part 15

77 12 0
                                    

Bismillah

        Terjebak Dalam Tubuh Vanya

#part_15

#by: R.D.Lestari.

Mobil melaju perlahan, tapi hening masih merajai dua insan yang berada dalam pikirannya masing-masing. Senandung yang membelai telinga seolah tak mampu membawa dua insan itu untuk saling bertukar cerita.

Tiba-tiba Ferdi terhenyak. Menyadari ada sesuatu kejanggalan dalam hatinya. Jalan ini ... jalan yang sama, yang pernah Ia lewati saat mengantar Bibi Minah, asisten rumah tangganya.

Ya, Ia amat yakin, palang nama jalan, pepohonan apel di sisi jalan yang berbaris rapi serta bunga-bunga sepatu yang tumbuh subur, terkadang jadi pemandangan yang memanjakan mata.

"Di ujung sana, Tuan, rumah Saya," Vanya menunjuk dengan sungkan.

Ferdi terdiam. Memperhatikan rumah kayu berlantai dua yang tampak kumuh. Batinnya tercekat, rumah yang ditunjuk gadis berambut hitam itu jelas rumah Bi Minah. 'Gadis ini ... apa anaknya Bi Minah?' batinnya.

Mobil menepi tepat di samping rumah yang punya halaman cukup luas. Rumah sederhana bercat putih itu nampak kotor dengan cipratan air hujan yang berpadu dengan lumpur.

Ferdi keluar terlebih dahulu dengan payung yang mengembang di tangannya, kakinya menjejak diatas rumput yang penuh dengan air beserta lumpur hingga membuat sepatu mahal dan celananya kotor seketika.

Sedikit menunduk, Vanya keluar dari dalam mobil, sedang Ferdi dengan gagahnya bak pangeran yang melindungi putri tercinta, begitu melindungi Vanya hingga gadis itu sampai di teras rumah.

Vanya tertegun saat pandangannya jatuh pada sepatu dan celana Ferdi yang kotor. Ia sungkan untuk mengajak Ferdi masuk kerumahnya yang amat sederhana. Mengingat sosok tampan di hadapannya itu bukan dari kalangan orang biasa.

Sedang Ferdi menatap Vanya dengan pandangan mengiba. Gadis mungil itu menggigil kedinginan dengan rambut lepeknya.

"Emhh, ma--mari masuk, Tuan," dengan sopan Vanya mempersilahkan Ferdi masuk setelah Ia membuka kunci pintu depan rumahnya.

Pria tinggi dengan dagu terbelah itu tersenyum manis, Ia kemudian mengangguk dan membuka sepatunya tepat di muka pintu.

"Pa--pakai saja, Tu--Tuan," ucap Vanya terbata.

"Oh, biarkan saja. Lagian sepatuku kotor," jawab Ferdi sambil memandang sekitar rumah gadis yang di taksirnya.

Rumah itu tampak sepi, tak nampak seorang pun di sana.

Sedikit gugup ekor mata Ferdi mengikuti langkah Vanya yang terlihat kikuk dan salah tingkah. Dalam keadaan basah, Vanya terlihat seksi karena pakaian yang melekat memperlihatkan lekak-lekuk tubuh Vanya, hingga lelaki normal itu menelan saliva.

Klinting-klinting!

Suara gelas beradu dengan sendok menjadi irama tersendiri diantara guyuran hujan lebat, suasana sepi dan sunyi. Vanya menyentuh dadanya yang bergemuruh kencang. Memikirkan apa yang bisa Ia katakan agar suasana kaku di antara mereka bisa mencair.

Dengan langkah gemetar Vanya mendekati Ferdi yang duduk manis di kursi rotan tua milik neneknya.

"Silahkan di minum, Tuan," ucap Vanya ketika menaruh gelas berisi teh hangat di hadapan Ferdi yang menatapnya intens sedari tadi.

"Kamu tak ingin mengganti bajumu dulu? ku lihat Kamu tampak sangat kedinginan,"

"Oh, Iya. Saya ganti baju dulu," Vanya mohon diri, secepat kilat Ia berlari menaiki tangga kayu rumahnya untuk mengganti pakaiannya yang basah. Ia baru menyadari jika pakaiannya begitu menjeplak, apalagi di bagian dada yang begitu memperlihatkan lekak lekuk tubuhnya.

"Huh-hah," Vanya menghirup dan menghembus secara bergantian. Pikirannya menerawang. Jika tadi Ferdi melihat tubuhnya, sekarang apa yang ada di pikirannya?

Sempat menunggu lama, penantian Ferdi akhirnya terbayarkan dengan turunnya Vanya. Matanya sempat membulat sempurna saat melihat gadis itu dengan baju tidur bunga-bunga yang sudah memudar tapi sedikitpun tak mengurangi kecantikan gadis itu yang terpancar alami.

Tatapan matanya tak lepas dari gerak-gerik Vanya yang lembut dan senyumnya yang terulas indah. Degup jantungnya tak beraturan. Seandainya gadis yang saat ini melangkah mendekatinya itu adalah miliknya, mungkin saat ini Ia akan berlari dan mendekap tubuh mungilnya, tapi sayang, gadis itu sudah ada yang punya, dan itu bukan dirinya.

Vanya kembali mengatur napasnya saat mata mereka beradu pandang. Angin sesekali membelai baju tidur nya hingga Vanya harus menekan bagian pahanya agar baju itu tidak tersibak dan memperlihatkan bagian dalam tubuhnya.

Menyadari jika Ia telah lancang karena mata nakalnya sedari tadi memperhatikan Vanya, Ferdi menjatuhkan pandangannya pada gelas bening yang berisi teh di hadapannya. Ia kemudian meraih gelas dan menyeruput teh dengan perlahan.

Rasa manis dan hangat mengaliri kerongkongannya yang sedari tadi terasa kering kerontang.

"Di mana semua penghuni rumah?" tanya Ferdi berusaha membuka percakapan. Sedari tadi Ia hanya mendengar deru napas Vanya tanpa adanya obrolan dari bibir tipis gadis disampingnya.

"Nenek sedang di rumah Bibi Dorkas, sedangkan Ibu belum pulang dari bekerja di rumah Tuan," Vanya menundukkan wajahnya. Ia tak ingin Ferdi menganggapnya tak sopan karena lancang menatapny sedari tadi.

"Maksudmu, Bibi Minah?"

Vanya mengangguk pelan.

"Jadi benar dugaanku, Kamu anak Bibi Minah," jari telunjuk Ferdi mengetuk-ngetuk dagu belahnya. Dari jarak sedekat itu, Vanya bisa leluasa menatap wajah tampan lelaki kaya yang kini sedang duduk manis di dekatnya.

"Apa ada masalah, Tuan?" Vanya mendekatkan wajahnya hingga lelaki di sampingnya itu terkejut dan beringsut menjauhinya. Vanya jadi tak enak hati.

"Oh, ma--maaf, Aku kaget Kamu tiba-tiba deket begitu," Ferdi menyentuh dadanya yang saat ini bergemuruh kencang.

Vanya hanya terdiam. Meskipun Ia tau lelaki tampan itu jatuh hati padanya, Ia merasa menyesal terlalu berani mendekatinya.

Siapa Dia? mungkin setelah tau jika Ia adalah anak dari asisten rumah tangganya, pastilah Ferdi ilfiil dan memilih pergi.

Ia hanya anak orang miskin. Lelaki kaya sepertinya pastilah mencari yang setara dengannya.

"Kamu kenapa? apa Aku ada salah bicara?" Ferdi menangkap gelagat aneh pada diri Vanya. Gadis itu menjadi sangat pendiam.

Duarrrrr!

Bunyi gelegar diluar membuat Vanya yang saat itu dilanda kebimbangan berteriak ketakutan.

Ia menekan kedua telinganya. Tanpa sengaja, Ferdi dengan spontan menarik tubuh mungil Vanya dan mendekapnya erat. Bukan maksud apa-apa. Ia hanya ingin meredam rasa takut Vanya.

Vanya terkesiap. Deru napas hangat dan dentuman jantung yang terdengar merdu begitu indah di gendang telinganya.

Tubuhnya yang semula dingin perlahan menghangat seiring dengan pipinya yang memanas. Saat ini Vanya yakin pipinya pasti memerah seperti tomat.

Wangi parfum mahal menguar dari tubuh pria yang memakai kemeja biru dongker pas badan. Bisa Vanya rasakan begitu kerasnya otot-otot tubuh yang pasti ditempa setiap waktu hingga menciptakan tubuh yang amat sempurna seperti itu.

Vanya terbuai oleh pesonanya, tapi saat wajah Rasti melintas di pikirannya, ras kagum itu perlahan berubah menjadi ras takut. Ia ...

Terjebak Dalam Tubuh VanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang