part_8

91 16 2
                                    

Bismillah

        Terjebak Dalam Tubuh Vanya

#part_8

#by: R.D.Lestari.

"Hei, Kau!" Aku menyeret gadis itu menjauh dari kerumunan.

"Mau apa, Kau, hah?" gadis itu menatapku penuh amarah.

"Kembalikan tubuhku!"

"Tubuhmu?"

"Jangan mimpi, Kau, Vanya. Ini Aku sendiri, bangun Vanya! bangun!"

Degh!

Rasanya Aku ingin meledak. Bisa-bisanya gadis ini seolah tak tahu semua. Padahal Dialah biang dari semua kejadian gil* yang kini Aku alami. Ya, Aku bisa gil* jika harus hidup miskin seperti ini terus menerus.

"Kau jangan pura-pura! ini semua karena ulahmu! kembalikan tubuhku! atau Kau akan menyesal dengan semua perbuatanmu ini!" ancamku.

Ia bergeming dan menatap mataku takut, awalnya. Namun, kemudian Ia menyentak kedua tanganku yang mencengkeram keras lengannya.

"Kau tau, Rasti? Aku yang dulu Kau bully kini punya kuasa atas tubuhmu. Apapun yang ingin Kau lakukan pada tubuhku, Aku tak perduli!"

"Aku bisa melakukan hal yang sama pada dirimu, dan Aku akan pastikan hidupmu akan menderita! lebih menyakitkan dari apa yang Kau perbuat padaku dan ibuku!" sentaknya yang membuat jantungku bergemuruh kencang. Bukan takut, Ia malah gencar mengancamku. Kilat amarah memancar dari matanya, gadis yang kukira takut dan lemah kini berubah jadi sosok angkuh. Ia ... seperti cerminan diriku.

"Kau tau, Rasti? ini baru permulaan. Kebahagiaan yang selama ini Kau rasakan akan berganti dengan penderitaan. Rasakanlah bagaimana menderitanya menjadi Aku!"

Bughht!

Aku terjungkal. Tanpa daya dan tak mampu melawan. Hanya bisa menatapnya nanar.

Ada apa dengan Aku? ke mana kekuatanku selama ini?

Gadis itu melenggang dengan angkuh. Beberapa saat kemudian, Ia berhenti dan melempar senyum sinis padaku.

Sialan! gadis miskin itu telah mencuri tubuhku!

Aku mengepal tanganku kuat. Emosi dalam dadaku membuncah. Gigiku bergemeretuk menahan amarah yang ingin meledak saat itu juga. Hanya satu yang bisa membantuku saat ini. Siapa lagi kalau bukan Demian?

Gegas kakiku melangkah memangkas jarak yang terasa amat lebar antara Aku dan Demian saat ini. Bagaimana tidak! Ia pasti akan menolakku, melihat tubuh dan wajahku yang jelek seperti ini.

Seketika ragu menyelusup relung jiwaku. Menghentikan langkahku saat jarakku hanya tinggal beberapa meter dari kekasihku.

Lebih baik tidak mengungkap kebenaran ini. Orang-orang pasti menganggapku gila. Termasuk dengan Demian. Aku yakin itu.

"Hai, Vanya!"

Tiba-tiba Ia melambai ke arahku. Aku bergeming. Apa benar Ia memanggil si Pemilik tubuh yang kini Aku diami?

Lelaki berkaos merah itu bangkit. Rambutnya yang di sisir rapi selalu membuatku terpesona jika berada dekat dengannya. Dagunya yang terbelah dan sorot matanya yang tegas selalu memancarkan cinta.

Tapi, itu dulu. Semenjak Ia punya banyak Fans, Ia tak punya banyak waktu dan jarang bersamaku.

Sempat meragukan bagaimana perasaannya selama ini padaku. Apa masih cinta, atau hanya sekedar keterpaksaan saja.

"Hai, Vanya. Kau melamun?" ucapnya tepat di telingaku. Membuatku tersadar dari lamunan konyol dan melupakan tujuan mendatanginya saat ini.

"Eh, ya Kak,"

"Aku dari tadi berdiri di sampingmu, tapi Kamu hanya diam mematung. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Ia memandangi wajahku intens.

"Kau tampak berbeda hari ini,"lirihnya. Aku hanya mengulas senyum tipis untuknya.

Demian ternyata amat perhatian dengan Si Pemilik tubuh ini. Apa jangan-jangan Ia mulai menyimpan rasa pada Vanya asli?

"Ayo, Aku pesankan minuman di kantin, kemarin kan Aku gagal mentraktirmu saat di restoran. Aku minta maaf atas semua kesalahan Rasti, Van. Aku tau itu amat melukai perasaanmu. Dia memang sangat keterlaluan!"

Demian menatap nanar ke arahku. Nampak sorot penyesalan di sana.

Aku? jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini. Ya, sesal mulai memperlihatkan keeksisannya. Sedikit demi sedikit mataku mulai terbuka atas semua sikapku yang keterlaluan.

Ucapan Demian mengingatkanku pada kejadian saat di restoran. Di mana Vanya yang sedang bersama Demian saat itu habis-habisan jadi korban makian dan perbuatan jahatku yang tak terkendali.

Aku menghela napas dalam dan mengeluarkannya kasar. Mengapa penyesalan itu datang terlambat? dan mengapa saat itu emosiku terlalu membabi- buta?

"Ehm, tak usah, Kak. Saya mau masuk kelas," tolakku halus. Bagaimana bisa Aku mengungkap kebenaran padanya? sedangkan nampak kebencian mulai berkobar di dua bola matanya.

Pastinya. Ia pasti kesal pada diriku yang saat itu menyakiti Vanya tepat di hadapannya.

"Dari kemarin Aku mencarimu, Vanya, dan semenjak kejadian itu, Aku menghindari Rasti. Biarlah itu jadi pelajaran baginya," ujar Demian. Ia menolehkan pandangannya kearah tempat lain dan menghela napas yang terasa berat. Sepertinya ada beban di sana.

Perlahan, kaki ini mulai mengikuti langkahnya menuju kantin sekolah. Untuk pertama kalinya kulihat nada kekesalan di setiap ucapannya, dan itu semua karena ulahku.

Ia ternyata amat baik memperlakukan Vanya. Bagaimana seorang Demian bisa begitu? perlakuannya pada Vanya amat berbeda ketika Ia bersamaku. Apa Demian mulai jatuh cinta pada gadis yang kuanggap sangat biasa ini?

Sejak saat tadi bertemu, kekuatan sombong dan angkuh yang kumiliki seolah lenyap dalam sesaat.

"Van, kuperhatikan dari tadi Kamu banyak diam. Ayolah, cerita. Apa Kamu masih marah?"

Aku sedikit menggigit bibir dan menggeleng cepat. Manis sekali perlakuan Demian padanya! sungguh menyebalkan.

"Kak, Aku permisi dulu, mau masuk kelas," sedikit menggeser kursi, dan bangkit dari dudukku. Ku lihat Demian terkejut dan hendak meraih tanganku. Namun, Aku lebih gesit dan begitu saja meninggalkan Demian yang masih mematung.

Bisa gawat kalau berlama-lama dekat dengannya. Bagaimanapun ini bukan tubuh asliku, yakin jika suatu saat nanti, bisa kembali seperti semula.

Derap langkah kaki terasa menghentak dan menggetarkan lantai yang kupijak.

Nanar, saat menangkap sosok tubuhku sendiri sedang berceloteh riang sembari bersenda gurau dengan sahabatku.

Ingin mendekat dan berteriak jika itu bukan Aku, tapi apa yang akan terjadi kemudian? bisa saja semua orang menganggapku gila. Ya, sudah miskin, gil* lagi. Jika beasiswa Vanya ditarik, itu berarti Aku tak bisa bersekolah dan harus terus berdiam diri di rumah kumuh itu!

Cih! Aku tak sudi!

Kulanjutkan langkah yang sempat terhenti dan mengusap kasar wajah yang amat Aku benci.

Sempat melihat gadis itu melirik ke arahku. Sangat menyebalkan. Tatapan menantang dan menghina.

Tiba di kelas, tak ada satupun yang menyapa. Sangat berbeda jika berada di tubuhku sendiri, semua orang begitu memuja.

"Kau lihat Rasti? Ia memang cantik, tapi Aku benci semua tentang dirinya,"

'Astaga! seseorang menyebut namaku,'

Aku melangkah pelan dan duduk di sembarang tempat, guna mendengarkan apa yang mereka perbincangkan.

Tiga orang gadis asik berbincang, dan Aku diam-diam memperhatikan. Benar saja, terdengar jelas mereka membicarakan semua keburukanku. Aku ..

Terjebak Dalam Tubuh VanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang