkan. Ia mengeluarkan handphone dari tas yang ia bawa. "Santai aja dek. Lagian kok bisa kamu sampe lupa?"

"Aku bangun kesiangan. Terus gopoh bikin sarapan."

"Udah beres semua kan?"

"Iya dong, harus kilat." balasnya sembari terkekeh cilik, "tinggal di antar doang."

Kedua alis Gita mengernyit, "kemana?"

"Ke tempat Mas Jabar ngajar, mbak. Tadi mas gak sempet sarapan."

CHERISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang