31. Secangkir Coklat panas

81 8 0
                                    

"Jadi, kamu nggak bahagia sama aku?" keduanya terus-menerus melontarkan pertanyaan. Hingga sampai dimana keduanya dibisukan oleh pertanyaan yang tak sengaja terlontar. Hening menggusai kedua belah pihak. Rangkulan yang sebelumnya terasa hangat menjadi sedikit hampa, pelukan tak seerat yang sebelumnya.

"Maaf," ucap gadis itu lirih. Naviel merutuki dirinya. Salah sekali bertutur seperti tadi.

"Aku pulang dulu," Zafrael pamit kepada sang tuan rumah. Langkahnya gontai, wajahnya juga berubah seketika.

Naviel melirik ke ponselnya yang bergetar. Tertera nama Arriza di sana. Ia menghela nafasnya secara kasar, dan membiarkan panggilan itu tanpa mematikannya. Ya, dirinya sedikit memiliki rasa trauma. Bukan lain karena kejadian yang menimpanya tempo lalu.

Walaupun, bukan Arriza pelakunya namun, Naviel tak mau melihat wajah yang mirip dengan si pelaku. Ia akan mengurung diri hingga rasa trauma nya menghilang.

♡♡♡♡

"Darrel goblok, kenapa lo gagal ngajak dia buat ngejalanin rencana kita?" Addiza terduduk di sofa berwarna merah yang sudah usang.

"Hah?! Lo pikir gue nggak pake usaha apa? Gue juga udah usaha kali, dan asal lo tahu, gue nyoba bujuk dia engga cuma sekali, gue udah bikin skenario sendiri buat dia, tapi dianya yang nggak mau. Waktu itu, hampir aja dia kecantol, tapi malah balik lagi kesemula, alias pendiriannya kuat banget anjir!"

"Nih ya, gue udah nyuruh si Darrel buat bilang kalau sebenernya Darrel yang dulu tuh bukan Darrel yang sekarang. Maksudnya, si Darrel yang dulu tuh kecelakaan, kecelakaan itu di rencanain sama Darrel yang sekarang, gitu. Lo paham nggak, sih?" wanita tersebut melanjutkan penjelasannya dengan secangkir kopi yang menemaninya.

"Terus? Aneh banget rencana lo. Punya rencana kok nggak berbobot sedikitpun," Addiza protes. Ia rasa rencana yang dibuat gadis didepannya ini tak masuk akal. Mana ada orang kecelakaan dan berakhir digantikan orang lain dalam kehidupannya.

"Lo yang goblok, anjing! Soal kaya gini aja nggak paham," Stella, gadis yang daritadi menceritakan rencananya itu menggebrak meja, hingga membuat Addiza terkaget.

"Bukannya gue nggak paham, dodol! Cuma, rencana lo aja yang aneh," Addiza membantah jika dirinya orang yang lemot dalam mengerti sebuah hal.

"Dah deh, lo lanjutin sendiri rencana lo, gue mau pergi, nggak usah nyuruh-nyuruh gue lagi," setelah itu, Addiza keluar dari ruangan yang kumuh ini.

"Cih, baperan," ucap Stella lirih, setelah melihat kepergian Addiza.

♡♡♡♡

"Naviel, nanti ketemuan sama Ayah di tempat yang waktu itu, ya? Ayah mau ngenalin kamu ke seseorang."

"Iya Yah, mau jam berapa?"

"Jam empat aja gimana? Kamu bisa, kan?"

"Iya Yah, Viel bisa kok. Yaudah, see u!"

"See u too, cantik."

Naviel mematikan sambungan teleponnya. Lelah sekali, ia sudah berjanji akan berdiam diri dirumah saja untuk sementara waktu. Tapi juga senang karena sang Ayah akan mengenalkannya kepada seseorang. Naviel ini orangnya tak enakan jadi, ia tak bisa menolak ajakan orang di sekitarnya. Sewaktu menduduki kelas tujuh, ia juga pernah di bully oleh anak sekolah sebelah, dendam? Pastinya. Tapi, ia tak pernah membalas keburukan mereka itu. Bersyukur sekali, sekarang ini Naviel dikelilingi orang yang berlomba-lomba untuk melindungi dirinya.

ZAFRAELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang