part 10

91 18 1
                                    

Bismillah

        Terjebak Dalam Tubuh Vanya

#part 10

#by: R.D.Lestari.

Vanya's Pov

Musik indah mengalun pelan terdengar dari sebuah kamar. Aku takamar siapa, tapi kamar itu tak terkunci dan pintunya terbuka sedikit.

Aku mematung di depan kamar mendengarkan lagunya yang seperti menyihir karena enak di dengar.

Tiba-tiba sepasang netraku seperti ternoda saat melihat sosok pria jangkung datang entah dari mana, sedang memakai handuk yang hanya menutupi bagian pinggang dan juga sebagian betisnya.

Sempat terhenyak beberapa detik saat pria itu melepaskan begitu saja handuknya dan memamerkan bokong indah dengan lekuk tubuh yang nyaris sempurna.

Beruntung saat itu Aku dapat menguasai diri, dan melempar pandanganku pada sudut lain. Melangkah pelan meninggalkan kamar yang ternyata milik lelaki tampan tadi pagi.

Aku merebahkan tubuhku begitu saja saat masuk ke dalam kamar yang super luas, wangi dan bersih milik Rasti ini.

Sepi. Rumah ini terlampau sepi. Hanya ada beberapa pekerja termasuk Ibu yang jika sore sudah pulang. Tinggallah Aku sendiri di rumah yang luasnya luar biasa ini.

Memang Aku akui, rumah ini isi nya lengkap. Prabotannya mahal dan juga berlantai dua. Pekerjanya banyak, tapi semua akan terasa sepi ketika sore hari menjelang.

Orang tua Rasti pulang tak tentu waktu. Paling cepat habis isya, itupun jarang bersua karna Aku selalu berada di dalam kamar.

Rasa sesal terkadang menghinggapi perasaanku. Apa benar yang kulakukan saat ini? kenapa perasaanku aneh saat berpura-pura menjadi Rasti?

Huuufff!

Aku menghembuskan napas kasar saat kedua tangan melipat di belakang dan menyangga kepala. Salah satu kakiku bertopang di kaki yang lainnya. Pandanganku lurus melihat langit-langit kamar.

Aku kira jika menjadi Rasti, bisa menjadi lebih dekat dengan Demian, mendapatkan perhatian lelaki yang selama ini selalu ada di hatiku. Menjadi impianku dan membuatku jantungku bertalu-talu.

Namun, ketika menjadi Rasti, entah kenapa terasa biasa saja. Apalagi saat melihat Demian sangat baik dengan wanita-wanita lain, termasuk pada tubuhku sendiri. Malah, Ia seperti tanpa beban menceritakan tentang para fansnya termasuk Aku yang sering memberinya coklat.

Ya, Dia mana tau jika coklat yang ku beli adalah coklat dari hasil menabung. Uang jajan yang sengaja tak Aku gunakan, bertahan dengan dua potong roti sebagai pengganjal perut dan air minum yang Aku bawa sendiri dari rumah.

Semua hanya untuk membuatnya sedikit bersimpati. Walaupun Aku hanya menaruhnya di atas meja tempat Ia belajar, tapi ternyata Ia mengenali diriku, Si Pengirimnya.

Ia dengan bangga berucap jika Rasti tak perlu takut dan merasa tersakiti, karena cinta dan perasaannya hanya untuk gadis berambut pirang itu. Meski awalnya tersanjung, tapi begitu menyadari bahwa bukan Aku yang Ia suka, melainkan Si Pemilik tubuh, ternyata membuatku kecewa.

Dok-dok-dok!

Saat terhanyut dalam lamunan, kudengar suara ketukan di pintu kamar ku. Seketika itu juga Aku bangkit dan beranjak dari kasur. Menjejakkan kaki di karpet berbulu. Melangkah pelan mendekati pintu yang masih mengeluarkan ketukan pelan yang cukup mengganggu.

"Siapa?" lirihku.

"Ini Kakak, Ras. Apa Kakak boleh masuk?" tanyanya.

Tanpa menjawab tanganku langsung menekan knop dan membuka pintu perlahan.

"Hhuuuffftt!" Ku dengar helaan napasnya saat Pria itu masuk. Tanpa basa-basi, Ia langsung berbaring di ranjangku, lebih tepatnya ranjang milik Rasti.

Kali ini Aku bisa lebih leluasa menandangnya. Eitss, tunggu! sepertinya Aku pernah bertemu Dia sebelumnya, tapi ... di mana? Aku lupa!

"Ras... sini, dong! Kakak mau curhat," panggilnya saat melihatku masih mematung di depan pintu.

Aku hanya mengangguk dan melangkah perlahan hingga sampai di ujung ranjang, tak berani lebih dekat, karena lelaki itu menyebabkan getar halus di sekujur badan.

"Ras, sini, duduk," Ia menepuk pelan ranjang, sebagai isyarat untukku duduk di dekatnya, tapi Aku tetap diam dan tak menjawab.

Satt!

"Aghh!"

Tiba-tiba lelaki yang merupakan Kakak kandung Rasti ini menarik tanganku hingga tubuhku terhuyung dan jatuh dalam dada bidangnya, hingga bisa kurasakan betapa keras nya otot yang ada di balik baju kaos ketat berwarna hitam.

Wajahku memanas, dan kuyakin saat ini sedang memerah. Kurasakan degup jantungnya yang berdebar kencang.

Sejurus kemudian Aku ingin memangkas jarang diantara kami, tapi dengan sigap Pria itu menarikku kembali dan memelukku erat.

"Dek, biarin begini dulu. Kakak kangen sama kamu. Semenjak Kamu pacaran sama Demian, Kamu ga pernah deket Kakak lagi,"

Aku pasrah dan menikmati pelukan hangat dari lelaki ini. Satu fakta terungkap. Di balik sifat jutek dan sombongnya Rasti, Ia ternyata amat dekat dengan kakaknya. Menurutku sih, wajar. Karena mereka memang sangat kesepian.

"Kakak putus dari Kak Kate, Dek. Gara-gara ketahuan Kakak ada nyimpen foto cewek," curhatnya. Ia lalu melepaskan pelukannya dan menatap lurus ke depan.

Dari jarak dekat begini, Aku bisa melihat lekuk wajahnya dan .... ya! Aku ingat! Pria ini beberapa kali bertemu denganku di toko buku.

"Kakak tu sebenarnya sayang sama Kate, tapi semenjak bertemu dengan gadis itu, Kakak merasa Kate tak begitu spesial di hati Kakak,"

"Padahal gadis itu juga tak secantik Kate, tapi di mata Kakak, Dia itu punya nilai lebih,"

Ku lihat Pria itu tersenyum tipis saat Ia bercerita tentang si gadis. Wajahnya pun bersemu merah, seperti Sedang jatuh cinta.

"Ras, apa Kakak salah, ya? sepertinya Kakak jatuh cinta padanya, tapi sayang, sudah beberapa minggu ini gadis itu tak nampak di toko buku tempat kami biasa bersua," Pria itu mendengus kesal dan kemudian mengalihkan pandangan padaku.

'Toko buku?'

"A--apa Kakak tau nama gadis itu?" entah mendapat kekuatan dari mana, tapi rasa penasaran membuatku ingin tau lebih jauh siapa gadis yang Ia maksud. Karena besar kemungkian jika gadis itu adalah Aku.

Ya, Aku sering bertemu dengannya dan beberapa kali pun sempat memergokinya mengarahkan ponsel seperti sedang memfotoku. Namun, Aku tak menggubris karena selama itu juga Ia tak pernah berbicara padaku.

Dia menggeleng pelan. "Aku tak punya keberanian untuk mendekatinya. Yang Aku tau Ia seorang mahasiswi dan mungkin satu kampus dengan dirimu, Ras," paparnya.

"Ciri-ciri gadis itu, Kak?"

"Kulit gadis itu tak begitu putih, ataupun gelap. Rambutnya hitam pekat dan matanya indah, tapi yang terpenting, bukan kecantikannya. Melainkan karena gadis itu sepertinya pintar,"

"Ia rajin membaca, dan ketika Ia sedang membaca, wajahnya tampak imut di balik keseriusannya," lagi, Ku lihat Pria itu tersenyum sendiri.

Tapi, tunggu. Kenapa ciri-cirinya sama seperti diriku? apa mungkin memang Aku yang Ia maksud?

"Dan gadis itu punya tahi lalat di tangan kanannya,"

"Aku sekilas pernah melihatnya saat jarak kami sangat dekat," ungkapnya.

Degh!

'Tahi lalat? di tangan kanan?!'

****

Terjebak Dalam Tubuh VanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang