29. Sudah terjadi

89 11 0
                                    


Naviel membuka matanya setelah ia tak sadarkan beberapa waktu. Sepertinya, tadi dirinya menghirup sesuatu yang disemprotkan terhadap kain yang membekap Naviel.

Netranya melirik ke arah sekitar, terlihat Naviel sedang berada di ruangan yang serba hitam. Apa maksud orang tadi membawanya kesini? Tidak habis pikir.

Saat Naviel mencoba bangun dari duduknya, pandangannya seketika kabur, membuatnya kembali terduduk.

"Ini gue dikurung, apa gimana, ya?" Naviel bermonolog. Ia tak tahu mengapa dirinya berada disini, yang jelas pasti orang tadi ada maksud tertentu hingga membawa dirinya kemari.

"Ini gue bener-bener dibiarin duduk doang disini? Nggak diiket atau dibungkam, gitu?" Naviel lagi-lagi dibuat heran. Ia memutuskan untuk merogoh saku celananya, dan mencari keberadaan ponsel miliknya. Ia ingin menggunakan ponsel tersebut sebagai penerangan agar bisa keluar dari tempat yang suram ini.

"Kok?" Naviel merogoh gusar sakunya saat tak menemukan barang yang ia cari.

Karena merasakan pengap di ruangan ini, Naviel memutuskan untuk keluar tanpa bantuan percahayaan apapun. Ia merayap, mengedepankan tangannya, takut nanti jika dirinya menabrak sesuatu karena, memang tempat ini sangatlah gelap dan... Seram, mungkin bisa dibilang seperti gudang.

Brak!!

Cahaya yang tiba-tiba muncul melesat masuk ke netra milik Naviel. Ia menutup matanya karena pandangannya tertutupi oleh kegelapan.

"Eh, udah bangun? Bagus deh," orang yang baru saja membuka pintu itu bertutur. Di sebelahnya terdapat dua orang yang berbadan gagah.

Please gue masih mau idup... Gue belum nikah sama El, belum pergi ke Paris, belum lulus SMA, masa iya gue udah mau mati aja. Ini Darrel apa nggak nyariin gue gitu? Cih, payah banget.

"Naviel Aegle," terdapat suara wanita yang memanggil nama gadis dengan mata yang tertutup itu. Suaranya memang seperti suara orang yang membekapnya waktu itu.

Naviel membuka matanya, mencari celah agar ia bisa keluar dari ruangan keramat ini. Ketiga orang tersebut berdiri tepat di tengah pintu berada, wajahnya pun juga tidak terlihat karena mereka membelakangi cahaya, membuat Naviel sulit menemukan jalan keluar.

Selangkah maju wanita tersebut, membuat mata Naviel terbelalak. Ia mengerjapkan matanya, takut jika dirinya salah melihat. Namun tidak, orang tersebut memang orang yang dimaksud Naviel.

"Arriza? Lo Arriza, kan? Bukan setan yang nganter gue sampai Mall tadi, kan?" tangan Naviel gemetar saat melihat barang yang dibawa wanita tersebut. Ia masih mencoba untuk menyadarkan dirinya sendiri. Wanita tersebut malah tertawa. Dasar wanita gila.

"Nyariin siapa? Temen lo? Si, Darrel itu? HAHA, bocah bodoh kayak gitu kok dicariin," tak ada jawaban dari Naviel. Ia sudah terlanjur kemakan emosi yang dibuat oleh wanita tersebut hingga membuatnya semakin kesal. Handphone gue dimana lagi, Akh!

"Nyari apa? Ini ya?" wanita itu tepat berada di hadapan Naviel dan menyodorkan sebuah ponsel yang persis seperti miliknya.

"Ini punya gue, kan? Kenapa ada di lo? Nggak ada sopan santunnya banget ngambil barang orang sembarangan," Naviel hendak mengambil ponselnya namun ponsel tersebut malah dibanting ke lantai. Tentu saja Naviel kaget, ponsel miliknya yang dipenuhi data-data penting hancur karena orang ini?

Tak mau tinggal diam, Naviel memelintir tangan orang di hadapannya. "Kalau gue ada salah tu, bilang! Bukannya malah kaya gini, punya otak ngga sih?" orang tersebut merintih ya, tentu saja karena merasa kesakitan. "Dan satu lagi, lo pasti orang yang nyamar jadi Arriza, kan? Arriza mah mana tega ngelakuin kaya gini ke gue," setelah itu, Naviel bergegas meninggalkan tempat ini. Namun tak semudah itu, masih ada dua lelaki bertubuh kekar yang berhasil menghadang jalan keluar Naviel.

ZAFRAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang