"Mending yang coklat atau yang biru, Mas?" aku menunjukkan sebuah baju tidur berwarna coklat di tangan kiriku, dan baju tidur berwarna biru di tangan kanan.
Mas Biru yang ada di hadapanku terlihat sedang menimbang-nimbang. Mungkin sedang mengamati dengan seksama baiknya kami mengambil baju yang warna apa. "Anaknya laki-laki atau perempuan?" bukannya langsung menjawab pertanyaan dariku, dia justru melemparkan satu pertanyaan lain.
"Kata bunda kemaren sih cowok, Mas." Aku memberitahukannya apa yang aku dengar kemaren.
Beberapa hari lalu saat bunda baru sampai, aku memang bertanya terkait jenis kelamin dari anaknya Mbak Jena dan Mas Farhan. Dan dari pertanyaan tersebut, aku mendapatkan informasi jika anak kedua kakak perempuan Mas Dewa itu adalah laki-laki.
Aku dan Mas Biru berencana untuk menjenguk anak Mbak Jena bersama dengan Mas Dewa. Untuk itu saat ini kami berdua sedang memilih-milih barang untuk di bawa ke sana.
Tadi pagi dia- Mas Dewa menghubungiku dan menanyakan apakah aku ingin ikut dengannya ke tempat Mbak Jena atau tidak. Dia bilangnya sih menjenguk ponakan, tapi aku tau dengan pasti bahwa sebenarnya dia hanya modus untuk mengajak Mbak Olla jalan.
Jadi daripada aku menjadi obat nyamuk selama perjalanan, aku pun menghubungi Mas Biru hingga sekarang kami berakhir di sini. Sebuah baby shop untuk mencari hadiah untuk di bawa menengok dedek bayi yang belum lama ini hadir di dunia.
"Apa yang biru aja ya, Mas?"
"Anak cowok kan biasanya identik dengan warna biru." Aku memberikan baju berwarna biru yang ada di tanganku untuk dilihat lebih seksama olehnya.
"Kenapa nggak dua-duanya aja, Ra?" sembari mengambil uluran baju dari tanganku, dia memberikan ide untuk mengambil dua baju sekaligus.
"Tapi aku pengennya nanti sama nyari yang lain, Mas." Tukasku memberitahu.
Bukan. Bukannya aku pelit dan tidak mau membelikan dua baju untuk keponakanku. Hanya saja aku berniat untuk menambah hadiah dengan berbagai macam jenis lainnya, like a toy, piyama, and other sehingga aku pikir lebih baik aku hanya mengambil satu baju saja.
Sebagai mahasiswa, meski aku juga bisa mencari penghasilan sendiri dengan membuka jasa make up dan endorse di instagram, tetap saja uang yang aku hasilkan tidak lah seberapa. Apalagi untuk aku yang hobi membeli barang di online shop, keuanganku memang cepat habis selain yang memang aku niat simpan di awal bulan.
"Nanti kita bayarnya patungan, Ra. Jadi hadiahnya kita satuin aja." Mas Biru memberi usul perihal hal ini.
Dia mengatakan untuk menyatukan saja hadiah dari kami, yang dengan segera langsung aku setujui. Baju coklat dan biru yang tadi ku pilih memang sama-sama bagus sehingga aku kesulitan untuk memilih satu diantaranya. Dan ide yang di kemukakan olehnya barusan, benar-benar telah memberikan jalan keluar dari kebingunganku beberapa saat lalu.
"Oke Mas, siap." Balasku akhirnya. Lalu memasukan baju warna coklat di tanganku di kantong belanjaan, dan mengangsurkannya pada Mas Biru agar dia juga memasukan baju berwarna biru yang kini ada di tangannya ke dalam tas belanja yang aku sodorkan.
"Mbaknya lagi persiapan mau nyambut baby, ya?" tiba-tiba salah satu ibu-ibu yang berdiri tidak jauh dariku melontarkan satu pertanyaan yang membuatku kaget.
Aku menoleh ke arah beliau, tersenyum sungkan, lalu melirik ke arah Mas Biru yang ternyata kini sedang menahan tawa.
"Iya, Bu! Doain semuanya lancar, ya"
Bukan aku yang menjawabnya. Tapi laki-laki yang ada di hadapanku, yang dengan secepat kilat menarik tubuhku dan melingkarkan tangannya di pinggang.
What, apa-apaan ini?
Aku melirik ke arah Mas Biru dan memelototkan mata. Lalu kembali menoleh ke arah ibu-ibu yang sedang tersenyum lebar ini dengan tersenyum sungkan.
"Wah, hebat ya. Daripada berhubungan yang enggak-enggak tanpa ikatan yang jelas, memang lebih baik menikah aja walaupun memang masih muda. Jadi kalo mau persiapan lahiran cepet-cepet kaya gini, nggak malu-malu lagi main ke toko karena udah halal." Ucap ibu tersebut panjang lebar, sembari melirik ke arah perutku yang memang rata.
Sepertinya dia menganggap kami sebagai calon orang tua yang terlalu bersemangat, sehingga baru hamil awal saja sudah mempersiapkan baju-baju untuk seorang bayi.
Aku mencibir dalam hati, tapi senyum di wajah tetap saja terpatri.
Aku dan Mas Biru lagi-lagi hanya bisa tersenyum untuk menanggapi. Mau merespon pun bingung ingin berkata apa, sehingga kami berdua hanya tersenyum dan mengangguk atas segala pernyataan-pernyataan beliau.
"Ya udah mas, mbak. Saya mau lanjut milih-milih dulu." Ucapnya yang membuatku menghela napas lega, sedangkan Mas Biru malah melirikku dan tersenyum menggoda.
"Aku gemukan ya, Mas?" kalimat pertama yang aku ucapkan pada Mas Biru setelah kepergian ibu-ibu yang kelewat peduli ini.
Jika ibu itu merasa bahwa aku sedang hamil, berarti perutku sedikit buncit kan? padahal aku tidak pernah absen olahraga setiap minggunya.
Mas Biru hanya tersenyum, lalu menggeleng. "Enggak kok, cuma tambah chubby aja ininya." Balasnya sembari memegang pipiku gemas.
Aku mengerucutkan bibir. Sepertinya memang aku sedikit terlalu banyak makan beberapa waktu ini, sedangkan intensitas olahragaku tidak bertambah. "Kalo gitu abis dari sini langsung pulang aja ya, Mas. Aku nggak jadi makan." Aku memberitahunya bahwa aku tidak ingin mampir makan siang dan ingin langsung pulang saja ke rumah.
Mood ku sudah langsung down to earth setelah menyadari bahwa aku lebih gemukan. Perempuan dan timbangan yang naik memanglah menjadi lebih sensitif dan sangat mempengaruhi suasana hati.
Tanpa menunggu persetujuan dari Mas Biru, aku melepaskan tangannya dari pinggangku, berbalik badan dan berjalan menuju area tempat para mainan berada.
Baru satu langkah aku berjalan, tanganku di cekal Mas Biru. Aku menoleh ke arahnya yang sedang tersenyum, lalu tanpa terduga dia maju satu langkah hingga berada tepat di hadapanku. Mencondongkan tubuhnya hingga kepalanya berada tepat di samping telinga kananku dan membuat jantungku langsung bekerja tidak normal karena deru nafasnya sangat jelas ku dengar.
"Nggak usah diet, Ra. Mau gimana pun penampilan kamu, perempuan yang paling aku sayang setelah mama cuma kamu kok." Ucapnya yang membuat jantungku hampir berhenti berdetak seketika.
Halohalo, aku update lagi nih buat jejaring
Gimana-gimana?
Minta komentarnya ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejaring
Чиклит"Kangen!" Aku melemparkan diriku ke dalam pelukannya. Kurasakan dia terkekeh pelan, lalu mengusap-usap rambut panjang ku yang aku tebak masih menguarkan aroma apel. "Baru keramas ya? Wangi banget!" Balasnya sembari mencium pelan ujung kepalaku. Aku...