15.

3K 164 23
                                    

Tidak seperti ancamannya, yang mana daddy berniat memanggil abang bakso ke halaman rumah, kali ini daddy benar-benar menuruti permintaan Ara. Mereka ngebakso bertiga, Ara di bonceng mengendarai motor oleh daddy beserta mama yang mengikuti di belakang dengan mobil.

Mereka tiba di warung bakso, Ara duduk sendiri sedang di depannya ada mama dan daddy. Saat bakso dengan pentol besar yang penuh dengan sambal dihidangkan di depan Ara, Ara nyaris menjerit saking antusiasnya. Dia bertepuk tangan heboh, mencicipi bakso itu seakan tidak pernah memakannya berabad-abad. Daddy yang melihat ikut senang, sedikit sedih dan miris, daddy barangkali bisa membelikan apa saja yang Ara mau tapi Ara bukan anak yang gila harta dan kemewahan, justru hal sederhana begini yang diinginkan putrinya tapi itu semua terlalu sulit untuk dilakukan jika kamu anak seorang Tristan Mikail, musuh dan mata-mata siap mengincar kalau kamu sedikit saja lengah. Banyak orang menginginkannya celaka apalagi anak dan istri yang merupakan kelemahannya.

Ara melahap baksonya kelewat rakus. "Besok mau jajan lagi?." Daddy tiba-tiba berkata. Bola mata Ara membulat tidak percaya. Kesambet setan apa-- Ara cepat-cepat menggeleng, eh hush nggak baik sama orang tua begitu. Meskipun daddy hanya lebih tua lima tahun, tapi hitungannya daddy tetap orang tua. Suami dari mama. Tapi memang sih kalau di pikir-pikir, daddy selama ini selalu bersikap seperti orang tua.

"Boleh?." Katanya dengan mulut penuh.

Mama menyodorinya gelas es teh. "Telen dulu nak, baru ngomong. Ntar kamu tersedak."

Buru-buru ditelannya bakso itu cepat-cepat. Saat merasa tenggorokannya sudah aman dari bakso Ara tidak dapat menyembunyikan antusiasnya. "Besok Ara mau beli bubur buat sarapan. Boleh kan, dad?." Daddy mengangguk. Ara memundurkan kursinya lalu berdiri, dia berlari cepat-cepat ketempat daddy-nya. Diciumnya seluruh wajah daddy, bukannya kesenangan daddy malah histeris sendiri merasa risih. Mama yang melihat tidak kuasa menahan tawa.

"I love u dad. Love love pokoknya. Daddy emang terbaik."

Daddy mendorong pundak Ara menjauhinya. "Kamu nggak berniat memenuhi seluruh muka daddy dengan liurmu, kan?."

Ara mengibaskan tangan di depan muka daddy. "Halah! Kalo sama mama aja kesenangan."

"Hush! Sama orang tua nggak baik begitu." Mama mengingatkan.

"Santai ma, aku bentar lagi juga nikah kok." Katanya santai sambil kembali ke tempat duduknya.

Mama dan daddy saling berpandangan, tidak bisa berkata-kata.

Saat sedang menikmati makanan ponsel daddy tiba-tiba berdering, daddy mengambil ponselnya lalu meminta izin pada mama untuk mengangkatnya di luar, sebelum ke luar diciumnya kening mama. Melihat itu, Ara terbatuk-batuk, tersedak bakso pedasnya. Nggak di rumah, di warung bakso, di depan sekolahan mama, daddy memang bucin kuadrat.

"Hai cantik." Ara terlonjak.

"Astaga." Katanya terkejut sambil mengusap dadanya. Ada empat orang yang sepertinya mereka adalah preman. Mereka masih muda. Pakaiannya kotor, celananya sobek-sobek. Rambut mereka di cat, yang bukannya tampak keren, malah terlihat makin buruk.

Ara mengeluarkan uang seratus ribu dari dalam dompetnya. "Ini mas." Bukannya menerima uang yang masih menggantung di tangan Ara, salah seorang dari mereka malah duduk di samping mama. "Ini ambil aja semuanya, nggak usah kembalian."

"Neng, lo pikir kita doyan ama begituan? Kagak, kalian lebih menarik." Preman yang bertindik yang berbicara.

"Masih perawan, ya?." Kali ini preman yang duduk di samping mama yang berbicara, dia melihat mama dengan tatapan seperti ingin melahapnya. Gawat. Mereka bukan menginginkan uang, mereka menginginkan hal lain. Duh! Dimana sih daddy?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Daddy KampretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang