Double up khusus buat kamu yang udah setia nungguin kisahnya Rara dan Biru!
Suka nggak suka aku update mulu, jangan lupa komen ya 🤭
Sehat-sehat semuanya dan selamat membaca
***
Sudah pernah aku katakan belum jika aku sebucin itu dengan Rania?
Jika sudah maka kalian harus percaya karena itu bukanlah sekedar omongan semata.Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih karena belum memberinya kabar jika aku sedang pergi ke luar kota bersama Kila. Perempuan yang pernah menyatakan perasaannya padaku yang aku yakini masih belum bisa move on hingga sekarang.
Aku tau pasti jika move on adalah hal yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Move on adalah sebuah usaha yang membutuhkan tekad dan pengorbanan yang besar karena melupakan seseorang yang sudah terlanjur kita cintai memang cukup sulit untuk dilakukan.
Meskipun demikian, jika orang yang kita cintai tersebut sudah punya orang lain sebagai pasangannya maka aku pribadi prefer untuk mencoba melupakan. Mencoba berhenti menyukai pasangan orang lain agar kita tidak merasa begitu sakit dan dan bisa melanjutkan hidup dengan lebih baik.
"Jadi berapa, Mas?" aku menanyakan harga ponsel Oppo A5 pada seorang karyawan salah satu store yang menjual hp di dekat rumah sakit.
Setelah insiden di lorong, aku akhirnya memutuskan untuk sedikit membantu Killa. Bukan membantu dalam artian menuruti keinginannya, melainkan mengatakan pada mamanya bahwa aku adalah temannya dan bukan merupakan anak dari Mama Nala yang berarti bahwa kita sepupuan.
Aku tidak tau pasti apa motifnya melakukan hal semacam ini. Namun yang aku tau dengan jelas saat aku mengenalkan diri tadi pada Tante Dita aka mamanya Kila, beliau melihatku dengan mata berbinar yang menunjukkan antusias dan kesenangannya ketika bertemu denganku.
Aku mengendikkan bahu. Mencoba acuh karena memang tidak tertarik dan masih memiliki hal yang lebih penting untuk dipikirkan.
"Dua tiga sembilan sembilan ya, Mas." Jawab pramuniaga yang tadi aku tanyai.
Aku mengangguk."Ya udah, Mas. Saya ambil yang ini."
Aku tidak tau ini termasuk level bucin tingkat akut atau bukan. Yang jelas aku memutuskan untuk membeli ponsel baru karena ingin cepat-cepat menghubungi Rania. Aku benar-benar merasa tidak tenang sekaligus merasa bersalah entah karena alasan apa. Untuk itulah membeli ponsel baru menjadi alternatif pilihan karena sejauh ini hanya pilihan ini yang menurutku paling benar untuk dilakukan.
Anyway, aku sengaja membeli ponsel yang memang tidak terlalu mahal. Ponselku yang tertinggal di rumah yang dulu ku beli dengan harga dua digit itu sudah cukup baik kualitasnya, sehingga bagaimanapun aku akan tetap menjadikan itu sebagai ponsel yang utama.
"Pas ya, Mas. Makasih banyak."
Lagi-lagi aku mengangguk setelah pramuniaga menghitung sejumlah uang yang aku serahkan. Aku juga sekalian membeli kartu internet agar langsung bisa menggunakan ponsel tersebut.
Aku menepuk dahi. Menyadari bahwa masalah belum terselesaikan dan aku justru menemukan masalah baru yaitu sebuah fakta jika aku tidak hapal nomor whattshap Rania. Ya, hal yang tadinya tidak kuanggap penting menjadi penyesalan yang cukup mendalam yang aku alami sekarang.
"Sialan!" Umpatku saat menyadari fakta ini tidak di awal.
Aku memilih duduk di salah satu bangku rumah sakit dan menunduk. Mencoba memikirkan langkah yang akan aku lakukan setelahnya.
"Ya benar!" Tiba-tiba aku terpikirkan sebuah ide bagus dalam otakku.
Memanfaatkan media instagram untuk menghubungi Rania karena aku ingat nama akun dan kata sandi ku sendiri.
Cepat-cepat aku mengunjungi play store dan mengetikkan kata instagram di kolom pencarian. Mendownload dan menunggunya dengan sabar hingga aplikasi tersebut berhasil terinstal.
***
Mataku hampir tidak berkedip karena mengangumi salah satu ciptaan Tuhan yang di mataku begitu sempurna. Rania dengan potongan rambut baru serta warna gray di bagian sisi dalam rambutnya benar-benar terlihat berkali-kali lipat lebih cantik dari sebelumnya.
Tidak sadar kedua sudut bibirku juga tertarik saat mengingat bahwa perempuan cantik yang baru setengah jam lalu meng-upload fotonya itu adalah pacar dari seorang Sabiru Angkasa yang juga tampan.
Oke, aku tidak akan mengelak jika sekarang ini aku memang sedang merasa jumawa. Merasa beruntung karena Tuhan menakdirkan aku menjadi pasangannya Rania, dan juga memberi kesempatan bagiku untuk mengenal orang macam dirinya.
Mataku masih fokus, sedangkan jariku terus menggulir layar ke bawah untuk melihat ratusan komentar yang kini sudah memenuhi feedsnya. Melihat bagaimana orang-orang di luar sana juga berpendapat sama denganku bahwa gaya rambutnya memang benar-benar cocok dengan tipe wajahnya.
Aku masih tersenyum, sampai pada komentar beberapa temanku yang menandai ku dalam komentarnya pada postingan Rania yang menyatakan bahwa tidak banyak orang yang tau bahwa kami berdua sudah resmi berpacaran.
Aku dan Rania memang sama-sama bukan tipe yang suka mengumbar perasaan di media sosial, sehingga apa yang dikatakan oleh teman-teman kami memang benar.
Untuk itulah akhirnya aku memutuskan untuk mengomentari fotonya dengan kata cantik yang dibelakangnya dibubuhi dengan tanda love. Menunjukkan pada orang lain bahwa aku memiliki hubungan lebih dengan Rania, meski tidak aku tunjukan secara gamblang.
Namun belum juga aku mendapatkan balasan atau berhasil untuk mengirimkan DM padanya, Kila dan mamanya entah datang darimana tiba-tiba saja sudah berada di hadapanku.
Benar-benar muncul di saat yang tidak tepat, juga tidak aku harapkan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejaring
ChickLit"Kangen!" Aku melemparkan diriku ke dalam pelukannya. Kurasakan dia terkekeh pelan, lalu mengusap-usap rambut panjang ku yang aku tebak masih menguarkan aroma apel. "Baru keramas ya? Wangi banget!" Balasnya sembari mencium pelan ujung kepalaku. Aku...