Bagian Satu. (Telah direvisi)

3.3K 115 2
                                    

Butiran-butiran salju turun dengan lembut, anak-anak kecil bersenang-senang bermain salju.

Ada yang menjulurkan lidah dan menelan butiran salju, ada yang membuat bola dan melemparkan ke temannya, ada juga yang membuat manusia salju bersama orangtuanya.

"Ma, Leon habis bikin sesuatu Ma!" seru anak kecil yang masih berusia 4 tahun, Azriel Leonard.

"Wahh, apa ini?" tanya seorang wanita muda yang dipanggil Mama, jongkok di sebelah Leon.

"Ini Mama, ini Leon, terus yang disebelah itu Papa!" jawab Leon itu semangat sambil menunjuk manusia salju satu persatu.

Mama tersenyum melihat anaknya yang ceria, ia sampai gemas ingin mencubit pipinya.

"Leon ayo makan yuk? Tadi Leon nggak mau sarapan maunya main salju, kalo lemes kan Mama nanti khawatir." ucap Mama. Leon mengangguk.

"Iya Ma, kayaknya perut Leon dari tadi marah terus." gerutu Leon sambil menatap perutnya yang diselimuti jaket tebal.

Mama hanya tertawa kecil dan berdiri, mengulurkan tangannya. Leon balas memegang tangan Mamanya dan mereka masuk ke rumah besar mereka.

•••••

"Ughk!"

Leon terbangun karena nafasnya mulai sesak, dia langsung membuka laci di sebelah kasurnya dan mengambil inhaler. Tangannya meremas bajunya.

Setelah menghirup inhaler berkali-kali, nafasnya kembali normal. Leon melirik jam dinding.

04.46

Leon pergi ke kamar mandi dan mencuci muka. Dia melihat dirinya di kaca, terdapat beberapa perban di wajahnya dan kain kasa dilehernya. Leon hanya tersenyum kecut, lalu beranjak ke bak mandi.

Selesai mengemas tas dan berganti seragam, Leon turun dari tangga menuju ruang makan. Di ruang makan terdapat pelayan-pelayan yang sedang sarapan.

"Selamat pagi." sapa Leon hangat. Pelayan-pelayan menoleh, membalas sapaan Leon. Leon beranjak ke kursi yang masih kosong dan menyantap sarapan yang telah disiapkan.

"Leon, kamu ngga papa? Akhir-akhir ini kamu makin ada banyak perban di wajah." tanya salah satu pelayan khawatir, Bibi Tuti.

Leon tersenyum,"Ngga papa Bi, Leon sering jatuh dari kasur, hehe."

Pelayan yang dipanggil Bibi hanya menggeleng melihat Leon, dia mengerti betul bahwa itu perbuatan Tuan rumah.

05.20

Leon siap berangkat, dia keluar dari kamarnya dan lari ke bawah. Berniat ke kamar orangtuanya untuk pamit ke sekolah.

Sampai di depan kamar orangtuanya, Leon hendak memutar kenop pintu, tapi batal karena mendengar Papa dan Mamanya bertengkar.

"Mas, dia anak kita sendiri. Kasian fisiknya jadi banyak perban! Tega banget kamu Mas!" seru seorang wanita.

Plak!

Suara tamparan keras terdengar dari dalam kamar orang tua Leon, membuat Leon tersentak mendengarnya.

"Wanita brengsek, ingat ya! Saya ini suami kamu dan Leon itu anak saya! Mau aku tendang, mau pukul itu terserah saya! Saya ini kepala keluarga! Beruntung kalian saya beri rumah dan makanan!" teriakan tenor terdengar jelas, Leon menggigit bibirnya dan mengepalkan tangannya

Dia tidak ingin mendengarkan pertengakaran yang selalu dihidangkan pagi dan lari ke mobil.

•••

Habis baca wp angst sedih jadi pengin bikin juga hehe.

Kalo ada kritsar bilang aja yaa

CahyaArindi
<( ̄︶ ̄)>

To be continued..

Leon Sayang Papa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang