part_7

96 16 0
                                    

Bismillah

         Terjebak Dalam Tubuh Vanya

#part_7

#by: R.D.Lestari.

Ibu tiba-tiba menghentikan aktifitas makannya dan menatap heran ke arah gadis yang berubah baik padanya.

"Nona ...," lirihnya.

"Bu, maafkan Vanya, Vanya akan berjanji lebih baik lagi kedepannya,"

"Ibu? Vanya?"

Vanya terdiam. Kelepasan. Ia memutar otak bagaimana mencari alasan yang tepat untuk membuang kecurigaan ibunya.

"Oh, Bibi salah dengar. Bibi kataku. Vanya? siapa Vanya?"

"Vanya...,"

"Oh, Iya, Bi. Aku harus segera pergi. Hari ini Aku tak ingin terlambat sampai ke kampus," Vanya memotong ucapan ibunya. Ibu hanya mengangguk dan kembali mencerna ucapan anak majikannya itu. Sepertinya Ia sama sekali tak salah mendengar.

Jiwa Vanya mulai tak tenang, pikirannya menerawang jauh. Memang Ia akui hidup menjadi Rasti itu enak, tapi hati kecilnya tetap berkata bila berada dekat dengan ibunya, itulah sumber kebahagiaan baginya.

Vanya melangkah pelan. Lihatlah betapa kesepiannya Rasti. Netranya mengedar dan membaca sekitar. Sudah pukul setengah delapan Ia tak melihat kedua orang tua Rasti. Semalam pun sampai Ia tertidur tak terdengar apalagi terlihat dua orang kesayangan Rasti itu pulang.

"Huffft," Vanya melangkah kian pasti di sela helaan napasnya yang terasa berat. Ini pilihannya, dan Ia tak ingin mundur apalagi kembali pada tubuhnya. Ia ingin menjadi Rasti dan memenangkan kontes Ratu Kampus tahun ini. Gadis itu amat yakin, jika menjadi Rasti, Ia bisa dengan gampang menjadi juara.

Saat Vanya keluar, sopir sudah menunggu di halaman rumah yang dipenuhi tanaman dan juga bunga mawar yang dominan berwarna merah.

"Selamat pagi, Nona... tumben pagi-pagi sekali sudah ngampus," sapa lelaki yang baru saja selesai menyeruput kopi hitam yang ada di hadapannya.

Vanya bergeming, tapi matanya menelisik setiap sudut lelaki di hadapannya itu. Sebuah nama tersemat di dadanya, bertuliskan Wibowo.

"Oh, ya, Pak Bowo. Bisakah kita pergi sekarang?" titah Vanya. Ia bersikap seanggun mungkin, berusaha seperti Rasti agar tak banyak orang curiga.

"Tentu, Nona. Silahkan masuk," serta merta lelaki yang ditaksir berumur empat puluh tahunan itu beranjak dari duduknya dan membuka pintu belakang mobil yang sudah siap untuk dikendarai saat itu juga.

Vanya melangkah mantap. Dagunya Ia tarik ke atas memperlihatkan keangkuhannya.

Ia bukan lagi Vanya yang miskin dan jelek. Ya, menurutnya Ia adalah gadis yang jelek. Karena tak punya wajah se-glowing Rasti dengan kulit putih bersinar. Hidung yang tak mancung dan bola mata yang tak indah seperti milik Rasti. Rasti adalah kesempurnaan baginya, dan itu yang membuat Ia semakin mantap untuk tetap bertahan di tubuh rivalnya itu.

Gadis itu mengulas senyum sembari duduk manis di dalam mobil yang mulai melaju, membelah padatnya lalu lintas jalan raya yang ramai lalu lalang kendaraan.

Matanya tak henti melihat ke arah luar, terpesona dengan indahnya kota. Ya, Vanya memang tak pernah naik kendaraan roda empat mewah seperti milik Rasti. Selama ini, Ia hanya merasakan naik angkot dan sepeda motor milik sahabat karibnya, Titan.

Ah, tiba-tiba Vanya teringat neneknya. Wanita tua yang Ia rawat setiap harinya. Apakah Nenek hari ini baik-baik saja?

***

Terjebak Dalam Tubuh VanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang