5.

2.9K 157 4
                                    

"Pala Ara pusing, udah kayak mikirin  Daddy mau nikah lagi aja!." Kata Ara sambil berjalan kesal dengan kaki yang dihentak-hentakkan ketika mereka keluar dari lift khusus di basement khusus direksi yang langsung tersambung ke lantai ruangan daddynya.

"Hush! Ngomongnya." Yang sewot malah daddy bukannya mama.

"Daddyyyyyyyyyy." Ara betulan merengek seperti balita ketika keinginannya tidak dituruti.

Mama yang berjalan di samping Ara mengulurkan tangannya untuk membenarkan untaian anak rambut Ara yang jatuh turun tapi tidak mengatakan apa-apa. Daddy menoleh melihat anaknya. "Kenapa, Ara?."

Ara melotot melihat kelakuan bapaknya yang malah bersikap pura-pura tidak tahu. "Masih pura-pura nanya lagi!." Omelnya kesal. Mama melihat Ara dengan tatapan tidak suka.

"Hush, nggak boleh gitu ngomongnya sama daddy. Nggak sopan, sayang."

Bukan Ara jika tidak mendebat. "Daddy sih ma, ngeselin."

"Loh kok, daddy. Daddy salah apa coba!." Daddy membela diri dengan tampang tidak berdosanya.

Kekesalan Ara malah semakin membara. "Ma, liat tuh daddy! Daddy ngeselin."

Mama melihat daddy, daddy melihat mama tatapannya seketika menjadi lembut, ada binar di mata daddy setiap kali melihat mama. Daddy selalu melihat mama dengan cara seperti itu. Apa begitu jika laki-laki sudah sangat mencintai pasangannya? Tangan mama terulur mengusap lengan Daddy. "Dad, jangan gitu. Kamu godain terus anaknya, kasian."

Daddy malah tersenyum. Dia merangkul pundak mama, merapatkan ke dadanya lalu mengecup kening mama dengan sangat mesra, seolah-olah ingin menunjukkan betapa Ara patut di kasihani karena jomblo sendiri. Jujur saja Ara muak melihat keromantisan keduanya. Bukannya apa, dia merasa sangat iri. "Aku cuma kasian sama Ara dia kan nggak ada yang godain. Ara kan, fakir cinta." Kata Daddy yang sukses membuat Ara makin berang.

"Kampret, daddy!." Lalu daddy dengan liciknya membawa kabur mama dengan menggendongnya memasuki mobil. Daddy sengaja melakukannya untuk mengejek Ara. Keyakinan Ara sungguh-sungguh untuk itu.

"Ara, kamu mau iku atau di situ aja?." Kata daddy dari dalam mobil. Ara menghembuskan nafas, sangat kesal tapi tentu saja ia tidak mungkin pulang jalan kaki. Maka yang dilakukannya adalah menghampiri mobil daddy. Tawa daddy sukses menyembur begitu melihat anaknya tidak punya pilihan. Ketika mobil mereka keluar dari basement, keempat perempuan yang tadi menabrak Hanin Rasyid itu keluar dari persembunyian mereka. Keempatnya melongo saking terkejutnya.

Pertama karena pemandangan luar biasa langka yang mereka lihat, sosok CEO mereka yang biasanya sangat cool tiba-tiba saja berubah jadi bapak-bapak julid ketika berhadapan dengan anaknya. Mereka masih mencerna tapi tetap saja rasanya mustahil, pak Tristan yang keren parah itu bisa begitu jika dengan anaknya. Kedua tentu saja sosok perempuan pemegang kartu akses lift khusus CEO itu, ternyata benar dugaan mereka. Sosok itu adalah istrinya pak Tristan yang juga merupakan ibunya nona Ara yang sangat cantik itu. Pantas saja tadi sikapnya sangat tenang begitu, ternyata beliau istri pemilik perusahaan. Mereka bukan hanya dalam masalah besar, tapi ini malapetaka.

***

"Perjodohannya nggak bisa di nego dulu, ma?." Ara melemparkan dirinya malas pada sofa ruang tengah rumahnya. Mama duduk di sampingnya sambil mengoreksi lembaran jawaban ujian. Ara melihat mamanya dengan heran, seharusnya perkara mengoreksi jawaban siswa, mama bisa menyerahkannya pada orang yang diperkerjakan daddy untuk membantunya. Setiap orang, Ara, daddy dan mama punya asisten pribadi yang diperkerjakan untuk membantu dan melayani mereka. Daddy punya banyak sekali orang yang bisa diminta untuk melakukan hal itu. Seharusnya mama tidak perlu repot begini. Tapi tentu saja mama tidak akan melakukan itu. Mama itu apa ya... Kalo bisa dikerjain sendiri kenapa minta tolong orang lain. Padahal orang lain diperkerjakan memang supaya kita tidak bekerja kan, biar mereka aja. Mama ini malah kebalikannya. 

Daddy KampretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang